Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Indonesia dan Brazil Tidak Masuk Dalam Rencana Program Hutan Global

Bank Dunia, menunjuk 14 negara untuk menerima dana dari 82 juta dolar inisiatif dalam upaya melindungi hutan tropis dan pencegahan perubahan iklim. Indonesia dan Brazil tidak ada dalam daftar penerima. Cepatnya deforestasi di kedua negara tersebut membuat mereka berturut-turut sebagai penghasil emisi (emitter) gas rumah kaca terbesar ketiga dan keempat di dunia, di antaranya dari kebakaran.

Benoit Bosquet, pimpinan tim World Bank’s Forest Carbon Partnership Facility mencatat bahwa tidak ada bangsa yang telah mengambil program secara sukarela. Tetapi dia mengakui, keterlibatan pemerintah itu akan menjadi kunci untuk mengurangi 25 persen emisi gas pemanasan global yang datang dari deforestasi.

“Sebenarnya negara-negara itu penting untuk terlibat pada isu itu,” kata Duncan Marsh, Direktur Kebijakan Iklim Internasional the Nature Conservacy, yang telah menjanjikan lima juta dolar pada inisiatif Bank Dunia.

Meski tidak termasuk dalam putaran bantuan pertama, Mars mengatakan Indonesia dan Brazil telah terlibat penuh dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. “Saya kira ada potensi pada kedua negara ini untuk dilibatkan dalam kerjasama dan kami harap itu akan terjadi,” katanya.

Negara yang terseleksi, enam di Afrika, tiga di Asia dan lima di Amerika Latin akan menerima bantuan untuk membuat rencana mencegah tindakan deforestasi. Termasuk bidang kegiatannya, mulai dari perkiraan tingkat emisi bersejarah dari degradasi dan deforestasi sampai uraian bagaimana dan dimana emisi dari deforestasi akan berkurang. Negara-negara tersebut juga diminta berkontribusi dalam sistem monitoring untuk menjamin pengurangan itu.

Bosquet memperkirakan, setidaknya setahun dari sekarang, negara-negara tersebut akan menjadi pilihan pendanaan untuk membuat pengurangan emisi yang nyata.

“Bank Dunia telah mempelopori dalam area mitigasi perubahan iklim, khususnya di area yang kita sebut keuangan karbon,” kata Bosquet. “Bahwa deforestasi dan degradasi hutan merupakan penyebab masalah kedua, itu seharusnya tidak diabaikan.”

Marsh mengatakan, the Nature Conservancy terlibat karena proyek itu menunjukkan pentingnya pengembangan kapasitas negara berkembang untuk memahami tingkat deforestasi dan mengambil tindakan perlindungannya. Dia mengatakan itu ketika kelompok nonprofit terlibat dalam sejumlah demonstrasi dan proyek penelitian, dimana mereka tidak bekerjasama dengan negara-negara yang memilih bantuan Bank Dunia atas inisiatif tersebut.

Dia menghargai proyek yang membawa negara-negara maju bersama dengan negara-negara berkembang, lembaga non-profit dan beberapa industri swasta, mengembangkan rencana untuk melindungi hutan.

‘Kami sangat berharap hal itu akan membangun kepercayaan negara berkembang dan investor,” katanya.

Namun sebagian besar proyek kerjasama kehutanan Bank Dunia menuai kritik keras dari kelompok non profit kemanusiaan dan lingkungan.

Beberapa organisasi memprotes program itu ketika Bank Dunia menyampaikannya selama pembahasan iklim di Bali, Indonesia dan mengeluarkan surat terbuka menuntut kebijakan kehutanan diformulasikan dengan melibatkan komunitas adat di hutan.

“Kesalahan menegakkan prinsip ini berisiko merugikan lingkungan dan masyarakat hutan serta komunitas di atas bumi,” kata organisasi tersebut.

Trevor Stevenson, Direktor Eksekutif Amazon Alliance, mengatakan sejumlah perhatian yang masih ada.

“Masalahnya adalah mereka belum mengklarifikasi bagaimana mereka akan mengerjakannya dan mereka dengan pasti belum memasukkan beberapa orang yang menegosiasikan hutan,” katanya.

Stevenson juga mencatat bahwa Bank Dunia telah memilih bekerjasama dengan pemerintah, dimana dalam sejumlah kasus tidak dalam mengawasi hutan yang dimiliki masyarakat adat.

Janet Redman, analis peneliti dengan Institute for Policy Studies, mengatakan bahwa fokus insentif pasar berarti industri dapat menuai banyak manfaat kerjasama hutan.

“Akhirnya, itu sama halnya, uang dapat mengarahkan kelompok kayu melawan kelompok adat yang menjaga hutan,” katanya.

Bosquet mengakui bahwa kelompok adat tidak berkonsultasi dari awal proses, tetapi mengatakan telah dikoreksi. Dan dia mengatakan kesatuan manapun akhirnya dapat menerima dana untuk proyek, sepanjang itu adalah pendekatan oleh pemerintah.

Sejauh ini Amerika Serikat, Australia, Finlandia, Perancis, Jepang, Norwegia, Spanyol, Swiss dan Inggris telah menjanjikan donasi untuk kerjasama, Bosquet mengatakan Bank Dunia menerima janji-janji itu selama di Bali. Kontribusi Amerika Serikat kurang lebih lima juta dolar. Tambahannya the Nature conservancy menjanjikan lima juta dolar.

Semuanya, 39 negara berhutan telah memutuskan berperan dalam program, akhirnya 14 terpilih selama pembahasan di Paris beberapa waktu lalu. Mereka adalah Bolivia, Kongo, Costa Rica, Gabon, Ghana, Guyana, Kenya, Laos, Liberia, Madagascar, Meksiko, Nepal, Panama dan Vietnam.

 Sumber: http://www.earthportal.org/news/?p=1429

 

 Ani Purwati – 31 Jul 2008

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *