Ani Purwati – 13 Jan 2009
Terletak di sebuah lembah di kaki Gunung Halimun, Kampung Babakan Ciomas, Desa Citorek Kidul, Kabupaten Lebak, Banten di kelilingi kebun, sawah, hutan dan bukit. Untuk mencapainya mesti melalui jalan yang menanjak dan menurun. Seringkali tikungan tajam membuat jantung berdetak saat mobil yang dikendarai rombongan Tim G-Help FKM UI-RMI melintasinya pada 17 Desember 2008. Bahkan jembatan tua dari susunan besi dan kayu yang mulai rapuh megharuskan mobil mengurangi kecepatannya.
Saat sampai di perkampungan sebelumnya, di kawasan desa yang sama yaitu Desa Citorek Kidul, mobil mesti berhati-hati karena melintasi jembatan kayu dan jalan berbatu yang sempit, dimana sekitarnya ada perumahan penduduk, sawah dan leit atau lumbung padi.
Akhirnya sampailah perjalanan di ujung jalan di Kampung Babakan Ciomas sekitar pukul 4 sore setelah kurang lebih 5 jam perjalanan dari Bogor, Jawa Barat. Setelah beramah tamah sebentar, tanpa pikir panjang, rombongan Tim G-Help FKM UI-RMI bersama Yayasan Swadaya dan beberapa warga Kampung Babakan Ciomas menuju bangunan bak penampung air di belakang rumah penduduk.
Mereka ingin mengecek kembali kondisi bangunan bak berbentuk silinder berdiameter 3 meter dengan tinggi 2 meter 20 centimeter yang akan menampung air bersih dari sumber mata air di lereng bukit sejauh kurang lebih 1300 meter. Kedatangan Tim G-Help FKM UI-RMI (Tim Gender Health Environmental Linkages Program Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia – Rimbawan Muda Indonesia) bersama Yayasan Swadaya memang dalam rangka membantu warga dalam penyaluran air bersih dari sumber mata air terdekat melalui pipa-pipa menuju rumah penduduk di Kampung Babakan Ciomas yang biasanya menggunakan air sawah atau susukan untuk kebutuhan sehari-hari.
Bak penampung air ini sudah dibangun warga dengan pendampingan Tim G-Help FKM UI-RMI pada Oktober 2008 selama dua hari dan dilanjutkan pembangunan dua bak penampung air di sumber mata air selama tiga hari. Tentu saja dengan swadaya dan gotong royong warga, baik laki-laki maupun perempuan, orang tua ataupun anak muda.
Dengan bentuk silinder, menurut Agus Priatna sebagai Penasihat Lapangan Pembangunan Sarana Air Bersih di Kampung Babakan Ciomas, diharapkan bak penampung air ini dapat mengurangi tekanan air sehingga mencegah kebocoran. Bahkan bak penampung air berbentuk silinder ini terbuat dari kisi-kisi dari anyaman bambu yang tumbuh di sekitarnya dan dilapisi dengan campuran semen dan pasir dari kali atau sungai setempat yang diharapkan lebih ramah lingkungan selain memiliki kekuatan yang sama dengan besi. Fondasinya juga dari batu-batu kali yang diharapkan bisa mengantisipasi bahaya gempa.
Sebelum melakukan pemasangan pipa, pada malam harinya warga mendapat pengarahan dari Tim G-Help FKM UI-RMI dan Yayasan Swadaya. Dalam pengarahan itu disampaikan bahwa proses penyaluran air bersih terdiri dari penggalian tanah sedalam kurang lebih 20 centimeter, sejauh kurang lebih 1300 dari sumber mata air sampai bak penampungan air di kampung, pemasangan pipa, penutupan pipa dengan tanah, pengecekan sarana dan aliran air setelah pemasangan.
Keesokan harinya pada 18 Desember 2008, tepat pukul 07.00 WIB, warga bersama Tim G-Help FKM UI-RMI dan Yayasan Swadaya memulai aktivitas pemasangan pipa. Dengan membentangkan gulungan pipa yang masing-masing berukuran 50 meter, sekitar 37 warga laki-laki menuju sumber mata air melalui pematang sawah yang belum ditanami padi dan berisi air, mendaki lereng bukit, melintasi sungai dan semak-semak. Setelah sampai di sumber mata air, sebagian warga memasang pipa pada tanah yang sudah digali sebelumnya mulai dari bak penampung di sumber mata air. Sementara sebagian warga lainnya melanjutkan menggali tanah.
Dengan kesadaran dan kebersamaan warga yang tinggi dalam gotong royong, akhirnya pemasangan pipa bisa selesai lebih dari separo jarak keseluruhan (kurang lebih 700 meter dari 1300 meter) dalam sehari, yaitu sampai pukul 16.00 WIB. Jarak itu juga meliputi pemasangan pipa yang melintasi dua sungai yang masing-masing selebar kurang lebih tujuh meter.
