Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Lumpur Lapindo Kandung Logam Berat Berbahaya

Ani Purwati – 28 Jan 2007

Semburan lumpur panas PT Lapindo Brantas tak kunjung berhenti. Bahkan BPTP memperkirakan semburan dari kedalaman satu kilometer akan berhenti setelah 31 tahun dan setelah 100 tahun pada semburan dari kedalaman tiga kilometer. Sungguh mengkhawatirkan. Diperkirakan juga volume lumpur akan mengalami peningkatan dari yang tadinya 50 ribu menjadi 125 ribu dan akhirnya 156 ribu meter kubik per hari.

Sementara langkah yang ditempuh Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur sekarang adalah pembuatan tanggul. Namun menurut Andreas Santosa sebagai peneliti Ilmu Tanah dari IPB yang turut menganalisa lumpur Lapindo, bila langkah itu dipertahankan dengan wilayah sekarang, dimana lumpur akan bertambah 1,34 meter per bulan, maka dalam satu bulan tinggi tanggul yang kira-kira 3 meter akan menjadi 4,3 meter.

”Jadi bisa dibayangkan tanggul akan jebol. Maka maksimal dalam dua bulan ke depan transportasi utama akan putus dan perumahan di sekitar tanggul akan tenggelam. Sehingga warga sekitarnya harus dievakuasi sekarang,” ungkap Santosa pada beitabumi.or.id (Januari 2007).

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa hasil analisa lumpur Lapindo yang terakhir (awal Desember 2006) menunjukkan relatif berbeda dengan data-data sebelumnya. Data terakhir lumpur yang diambil pada titik di sekitar 200 meter dari pusat semburan menunjukkan adanya logam berat berbahaya jauh di atas ambang batas yang dipersyaratkan dengan analisa total logam berat. Misalnya Cd 10,45 ppm, Cr 105,44 ppm, As 0,99 ppm, dan Hg 1,96 ppm.

Sedangkan hasil analisa mikrobiologi lumpur yang baru satunya-satunya dilakukan oleh Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) ini menunjukkan adanya Coliform, Salmonella dan Stapylococcus aureus di atas ambang batas yang dipersyaratkan.

Menurut Santosa, semua bakteri itu masuk dalam kelompok bakteri patogen. Sehingga menimbulkan konsekuensi ke depan bahwa dalam kondisi ekstrim apakah bakteri patogen bisa berubah sifat atau mengalami mutasi. Apakah mutasi negatif atau positif bagi bakteri itu. Mutasi negatif bagi bakteri bila kemampuannya untuk menginfeksi menjadi mati (menjadi tidak berbahaya bagi lingkungan), dan mutasi positif baginya bila semakin meningkat kemampuan infeksinya (menjadi berbahaya bagi lingkungan).

”Ini yang perlu kita perhatikan di masa depan. Walaupun saya juga yakin data lumpur itu tidak berasal pusat semburan di kedalaman, tapi karena lumpur sudah bercampur dengan sekitarnya,” jelasnya. ”Yang kami pertanyakan, mengapa bakteri itu bisa hidup di lumpur itu. Dan apa pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan ke depan,” lanjutnya.

Sedangkan pada analisa awal saat semburan lumpur pertama terjadi, bakteri itu tidak bisa hidup. Bakteri itu kemungkinan berasal dari lingkungan sekitar, karena hujan, atau tanggul yang bercampur dengan lumpur. ”Meski penelitian belum banyak dilakukan, namun kita perlu mewaspadai bahwa ada bakteri patogen di lumpur Lapindo, walau wajar bila bakteri itu ada di manapun,” ungkapnya lagi.

Pada analisa awal saat semburan lumpur baru terjadi, logam berat juga sangat jarang ditemukan. Data KLH juga menunjukkan bahwa logam berat tidak ada atau kecil jumlahnya, jauh di bawah ambang batas yang dipersyaratkan. Begitu pun pernyataan timnas, bahwa lumpur tidak mengandung logam berat. Dalam arti nilai logam berat melalui TCLP, semua merujuk bahwa kandungan logam berat di lumpur itu tidak signifikan atau tidak berdampak pada lingkungan atau diasumsikan tidak ada.

Santosa mengatakan bahwa hasil analisa KLH atau timnas pada bulan September itu sama dengan data hasil analisa Pusat Penelitian Tanah IPB pada awal terjadinya semburan lumpur. Dimana menyebutkan bahwa tidak ada potensi logam berat.

Namun saat Andreas Santosa mempresentasikan hasil analisa lumpur yang mengandung logam berat dan bakteri patogen di atas ambang batas itu di hadapan KLH dan timnas, keduanya tidak membantah data tersebut. Meski demikian pendapat adanya kandungan zat-zat berbahaya itu harus secara hati-hati disampaikan.

Sehingga pihak Andreas Santosa bersama tim penelitinya belum mampu mengatakan kalau lumpur Lapindo berpotensi menyebarkan logam berat. Demikian juga pihaknya menghimbau agar pemerintah dan timnas jangan terlalu dini mengatakan bahwa lumpur Lapindo tidak mengandung logam berat atau jauh di bawah ambang batas yang dipersyaratkan. ”Perlu hati-hati dalam pernyataan. Hal itu dikarenakan adanya tren dugaan kenaikan logam berat. Dalam arti komposisinya dalam lumpur Lapindo sekarang ini lebih tinggi dari sebelumnya,” tegas Dosen IPB itu.

Sementara itu data KLH saat itu menyatakan bahwa pH lumpur adalah3-4. Sedangkan data dari Tim Peneliti ICBB menunjukkan lumpur ber- pH 9,18. Sehingga jelas ada perberbedaan karakteristik lumpur sebelumnya dengan lumpur yang sekarang.

Adanya data hasil analisa lumpur Lapindo yang fluktuatif itu mungkin dipengaruhi dari mana semburan lumpur berasal. Lumpur keluar karena terdesak. Posisinya tidak jelas. Sehingga kemungkinan juga setelah sekian lama, lumpur yang keluar bukan logam berat lagi. Yang jelas menurut Santosa lagi, data yang sekarang mengandung logam berat yang signifikan. ”Sehingga kita perlu mengambil tindakan-tindakan khusus supaya logam ini tidak menimbulkan bahaya ke lingkungan,” simpulnya.

Menurut Andreas Santosa, lumpur Lapindo telah mengakibatkan hilangnya vegetasi, flora fauna, berpotensi mencemari air permukaan, sumber air dan air tanah karena logam berat, dan bila lumpur meluas akan terjadi perubahan iklim mikro. Bila logam-logam berat itu mencemari perairan umum tersebut maka akan terjadi peningkatan risiko terhadap kesehatan manusia, yaitu pada syaraf, hati, ginjal, kanker dan sebagainya. Yang perlu diperhatikan juga adalah rusaknya sanitasi dan kualitas udara yang akan mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), demam berdarah dan diare.

Penanganan lumpur Lapindo dengan Spill way dan reklamasi

Andreas Santosa juga mengusulkan penanganan lumpur Lapindo dengan pembuatan saluran lurus ke arah timur laut pusat semburan sepanjang 12,4 km. Dengan bentuk lebar 6 meter, dalam 3 meter, tanggul 2 meter, dibuat saluran spill way setiap 3 kilometer saluran untuk mengalirkan lumpur ke sisi kanan dan kiri saluran. Dengan demikian suspensi lumpur tidak akan masuk ke laut dan bisa ditangani di daratan atau pantai sebelum laut.

Saluran itu berdaya tampung 372, 2 meter kubik per hari. Bila sudah penuh limpahannya 74 juta m3 dan sistem ini akan bertahan selama 479 hari.

Setelah lumpur penuh dan memadat di sisi kanan dan kiri, spill way saluran pertama ditutup. Lalu dibuka spill way kedua. Demikian seterusnya untuk spill way berikutnya. Lumpur yang memadat di sisi kanan kiri spill way yang sudah ditutup, kemudian direklamasi dan dilakukan sistem wet land untuk mengolah limbah cair, remediasi logam berat, dan bioremediasi untuk penanaman.

Sementara itu sampai sekarang upaya penanganan penghentian lumpur yang dilakukan timnas adalah dengan relief well. Sampai sekarang belum berhasil. Penyebabnya menurut Santosa adalah kendala non teknis dalam hal keuangan yang belum ada sehingga misalnya mengalami keterlambatan hingga 1,5 bulan baru berjalan.

Relief well merupakan langkah teknologi satu-satunya untuk menghentikan lumpur. Terlepas berapa persen berhasilnya. amun menurut BPTP semburan lumpur dari kedalaman satu kilometer akan berhenti setelah 31 tahun. Sedangkan semburan dari kedalaman tiga kilometer akan berhenti setelah 100 tahun.

Lalu upaya lain seperti mengalirkan lumpur ke laut dengan pipa sejauh 17,28 kilometer menurut Santosa tidak mungkin. Itu karena akan terjadi penyumbatan. Lumpur dengan berat jenis yang lebih besar akan terendap di bawah dan tidak bisa bergerak. Maka terjadilah penyumbatan.

Dengan mengalirkan lumpur ke Sungai Porong juga mengandung bahaya. Dari sisi teknis ke arah Sungai Porong memiliki perbedaan topografi yang semakin tinggi, sehingga sulit mengalirkan lumpur. Kalaupun bisa, maka Sungai Porong akan tersumbat dan banjir di hulu, mengalami pendangkalan, dan pencemaran air tanah sepanjang sungai yang padat penduduk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *