Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Membaca, Gugah Peduli Lingkungan Hidup Sejak Dini

Ani Purwati – 07 Dec 2009

Pendidikan tentang lingkungan hidup sejak dini sangat penting bagi anak-anak. Agar anak-anak mudah menangkap apa yang disampaikan dalam pendidikan itu, perlu satu cara yang tepat. Tidak selalu melalui cara-cara formal seperti dalam pendidikan sekolah. Anak-anak juga bisa belajar dan mengenal lingkungan hidup dan kondisinya sekarang melalui permainan, menggambar, mewarnai, membaca, kuis dan sebagainya.

Melalui pemaran dan aksi seperti Green Festival, Aksi untuk Bumi yang diselenggarakan oleh perusahaan dan media nasional pada 5-6  Desember 2009, anak-anak mulai usia balita sampai remaja dapat mengenal lingkungan hidup dan apa yang perlu dilakukan untuk menjaga lingkungan hidup di bumi ini tetap lestari. “Anak-anak bisa membaca pengetahuan tentang lingkungan hidup, hutan, sampah dan sebagainya dengan alur yang disediakan di pemeran ini. Sedangkan anak-anak yang belum bisa membaca ya melihat-lihat dulu,” kata Santi dari Jakarta yang datang bersama suami dan anak-anak, Minggu (6/12).

Menurut Santi, informasi-informasi dalam pameran dan aksi ini sangat bermanfaat untuk memberi pengetahuan lingkungan hidup kepada masyarakat umum khususnya anak-anak. Sehingga mereka dapat peduli dan melakukan aksi nyata yang bermanfaat untuk menjaga lingkungan hidup sejak dini.

Upaya menjaga dan melestarikan lingkungan hidup sangat diperlukan di tengah kondisi lingkungan hidup yang banyak mengalami perubahan dan kerusakan, seperti udara yang makin panas, sering terjadi bencana dan sebagainya.

Melalui acara pameran dan aksi dengan bermacam informasinya, pengunjung yang sebagian besar anak-anak juga, dapat mengetahui pentingnya pohon dan hutan untuk menyerap karbondioksida penyebab pemanasan global, penahan air hujan sehingga tidak banjir dan longsor. Selanjutnya mereka dapat menjaga pohon dan hutan yang sudah mulai berkurang ini. Suatu kegiatan yang sudah lama dilakaukan masyarakat adat di seputar hutan seperti suku Amungme di Papua Barat, suku Dayak Iban di Kalimantan Barat.

Suku Amungme melihat tanah sebagai ibu kandung. Artinya mereka yang menebang hutan, apalagi secara liar atau tanpa ijin berarti telah membunuh ibu mereka. Hutan merupakan lahan komunal, tidak ada seorangpun yang dapat mengklaim kawasan hutan sebagai hak milik individu.

Sementara itu suku Dayak Iban Sungai Utik telah membagi kawasan hutan adatnya menjadi tiga. Yaitu pertama, Kampong Taroh sebagai kawasan hutan lindung adat yang tidak boleh ada kegiatan perladangan, mengambil atau menebang kayu, untuk melindungi mata air dan perkembangbiakan satwa.  Kedua, Kampun Galau sebagai kawasan hutan cadangan, dimana masyarakat diperbolehkan mengambil tanaman obat, kayu api dan membuat sampan, dengan pengawasan sangat ketat.

Ketiga, Kampung Endor Kerja sebagai kawasan hutan produksi yang memproduksi kayu dan dapat dimanfaatkan kayunya dengan syarat kayu yang diambil berdiameter di atas 30 cm.

Anak-anak juga dapat mengetahui pentingnya penanganan sampah dengan baik. Melalui reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali untuk fungsi yang lain), recycle (mendaur ulang kembali), replace (memakai kembali) dan rethink (berfikir ulang), sampah dapat dikurangi dan bermanfaat. Tidak hanya menimbulkan masalah dan bencana yang dapat merenggut nyawa manusia. Tetapi bisa menghasilkan manfaat dan penghasilan bagi pengelolanya. Seperti kompos yang bisa menjadi pupuk yang berkualitas dan bernilai ekonomis bagi hasil tanamannya, sampah plastik yang bisa diolah menjadi beranekaragam hasil karya menarik dan sebagainya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *