Ani Purwati – 03 Mar 2009
Saat ini yang terpenting dilakukan adalah mengubah cara pandang masyarakat agar melihat sampah itu bermanfaat. Ke depan sampah harus dilihat sebagai komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di wilayah setempat, tidak ada yang harus dibuang. Sehingga yang sampai ke TPA hanya tinggal 10 persen.
Demikian ungkap Gempur Adnan, Deputi Pengendalian Pencemaran Kementrian Lingkungan Hidup saat peringatan empat tahun tragedi longsornya TPA Leuwigajah di Kampung Cilimus, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat pada Sabtu (21/2).
Menurutnya, sampah mempunyai dua sisi yang bisa dilihat. Pertama ketidakmampuan dalam mengelola sampah akan menjadikannya ancaman bagi manusia, seperti menyebabkan banjir dan sebagainya. Kedua bisa mendatangkan manfaat bila manusia mengolahnya dengan baik.
”Sekarang tergantung dari kita dari sisi mana melihatnya?” kata Gempur.
Upaya pengubahan mainset masyarakat terhadap sampah dapat dilakukan dengan pembuatan kawasan percontohan pengolahan sampah di tengah pemukiman penduduk. Misalnya dengan kegiatan pemilahan sampah sesuai dengan jenis dan sifat sampah (sampah organik dan anorganik). Pengolahan sampah organik dan anorganik menjadi produk yang bernilai ekonomis seperti pupuk kompos, hasil karya tangan dan sebagainya.
Dengan pengelolaan yang baik seperti pengolahan sampah organik menjadi kompos, akan menghasilkan pupuk organik yang bermanfaat dengan nilai ekonomis tinggi. Di samping bisa membantu petani dalam penyediaan pupuk yang harganya sudah melambung tinggi saat ini.
Dia berpendapat bahwa kejadian longsornya sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah empat tahun lalu menunjukkan ketidakmampuan manusia dalam mengelola sampah dengan baik. Pengelolaan sampah bukan hanya tugas dan tanggungjawab pemerintah. Masyarakat dengan kemampuannya juga harus terlibat.
Menurut Setiawan Wangsaatmaja sebagai Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat, dalam pengelolaan sampah yang terpenting adalah bagaimana menata yang saat ini ada. Seperti sampah di Leuwigajah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos untuk tanaman organik, tempat pembelajaran pembuatan kompos yang baik atau menjadi pusat pengelolaan sampah yang baik.
Dijelaskannya bahwa untuk menangani sampah Bandung Raya (Sumedang, Cimahi, Garut) yang volumenya mencapai 2500 ton per hari, konsep penting yang dikembangkannya adalah menangani sampah dari sumbernya. Sejak tiga minggu lalu, pihaknya sudah mencanangkan untuk memulainya dari kantor-kantor pemerintahan.
Sebagai Ketua Panitia peringatan longsornya TPA Leuwigajah tersebut, Siti Euis Komilah menyebutkan bahwa peringatan ini bertujuan agar kejadian di TPA Leuwigajah tidak terulang lagi. Dia bersama warga lainnya berharap agar masyarakat bisa mengambil pelajaran dari longsornya sampah akibat keteledoran manusia tersebut. Menurutnya peringatan ini tidak untuk mengungkit masa lalu yang pahit.
”Seharusnya sampah dikubur manusia, bukan sebaliknya, sampah yang mengubur manusia.” ungkap Euis.
Peringatan empat tahun longsornya TPA Leuwigajah dihadiri ratusan warga Desa Batujajar Timur dan sekitarnya, bersama masyarakat Kampung Adat Cirendeu, ulama, dan pemerintah baik pusat maupun daerah. Peringatan diisi dengan acara doa bersama, sambutan, tabur bunga dan tanam pohon.