Pemasangan pipa dilanjutkan esok harinya pada 19 Desember 2008 tepat pukul 07.00 WIB kembali. Akhirnya pemasangan pipa ini bisa selesai sebelum pukul 11.00 WIB. Penyelesaian pemasangan pipa ini lebih cepat dari perkiraan sebelumnya yang bisa mencapai tiga hari. “Menurut perkiraan, dengan kondisi alam yang ada pemasangan pipa baru bisa selesai pada hari berikutnya, tepi ternyata hanya satu setengah hari pemasangan pipa bisa selesai,” kata Rojak Nurhawan sebagai Koordinator Lapangan Tim G-Help FKM UI-RMI
Air Mengalir Ke Kampung
Setelah istirahat, pada pukul 13.00 WIB, di bawah guyuran hujan lebat, warga bersama Tim G-Help FKM UI-RMI mengecek saluran pipa dan membersihkan bak penampung sumber mata air lalu mengalirkan air dari sumber mata air ke bak penampung air di kampung melalui pipa yang sudah terpasang. Setelah air berhasil mengalir sampai bak penampung air, air yang awalnya keruh dialirkan keluar bak penampung melalui pipa pembuangan. Setelah tekanan air yang keluar stabil dan jernih pipa pembuangan ditutup kembali sehingga bak penampung mulai terisi air dari sumber mata air.
Melihat air dari sumber mata sudah mengisi bak penampung air, warga sangat gembira sekali. Ibu-ibu yang ikut dalam gotong royong baik pembangunan bak penampung air, pemasangan pipa dan pengadaan konsumsi, berkumpul di sekitar bak penampung air dan melihat ke dalam bak. Bapak-bapak yang telah datang dari pengecekan bak penampung sumber mata air dan pipa juga senang. Di antara mereka ada yang melihat air yang mulai mengisi bak penampung, ada yang mengecek pipa saluran air dari bak penampung menuju rumah-rumah penduduk. Untuk sementara ada empat pipa saluran air yang sudah bisa berfungsi dari enam pipa saluran air yang ada.
Pada sore hari, sekitar pukul 16.30 WIB air sudah bisa mengalir ke rumah-rumah penduduk. “Ya, kami sangat senang dan bersyukur atas selesainya pemasangan sarana dan pengaliran air ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu,” kata Rohenah, salah satu warga Babakan Ciomas.
Dia berharap pengaliran dan pemanfaatan air ini bisa berkelanjutan. Bahkan pemanfaatannya bisa dilakukan bersama dengan warga kampung lain yang biasanya menggunakan air sumur.
Sementara itu Agus Priatna berharap sarana air ini dapat dimanfaatkan dengan perawatan secara lestari. Pemanfaatan air bersih dari mata air ini juga bisa berdampak pada meningkatnya kualitas kesehatan warga dan menurunkan derajat penyakit (kulit dan diare) dengan kualitas sanitasi yang lebih baik. “Ke depan juga tidak menutup kemungkinan bagi peningkatan sosial dan ekonomi dengan peluang kolam ikan dengan air yang berlebihan dari bak penampung,” kata Agus Priatna yang berharap ada badan pengelola sarana air bersih di Kampung Babakan Ciomas ini.
Akhirnya harapan adanya badan pengelola sarana air bersih di Kampung Babakan Ciomas ini terwujud. Dengan musyawarah yang dipandu Tim G-Help FKM UI-RMI pada malam harinya, warga berhasil membentuk ulu-ulu (badan pengelola sarana kampung) khusus sarana air lengkap dengan peraturan kampungnya.
Penghargaan Untuk Kebersamaan
Kekompakan dan kebersamaan warga Kampung Babakan Ciomas patut mendapat penghargaan. Menurut Rozak Nurhawan sebagai Koordinator Lapangan Tim G-Help UI-RMI, untuk mendapatkan air bersih dari sumber mata air sejauh 1300 meter itu, warga berswadaya dengan mengumpulkan dana sendiri. Dengan estimasi biaya minimal 25 juta rupiah saat analisa Januari-Pebruari 2008, dana warga hanya terkumpul sekitar 2,8 juta rupiah, sedangkan bantuan dari Tim G Help FKM UI-RMI juga terbatas, ternyata dana terbesar bisa terkumpul dari kerja bakti dan kebersamaan warga yang terdiri dari sekitar 40 KK dan material batu dan pasir yang ada di sungai setempat, kurang lebih senilai 20 juta rupiah.
Melihat kebutuhan mendesak warga akan air bersih serta antusias dan kebersamaan warga yang ingin berubah dengan hidup lebih bersih dan sehat menggunakan air dari sumber mata air setelah penyadaran dari Tim G-Help UI-RMI, Yayasan Swadaya di bawah naungan PT Wavin yang memproduksi pipa, akhirnya bersedia memberi bantuan pipa dari jenis HDPE atau Wavin Black senilai kurang lebih 65 juta rupiah.
“Pemilihan jenis pipa ini disesuaikan dengan karakter pipa yang dapat bersifat elastis dan bisa mengikuti bentuk bumi yang terjal dan berliku sehingga dapat mempermudah pemasangan dan penyambungan,” kata Usman sebagai teknisi dari Wavin.
Menurutnya, pipa jenis HDPE ini juga tidak berbahaya untuk menyalurkan air baik dalam kondisi panas ataupun dingin. Sehingga kualitas air bersih dan sehat tetap bisa terjaga.
Dia berharap sarana air bersih ini bisa terjaga oleh warga yang telah menunjukkan kebersamaannya dalam pembangunannya. Warga pun bisa mendapatkan air bersih untuk selamanya.