Disarikan Ani Purwati – 12 Nov 2010
Konferensi Perubahan Iklim ke 16 di Cancun, Meksiko penting untuk menghasilkan kesepakatan-kesepakatan yang akan dijadikan perjanjian internasional yang mengikat (legally binding) dan mulai berlaku. Juga disepakati langkah-langkah yang jelas untuk tercapainya perjanjian internasional yang baru pasca Protokol Kyoto. Demikian menurut Nyoman Iswarayoga, Direktur Program Iklim dan Energi, WWF-Indonesia dalam presentasinya di Jakarta (10/11).
“Paling tidak ada kesepakatan yang memberikan keleluasaan untuk pelaksanaan mekanisme REDD+, adaptasi, mitigasi, pendanaan dan transfer teknologi sebelum adanya perjanjian yang legally binding,” katanya.
Menurutnya, Protokol Kyoto akan berakhir pada 2012. Untuk itu diperlukan kerangka perjanjian baru yang berisi kesepakatan dan komitmen global dalam rangka penurunan emisi berdasarkan prinsip ‘common but differentiated responsibility’
Dalam ‘Bali Action Plan’, beberapa hal yang perlu dicatat yaitu Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs) yang dilakukan negara berkembang dengan dukungan teknologi dan pendanaan, dimasukkannya peran konservasi, pengelolaan hutan berkelanjutan dan
pengayaan stok karbon dalam REDD. Sementara Copenhagen Accord’ menegaskan beberapa hal penting yaitu mutlak dibutuhkan penurunan emisi global untuk mencegah kenaikan temperature global di atas 2oC, dukungan dari negara maju dalam pendanaan, teknologi dan peningkatan kapasitas untuk adaptasi terhadap perubahan iklim di negara berkembang, perlu disegerakan mekanisme pelaksanaan REDD+ dalam rangka mobilisasi pendanaan dari negara maju.
Indonesia sendiri telah melakukan beberapa langkah dalam penanganan perubahan ikim. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat KTT G20 di Pittsburg memberikan komitmen sukarela Indonesia untuk menurunkan emisi sebesar 26% dengan usaha sendiri dan mencapai 41% dengan bantuan internasional sampai dengan tahun 2020. Nilai 26 % berasal dari 14% sektor kehutanan, 6% sektor energi, dan 6% sektor sampah.
Untuk melaksanakan komitmennya, Indonesia sedang menyusun Rencana Aksi Nasional Penurunan Gas Rumah Kaca (RAN GRK), sebelumnya telah ada dokumen Indonesia Climate Change Sectoral Roadmap (ICCSR). Terlepas dari kesepakatan UNFCCC, Indonesia juga aktif membangun kerja sama bilateral dan multilateral dalam rangka penurunan emisi seperti dengan Norwegia, Jerman, Inggris, dan AS.
Melalui laporannya, Hilary Chiew and Meena Raman dari Third World Network (TWN-http://www.twnside.org.sg/) 12 Oktober lalu saat berlangsung perundingan perubahan iklim di Tianjin, China, menyebutkan bahwa negara-negara berkembang saat pleno penutup Kelompok Kerja Ad Hoc Aksi Kerjasama Jangka Panjang (Ad Hoc Working Group on Long Term Cooperative Action-AWGLCA), menekankan bahwa dasar perundingan di Cancun harus menjadi teks perundingan yang didorong oleh Para Pihak.
G77 dan China menekankan bahwa untuk pemahaman sebagai dasar perundingan bagi pertemuan ke-16 Konferensi Para Pihak UNFCCC di Cancun pada bulan November harus membahas teks 13 Agustus. Pemahaman ini disampaikan oleh Ketua AWG-LCA, Margaret Mukhahanana-Sangarwe Zimbabwe.
Tentang pemahaman ini ditekankan dalam paripurna penutup tiga jam yang ditandai oleh kekacauan distribusi dokumen yang menangkap hasil dari kelompok penyusunan di Tianjin, setelah satu minggu dari diskusi yang dimulai pada tanggal 4 Oktober.
Para Pihak juga mengungkapkan perasaan campur aduk atas apa yang akan dicapai di Cancun. Ketua AWG-LCA mengatakan bahwa kemajuan kerja kelompok penyusunan dan beberapa kelompok lain (dari kelompok drafting) nampak dalam rancangan teks yang dibagikan kepada Para Pihak.
Ketua mengatakan bahwa bntuk mengambil langkah kerja ke depan (untuk Cancun), sebuah dokumen ‘INF’ (informasi) yang akan dihasilkan oleh Sekretariat mengandung teks-teks konsep. Dia juga mengatakan bahwa teks perundingan dari 13 Agustus juga akan di dibahas di Cancun. Perundingan di Cancun akan fokus pada isu-isu yang tidak ada banyak kemajuan.
Kekacauan berasal dari distribusi hasil yang berbeda dari empat kelompok penyusunan pada berbagai visi untuk aksi kerjasama jangka panjang; adaptasi, mitigasi, dan keuangan, teknologi dan pengembangan kapasitas. Beberapa kelompok penyusunan diproduksi revisi teks rancangan yang didasarkan pada 13 Agustus negosiasi teks yang, dalam beberapa hal, disertai dengan catatan menurut masing-masing fasilitator.
Sumber: http://www.twnside.org.sg/title2/climate/news/tianjin01/tianjin_news_up12.pdf