Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Proyek Padi Transgenik di Tiongkok Dihentikan

Mengejutkan, Departemen Pertanian Tiongkok telah memutuskan tidak melanjutkan program pengembangan padi dan jagung rekayasa genetik (transgenik) atau Genetically Modified Organisme-GMO). Beberapa ahli lingkungan mengatakan kekhawatiran publik tentang tanaman GMO memainkan peran kunci dalam keputusan ini.

Pada tanggal 17 Agustus lalu, ketika izin ini akan diperbarui, Departemen Pertanian Tiongkok memutuskan untuk tidak memperpanjangnya. Pada tahun 2009, Komite Keamanan Hayati mengeluarkan sertifikat persetujuan untuk mengembangkan dua tanaman, padi dan jagung.

Dikembangkan oleh Universitas Pertanian Huazhong, dekat Wuhan, diharapkan strain transgenik akan membantu mengurangi penggunaan pestisida hingga 80 persen, sementara hasil panen meningkat sebanyak 8 persen, kata Huang Jikun, kepala ilmuwan Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok (Chinese Academy of Sciences) kepada Reuters pada tahun 2009. Namun, merupakan tindakan ilegal menjual beras transgenik di pasar terbuka di Tiongkok.

Namun pada bulan Juli, beras transgenik ditemukan dijual di supermarket besar di Wuhan, yang tepat di seberang Sungai Yangtze dari Universitas Pertanian Huazhong, dimana produk ini dikembangkan, yang menyebabkan kemarahan publik.

“Kami percaya bahwa (penghentian ini) terkait ijin penelitian kajian dan pemantauan GMO, seperti perhatian publik seputar isu keamanan adalah alasan terpenting bahwa sertifikasi tidak diperbarui,” kata Wang Jing, dari Greenpeace di Beijing melalui emailnya.

Menurut South China Morning Post, televisi pemerintah, tes lima paket padi secara acak, menemukan tiga diantaranya  berisi padi transgenik. Ini adalah penjualan padi transgenik ilegal di daratan Tiongkok. Isu sertifikasi keamanan pada 2009 hanya mengijinkan padi ditanam untuk penelitian, bukan untuk dijual di pasar terbuka.

Strain yang ditemukan, adalah salah satu dari dua yang dikembangkan oleh Dr Zhang Oifa, seorang profesor di Universitas Pertanian Huazhong. Ia mengatakan, “itu tidak mungkin” benih yang akan disimpan di pasar terbuka.

“Anda tidak bisa mengatakan [benih] yang bocor tersebut disengaja. Mungkin perusahaan benih telah mengambil benih dan memperbanyak secara ilegal,” katanya, seperti dilansir South Tiongkok Morning Post.

Namun, Huang Jikun juga berpendapat bahwa opini publik bukan satu-satunya alasan mengapa proyek itu ditangguhkan. Dia menyatakan bahwa Tiongkok telah mencapai swasembada dalam hal produksi padi, jadi tidak ada gunanya memproduksi versi modifikasi genetik atau transgenik. Tiongkok mengekspor beras sangat sedikit karena hampir semuanya dikonsumsi dalam pasar domestik. Huang juga mengakui, “meningkatnya kekhawatiran publik [tentang] keamanan berastransgenik” mungkin juga memainkan peran.

Cong Cao, yang adalah seorang profesor di Universitas Nottingham di Inggris, mengomentarikeputusan itu. Menulis dalam jurnal ‘The Conversation’, ia mengatakan langkah itu “sinyal pukulan besar bagi upaya mengembangkan makanan transgenik di Tiongkok.”

Cao percaya tidak ada logika di balik penilaian ini,  menambahkan bahwa “Sentimen anti-Barattelah dinilai lebih meyakinkan daripada studi mendukung manfaat agro-bioteknologi. Dukungan pemerintah untuk makanan transgenik menyusut dengan cepat, dan sepertinya aman untuk mengatakan bahwa itu kesempatan untuk mengkomersialkan beras transgenik – dan dengan itu kesempatan untuk membantu mengatasi beberapa masalah Tiongkok yang paling mendesak –Tapi semua telah hilang.”

Produksi jagung transgenik belum mendapat banyak skeptisisme, mungkin karena digunakan terutama pakan ternak, menurut Huang Jikun. Namun demikian, seperti halnya beras, jagungjuga tidak memiliki izin baru.

Diterjemahkan secara bebas dari http://rt.com/news/181860-gm-Tiongkok-rice-stopped/ edisi 21 Agustus 2014.

(ed. September 2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *