Lutfiyah Hanim – 07 Mar 2013
Petani Vernon Bowman, 75 tahun digugat Monsanto karena tuduhan menanam benih kedelai transgenik RR (Roundup Ready) secara illegal. Ini adalah insiden kesekian ratus kalinya perusahaan tersebut menggugat petani.
Laporan Center For Food Safety (CFS) & Save Our Seeds (SOS) menyebutkan sampai akhir tahun 2012, Monsanto telah mengajukan gugatan 142 kasus pelanggaran paten atas benih yang melibatkan 410 petani dan 56 bisnis pertanian sebagai tergugat di 27 negara bagian di Amerika. Dengan nilai gugatan untuk 72 kasus sebesar lebih dari 23 juta dolar Amerika.
Kasus petani dari Indiana Amerika Serikat telah disidangkan sejak tahun 2007, dan pengadilan memenangkan perusahaan raksasa benih tersebut pada pengadilan banding. Saat ini proses masih berlangsung di Mahkamah Agung Amerika Serikat.
Kasus berawal ketika Vernon Bowman membeli benih kedelai di sebuah toko benih yang besar dan dia tidak tahu bahwa benih tersebut adalah kedelai transgenik produksi Monsanto. Setelah ditanam, Bowman kemudian menyisihkan benihnya lalu ditanam kembali musim berikutnya, hal yang secara turun temurun, dilakukan oleh para petani di seluruh dunia.
Monsanto adalah produsen benih hasil rekayasa genetik. Benih transgenik produksinya dilindungi paten. Setiap petani yang membeli benihnya menandatangi surat kontrak’ yang menyatakan tidak menyimpan benih yang telah dibelinya. Ini untuk memastikan petani tidak menanam kembali benih tersebut.
Bowman terancam menghadapi tuntutan ganti rugi sebesar 84456 USD (atau sekitar 802 juta rupiah) jika akhirnya pengadilan memenangkan Monsanto.
Sementara Vernon Bowman menyatakan, bahwa dia membeli benih kedelai yang beragam di toko benih besar. Dia tidak mengehui bahwa ada benih transgenik milik Monsanto. Selain itu, karena merupakan benih campuran berbagai varietas, dia tidak mengetahui ada benih yang dipatenkan.
Salah satu poin yang diangkat dalam kasus ini adalah mengenai exhaustion rights yang diatur dalam undang-undang paten di Amerika. Exhaustion rights merupakan satu dari batasan dari hak atas kekayaan intelektual (HKI). Secara umum, ekploitasi secara komersial produk yang dilindungi HKI berakhir pada saat pertama kali dijual ke pasar. Dengan demikian tindakan selanjutnya, misalnya, menjual kembali, meminjamkan atau bentuk komersial lainnya oleh pihak ketiga tidak dapat dikontrol atau ditentang oleh pemegang hak. Untuk exhaustion rights seperti ini, ada kesepakatan yang telah diterima secara luas bahwa konsep tersebut berlaku paling tidak berlaku untuk pasar domestik.
Dalam pandangan hukum (amicus curiae) yang disampaikan oleh Knowledge Ecology International (KEI) menyebutkan bahwa doktrin exhaustion rights dalam aturan paten telah berlaku di AS selama lebih dari 150 tahun. Pengecualian untuk teknologi yang bisa memperbanyak sendiri (self replicating), seperti yang diterapkan dalam keputusan pengadilan AS dalam kasus Bowman versus Monsanto, “akan menciptakan hak paten yang tidak terbatas, dan akan merugikan konsumen akhir yang mungkin tidak menyadari bahwa mereka menggunakan teknologi yang dipatenkan”.
Dalam konferensi pers yang diadakan oleh CFS dan SOS, Vernon Bowman ditanya tentang kasusnya yang kadang dianggap antara David melawan raksasa Goliath, dia menjawab bahwa ini bukan seperti David dan Goliath. Bowman mengatakan , “kasus ini adalah antara benar dan salah”.
Kasus Bowman diperkirakan akan diputuskan pada bulan mendatang.
Gugatan perusahaan atas paten benih merupakan alarm tanda bahaya bagi petani-petani di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Karena Monsanto juga beroperasi di banyak negara, serta sedang berupaya menjual benih-benih trasngeniknya di Indonesia. Apalagi di beberapa tempat di Jawa timur, telah terjadi 15 kasus kriminalisasi petani sejak 2004 – 2010 karena tuduhan mengembangkan benih jagung hibrida milik perusahaan.
Sumber: www.ip-watch.org; Huffington Post. www.centerfoodsafety.org