Ani Purwati – 09 Dec 2008
Saat diskusi Subsidiary Body on Implementation on the Least Developed Countries Fund dan review mekanisme pendanaan konvensi, Kelompok G77 dan China menekankan bahwa negara maju masih belum bisa memenuhi komitmen pendanaan mereka. Aturan Global Environmental Facility (GEF) juga menjadi perhatian negara berkembang. Demikian laporan Juan Hoffmaister and Chee Yoke Ling dari Third World Network (3/12).
Dalam laporan itu disebutkan bahwa Philipina atas nama Kelompok G77 dan China mengatakan bahwa Least Developed Countries Fund (LCDF) dapat disebut Least Developed Fund yang kurang pendanaan. Dia mengatakan jumlah 172 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang dijanjikan merupakan jumlah yang sangat sedikit dan bukan bonus natal bank CEO yang baru-baru ini menjamin Amerika Serikat (AS).
Beberapa negara termasuk Maldives (Kelompok LDC), Pulau-pulau Solomon, Mali, Malawi, Gambia, Tanzania dan Kiribati juga mengalami kesulitan dalam akses dana. Sebagain besar delegasi menyampaikan keluhannya bahwa tujuh tahun setelah penetapan LCDF pada 2001 di COP Marrakech senilai 172 juta dolar AS, hanya tinggal penetapan dan hanya satu proyek yang disetujui.
Maldives, Kelompok LDC mengatakan bahwa proses persetujuan rumit dan lambat. Prinsip dana kontradiksi ini sebenarnya untuk mendukung pelaksanaan dengan cepat dan mendesak aktivitas identifikasi dalam aksi program adaptasi nasional (national adaptation programmes of action – NAPA).
Mali menekankan bahwa proses penerimaan dana perlu ditinjau kembali. Negara itu juga menyatakan bahwa dana tidak akan cukup, seperti 3 juta dolar AS, tidak cukup untuk program adaptasi bahkan untuk negara kecil.
Kiribita mencatat bahwa 6 juta dolar AS dari GEF, hanya 3,5 juta dolar AS diterima, dan negara terkait mencari dana lainnya.
Malawi mencatat bahwa mereka telah memulai prioritas proses pembangunan tentang adaptasi pada 1996, tetapi pelaksanaan belum bisa dilakukan karena tidak mempunyai dana, sementara orang-orang telah menderita akibat dampak perubahan iklim.
Peninjauan kembali mekanisme pendanaan konvensi dan laporan GEF pada COP juga dibahas SBI.
Negara berkembang menyatakan kekurangan mekanisme sekarang dalam memperhatikan kebutuhan negara berkembang dan mengingatkan belum terpenuhinya komitmen negara maju.
Philipina atas nama Kelompok G77 dan China menekankan pentingnya peninjauan kembali mekanisme pendanaan dalam menentukan aksi yang diambil bagi keputusan COP 15 pada 2009, dan meminta laporan tahunan GEF menunjukkan perhatiannya sebelum pertemuan.
Algeria sebagai wakil Kelompok Afrika menekankan perlunya peningkatan perkiraan dana, mencatat bahwa kajian dana yang diperlukan seharusnya dilengkapi di depan, untuk perhitungan pengisian kembali Kerangka Alokasi Sumber (Resource Allocation Framework – RAF).
Jepang mengetahui batasan antara permintaan dan suplai sumber daya pendanaan untuk adaptasi dan mitigasi dan menyambut baik penetapan Dana Investasi Iklim (Climate Investment funds – CIF) di bawah World Bank dengan 6 milyar dolar AS yang disetujui. Jepang mencatat bahwa dana publik sendiri tidak untuk memenuhi kebutuhan adaptasi dan mitigasi, dan menyatakan bahwa mekanisme pendanaan seharusnya mengkatalisasi sumber daya dan pentingnya mempromosikan investasi swasta untuk membangun kondisi yang baik dalam negeri negara berkembang.
GEF dalam laporan tahunannya menggarisbawahi bagaimana mereka membantu LDCS, SIDS dan negara berkembang lain. Mereka menyatakan bahwa 50 juta dolar AS telah dialokasikan bagi program strategis untuk meningkatkan teknologi berwawasan lingkungan. Setelah GEF mempresentasikan laporan tahunannya menyatakan bahwa staff GEF siap melakukan diskusi bilateral dengan berbagai negara, delegasi negara berkembang menekankan bahwa GEF hanya mengoperasikan mekanisme pendanaan, begitu pun Philipina sebagai wakil Kelompok G77 dan China.
Sumber: