Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Walhi Bali Minta Gubernur Baru Bali Tegakkan Hukum Lingkungan

 

Ani Purwati – 27 Aug 2008

Walhi Bali akan menyampaikan Surat Terbuka kepada Gubernur Bali pada 28 Agustus 2008 besok, saat pelantikan Gubernur Bali yang baru, Made Mangku Pastika yang terpilih secara langsung lewat Pemilihan Gubernur (Pilgub) pada 9 Juli yang lalu sebagai hadiah. Selain menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Gubernur Bali yang baru, organisasi lingkungan terbesar di Bali ini juga berharap Gubenur Bali menegakkan hukum lingkungan tanpa pandang bulu dan mengontrol investasi yang masuk secara selektif dan limitatif demi pengendalian ketidakkaruan penataan ruang Bali.

“Selain itu, surat ini yang bersifat terbuka, semata-mata agar masyarakat dapat mengambil peran aktif dalam melakukan pengawasan terhadap pembangunan. Sehingga apa yang menjadi visi-misi Gubernur terpilih tidak menjadi janji kosong semata,” demikian disampaikan Agung Wardana, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (Walhi Bali) kepada beritabumi.or.id lewat email (26/8).

Dalam masa kampanye Pilgub beberapa waktu lalu, Made Mangku Pastika menyampaikan visi-misi dan programnya yang akan menaikkan pendapatan perkapita rakyat sampai dengan seratus persen.

”Kami berharap, peningkatan pendapatan per kapita ini tidak berbasiskan pada penjualan murah dan menghabiskan sumber daya alam kepada investor yang ingin mengeksploitasi Bali secara berlebihan,” kata Wardana.

Menurutnya, permasalahan lingkungan hidup di Bali sangatlah berhubungan dengan ekspansi industri pariwisata atas nama investasi. Bali adalah pulau kecil dan memiliki daya dukung yang sangat terbatas, namun saat ini berada di tengah arus ekspansi industri pariwisata yang semakin masif.

Tidak adanya kontrol dari pemerintah untuk memilih investasi yang masuk secara selektif dan limitatif akan dapat mempercepat terjadinya bencana ekologi dan bencana sosial di Bali. Sementara saat ini masih banyak pekerjaan rumah, terutama proyek investasi yang berpotensi menimbulkan dampak besar bagi lingkungan dan tatanan sosial, menunggu sikap tegas dari Bapak Gubernur untuk segera dituntaskan.

Di antaranya proyek Geothermal Bedugul, proyek yang saat ini telah ditolak oleh sebagian besar masyarakat Bali sebagaimana sikap resmi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bali.

”Kami mohon kepada Bapak selaku Gubernur selanjutnya untuk tetap konsisten mengawal penolakan masyarakat Bali tersebut,” harap Walhi Bali dalam surat terbukanya.

Lalu proyek reklamasi Loloan Yeh Poh. Loloan Yeh Poh adalah nama muara sungai di Pantai Berawa, Kerobokan yang saat ini diklaim menjadi hak investor untuk direklamasi dan dibangun villa di atasnya. Masyarakat sekitar menolak rencana tersebut karena muara sungai tersebut diyakini adalah kawasan sakral dimana masyarakat biasa mengambil air suci untuk keperluan upacara adat.

Selain itu, proyek tersebut berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan dibangunnya villa di lokasi tersebut akan menutup akses masyarakat lokal untuk memanfaatkan pantai yang sebenarnya merupakan milik publik.

”Untuk itu, kami minta kepada Bapak Gubernur untuk bersikap tegas dalam rangka mempertahankan kawasan suci dan pencaplokan kawasan oleh investor yang terjadi di Loloan Yeh Poh, maupun di kawasan suci yang lain seperti Uluwatu, Besakih yang saat ini juga diincar oleh investor,” isi surat terbuka Walhi Bali.

Walhi Bali juga meminta kepada Gubernur yang baru untuk berkomitmen menjaga kawasan ekologi genting bagi Bali tersebut dengan tidak mengeluarkan rekomendasi pengusahaan pariwisata alam kepada investor di Taman Wisata Alam (TWA) Hutan Dasong Danau Buyan-Tamblingan, Buleleng.

Rencana pembangunan villa di dalam kawasan hutan Dasong Danau Buyan-Tamblingan telah mendapatkan ijin dari Menteri Kehutanan dengan rekomendasi dari Bupati Buleleng.

Padahal sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk memperoleh ijin pengusahaan pariwisata alam haruslah berdasarkan rekomendasi dari Gubernur. Namun Gubernur terdahulu (I Dewa Made Berata) menolak untuk memberikan rekomendasi dengan alasan bahwa kawasan hutan di Bali sangatlah minim, sesuai Perda Tata Ruang Provinsi bahwa kawasan danau, hutan dan gunung adalah kawasan sakral, selain itu merupakan daerah tangkapan air. Sehingga pemberian konsesi kawasan ekologi genting ini dapat mempengaruhi keseimbangan ekologi Bali secara keseluruhan dan apalagi saat ini masyarakat adat pengempon pura yang ada dalam kawasan telah jelas-jelas menolak rencana tersebut.

Proyek Alila Villa di Pantai Kelating. Baru-baru ini publik Bali dikejutkan oleh adanya mega-proyek siluman di Pantai Kelating, Kerambitan Tabanan. Proyek pembangunan lebih dari 35 unit villa mewah lengkap dengan kolam renang pribadi, memblok kawasan dan mencaplok sempadan pantai ini diduga tidak memiliki ijin AMDAL, maupun belum pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat.

Saat ini proses pengerjaan proyek tetap saja berlangsung di lapangan walaupun pelanggaran yang dilakukan sedang dalam penanganan Pemerintah Provinsi Bali. Untuk itu, Walhi Bali meminta kepada Gubernur Bali segera mengambil tindakan tegas dengan jalan menghentikan kegiatan tersebut dan bangunan yang telah dibuat untuk segera dibongkar. Hal ini sebagai bentuk tindakan pembinaan dan penjeraan bagi siapapun yang ingin melakukan pelanggaran terhadap hukum lingkungan dan tata ruang Bali

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *