Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Kesepakatan Penguatan Aksi Internasional Jangka Panjang Perubahan Iklim akan Berlanjut di Kopenhagen

Ani Purwati – 01 Sep 2008

Putaran terakhir pembahasan perubahan iklim global yang didukung oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Accra, Ghana, Rabu minggu lalu (27/8) menyimpulkan bahwa fase perundingan untuk mencapai kesepakatan tentang penguatan jangka panjang aksi internasional tentang perubahan iklim telah berhasil. Namun beberapa hal isu kunci akan menjadi penyelesaian di Konferensi Perubahan Iklim di Kopenhagen, Desember 2009. Para pihak Protokol Kyoto melanjutkan kerja mereka tentang perlengkapan dan peraturan negara-negara maju untuk menyiapkan target pengurangan hingga 2012.

“Ini merupakan pertemuan yang sangat penting dan memberi harapan,” kata Yvo de Boer Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). “Kami tetap pada jalur, proses yang cepat dan pemerintah yang sangat serius pada hasil perundingan di Kopenhagen.”

Pertemuan di Accra berdasar pada sesi perundingan UNFCCC utama ketiga di tahun ini dan pertemuan terakhir di putaran Konferensi Perubahan Iklim PBB tahun ini di Poznan, Polandia, 1 sampai 12 Desember. Sekitar 1600 partisipan, termasuk delegasi pemerintah dari 160 negara dan perwakilan dari organisasi lingkungan, bisnis, industri dan lembaga penelitian, hadir pada pertemuan seminggu di Accra.

“Yang terpenting pada sesi ini adalah bahwa para pemerintah telah menyetujui untuk menyusun kembali proposal yang berbeda sebagai solusi dalam langkah terstruktur untuk pembahasan pertemuan penting berikutnya di Poznan,” kata pejabat tertinggi di Perubahan Iklim PBB tersebut. “Jadi Accra telah meletakkan dasar yang dapat menjadi teks perundingan pertama untuk kesepakatan Kopenhagen,” tambahnya.

Dalam kelompok kerja aksi kerjasama jangka panjang di bawah UNFCCC ini, membahas tentang pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi kehutanan di negara berkembang. “Negara-negara telah membuatnya jelas bahwa isu kehutanan perlu menjadi bagian kesepakatan Kopenhagen,” kata Boer. “Ini sangat penting karena emisi dari deforestasi tercatat 20% emisi gas rumah kaca global.”

Workshop kedua menyediakan apa yang disebut “pendekatan sektoral”, dimana negara-negara dapat menunjuk emisi dari semua sektor ekonominya. Pertemuan negara-negara di Ghana menekankan bahwa beberapa pendekatan seharusnya tidak mendorong komitmen mengikat bagi negara berkembang dan itu menjadi wewenang negara untuk memutuskan jika ingin meletakkan kebijakan sektoral pada tempatnya atau tidak.

Untuk pertama kalinya dalam UNFCCC, pemerintah membahas apa yang diperlukan baik dalam hal pembiayaan dan teknologi untuk mengambil tindakan baik mengurangi emisi gas rumah kaca dan adaptasi pada dampak perubahan iklim. “ Para pihak sangat berkomitmen dan menyampaikan proposal sebagai solusi isu itu,” kata Luiz Figueiredo Machado, ketua Ad hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action (AWG-LCA) di bawah konvensi. Proposal ini sekarang disusun dan disampaikan pada pertemuan di Poznan.

Kelompok kerja di bawah Protokol Kyoto membuat kemajuan baik tentang perlengkapan dan peraturan yang akan disampaikan negara-negara maju pada pertemuan target pengurangan setelah 2012. Pemerintah meletakkan bersama daftar pilihan yang jelas untuk meningkatkan efisiensi clean development mechanism (CDM) dan perdagangan karbon serta kontribusi mereka pada pembangunan berkelanjutan. Semua kelompok membuat kemajuan yang baik.

“Ini penting untuk mengambil kemajuan ke depan di Poznan ketika kita kembali pada isu kisaran pengurangan emisi bagi negara maju di bawah Protokol Kyoto,” kata Harald Dovland, Ketua Kelompok Kerja Komitmen ke depan bagi para pihak Annex I Protokol Kyoto.

Di bawah CDM, proyek negara berkembang dapat menerima sertifikat kredit pengurangan emisi dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kredit ini dapat digunakan negara-negara industri untuk menutup semua komitmen pengurangan emisi mereka di bawah Protokol Kyoto.

“Salah satu kekurangan CDM adalah tidak membawa cukup investasi di Afrika,” kata Yvo de Boer. “Ada risiko nyata Afrika menjadi benua yang terlupa dalam kontek menghadapi perubahan iklim, kecuali kita mendisain regim ke depan yang memperhitungkan langkah jauh lebih komprehensif yang spesifik diperlukan Afrika, tidak hanya adaptasi tetapi juga pengembangan ekonomi bersih,” tambahnya.

Di Forum Karbon Afrika di Dakar dari 3 sampai 5 September, negara-negara Afrika akan membahas apa yang bisa dikerjakan untuk meningkatkan CDM. Forum ini adalah peristiwa pertama sejenis yang diadakan di benua afrika dan akan termasuk perdagangan adil investasi karbon, konferensi dan pertemuan kebijakan.

Sumber:

http://unfccc.int/press/news_room/press_releases_and_advisories/items/4260.php

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *