Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Warga Ingin Ijin Kelayakan Lingkungan Hidup Tambang di Sulut Batal

Ani Purwati – 26 May 2010

Gugatan delapan warga dari Likupang dan Kota Bitung Sulawesi Utara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Selatan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) hampir  sampai pada tahap kesimpulan pada Senin, 31 Mei 2010. Warga berharap hakim mengabulkan gugatan dan membatalkan ijin kelayakan lingkungan hidup rencana penambangan emas PT. MSM dan PT. TTN  yang dikeluarkan KLH.

Setelah gugatan terdaftar pada 22 Desember 2009, sidang terus berlangsung hingga sembilan kali. Sidang yang terakhir berlangsung pada Senin, 24 Mei 2010 lalu untuk mendengarkan saksi ahli dari pihak penggugat dan tergugat .

“Delapan warga ini menyuarakan 27 ribu warga lainnya dengan menggugat KLH karena diduga melakukan kesalahan administrasi dan mengambil wewenang pemerintah daerah , dalam hal ini Gubernur,”  demikian menurut Rivoldi Koleangan dari Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang (Ammalta) di Jakarta, Rabu (26/5).

KLH telah mengeluarkan Surat Keputusan Menteri LH No. 523 dan 524 tahun 2009 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Penambangan Emas oleh PT. Meares Soputan Mining (MSM) dan PT. Tambang Tondano Nusajaya (TTN). Padahal seharusnya Gubernur yang berwewenang mengeluarkan ijin ini. Sementara itu Gubernur Sulawesi Utara yang bersangkutan telah menolak menyetujui Amdal PT MSM/TTN pada 2 Februari 2009.

Cacat hukum formil lainnya dari SK Menteri ini, menurut Koleangan adalah dalam konsiderannya menggunakan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh UU No. 32 tahun 2009 tentang PPLH. Padahal ijin ini dikeluarkan beberapa saat setelah UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disahkan. Dalam kesaksiannya, saksi ahli dari tergugat (KLH) mengatakan bila Menteri KLH saat itu (Rachmat Witoelar) tidak mengetahui bila UU PPLH yang baru telah disahkan pada 3 Oktober 2009, sehingga 5 Oktober 2009 ijin itu dikeluarkannya.

Selain itu, cacat hukum formil lainnya yaitu persetujuan Kelayakan Lingkungan Hidup yang diberikan oleh MenLH kepada PT. MSM dan PT. TTN pada 5 Oktober 2009, menggunakan dokumen Amdal yang sebelumnya telah ditolak oleh Gubernur Sulut sebagai yang berwenang. Amdal  yang diberikan persetujuan kelayakan LH oleh MenLH tidak memperkirakan salah satu dampak besar dan penting yaitu jika terjadi gempa bumi, padahal daerah usaha dan kegiatannya berada di wilayah yang sangat rentan gempa, khususnya dengan penyimpanan limbah di dam di atas gunung. Sementara Indonesia belum ada aturan yang mengatur tentang bendungan lumpur. Hal ini sangat berbahaya bagi keselamatan masyarakat di sekitar operasi MSM/TTN.

Pertimbangan gugatan lainnya adalah bahwa Amdal yang diberikan kelayakan lingkungan tersebut menggunakan rona lingkungan yang berumur lebih dari tiga tahun. Bertentangan dengan pasal 24 ayat (1), (2), (3) PP No 27 tahun 1999 tentang Amdal. Karena sidang komisi Amdal komplit yang paling akhir dalam menilai Amdal MSM/TTN tertanggal 27 September 2006 sementara Keputusan Kelayakan LH diberikan tanggal 5 Oktober 2009. Sehingga Amdal sudah melewati waktu tiga tahun.

Selanjutnya, gugatan juga menduga tentang telah dilakukannya perubahan kapasitas produksi . Yaitu dalam sidang komisi Amdal 27 September 2006 rencana operasinya 6 tahun, tapi dalam kelayakan lingkungan sudah dirubah menjadi 8 tahun sebagaimana sosialisasi yang dilakukan bulan September 2009 di desa-desa lingkar tambang.

Menurut Koleangan, dalam kesaksiannya saat sidang 24 Mei 2010, Sonny Keraf, sebagai anggota DPR yang membidani keluarnya UU No 32 2009 tentang PPLH dan juga sebagai mantan Menteri Lingkungan Hidup memperkuat dugaan warga dalam gugatannya. Bahwa Amdal kedua perusahaan itu menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Utara. Untuk itu Amdal bersangkutan harus dibatalkan.

Menolak dan Resah

Adanya kesalahan ijin penambangan emas ini telah meresahkan warga. Bahkan warga mengancam akan membakar perusahaan yang sedang membangun konstruksi penambangannya bila ijin penambangan ini masih diberikan. “Warga selalu resah setiap turun hujan karena air laut sebagai muara dua sungai di lereng gunung dimana tambang akan berlangsung telah keruh. Sebelum perusahaan beroperasi, hal ini tidak pernah terjadi,” kata Wilson Arensinggah, salah satu warga penggugat.

Selama ini perusahaan telah melakukan eksplorasi kawasan sebelum penambangan emas berlangsung. Selama ini pula, pengrusakan hutan dan lingkungan hidup terus berlangsung. Ada seluas 1000 hektar kawasan hutan yang telah ditebang dalam proses eksplorasi ini. Menurut Tajudan Hema, warga penggugat lainnya, saat ini warga mulai kesulitan mendapatkan air bersih dari kolam air di lereng-lereng gunung. Air kolam menjadi panas dan warga takut menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya.

Sementara itu pembangunan dermaga di pantai kawasan tangkapan ikan nelayan oleh perusahaan tambang ini telah menggusur nelayan ke kawasan lain untuk mendapatkan ikan. Hasil tangkapan nelayan juga menurun hingga bersisa 10 persen saja. Padahal pembangunan dermaga khusus  ini tidak mempunyai ijin dari Kementerian Perhubungan.

Hingga saat ini warga terus melakukan penolakan dan pemblokiran jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan-bahan konstruksi perusahaan tambang. Namun pembangunan konstruksi juga terus berlangsung meski warga telah mengajukan gugatan ijin kelayakan lingkungan perusahaan bersangkutan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *