Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Krisis Iklim Butuhkan Pemikiran dan Pendekatan Baru dari Semua Pihak

 

Disarikan Ani Purwati – 20 Jun 2008

Ketika perubahan iklim siap mengancam pembangunan, mata pencaharian dan keberadaan beberapa negara berkembang, ternyata belum ada kepedulian berarti di antara pemerintah.  Padahal krisis iklim membutuhkan pemikiran dan pendekatan baru dari semua pihak.

Demikian disampaikan Duta Besar Byron Blake, Ketua Kelompok G77 dan China dalam penutupan pertemuan kelompok di bawah Badan PBB tentang Konvensi Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)), Ad-Hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action (AWG-LCA), di Bonn (12/6).

Luiz Machado dari Brazil, Ketua AWG-LCA, menyampaikan draf kesimpulan yang diadopsi para pihak, di antaranya berisi: Pertama, para pihak diminta menyampaikan gagasan dan proposal yang sesuai dan dapat diperluas, spesifik tentang elemen Rencana Aksi Bali, mempertimbangkan keterkaitan di antara elemen untuk fokus pada pertimbangan lima elemen AWG-LCA.

Kedua, para pihak diminta menyampaikan gagasan dan proposal tentang subjek workshop AWG-LCA 2008. Workshop ini tentang mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan negara berkembang (REDD), pendekatan sektor dan aksi spesifik sektor, managemen risiko dan strategi pengurangan risiko, kerjasama, penelitian dan pembangunan, teknologi baru dan inovatif, visi bersama aksi kerjasama jangka panjang.

Lalu ketiga, berdasarkan sumber daya pendanaan, sekretariat mengundang para pihak untuk menyiapkan dan menyediakan pertimbangan dalam dokumen teknis keempat sesi tentang (1) tantangan dan peluang mitigasi di sektor pertanian, (2) mekanisme, termasuk perlengkapan jaminan inovatif yang dapat digunakan untuk mengatur risiko pembiayaan dari dampak langsung perubahan iklim negara berkembang, termasuk pertimbangan kondisi khas negara berkembang yang rentan, khususnya LDCs, SIDs dan negara-negara di Afrika dan desain mekanisme bersama sebagai masukan dari ahli teknis dalam hal jaminan, reansuransi dan penilaian risiko, (3) update dokumen teknis tentang laju pembiayaan dan investasi perubahan iklim, (4) catatan informasi tentang adaptasi terkait aktivitas dalam sistem PBB.

Selanjutnya program kerja 2009, telah dikonfirmasikan bahwa empat sesi akan diadakan selama delapan minggu.

Slovenia atas nama Uni Eropa mengatakan bahwa ada perubahan penuh dari gagasan proposal para pihak.  Kemajuan di Bonn merupakan langkah untuk mencapai target 2009 dan tidak ada waktu untuk mengulur waktu.

Duta Besar Byron Blake dari Antigua dan Barbuda atas nama G77 dan China mengatakan bahwa kelompok kerja ini selalu menekankan bahwa perubahan iklim merupakan ancaman serius khususnya pada negara berkembang dan membutuhkan tindakan serta  tanggapan mendesak secara global.

Dia mengatakan bahwa kelompok ini telah memperhatikan fakta dampak kurang baik perubahan iklim dan fenomena terkait yang mengancam pembangunan berkelanjutan, mata pencaharian dan keberadaan negara berkembang dan khususnya Afrika, LDCs, LLDCs, SIDs dan negara berkembang yang rentan bencana. Fakta ilmiah yang mendukung klaim para pihak, sekarang dikenal secara global dan konferensi para pihak di Bali menetapkan rencana mendesak dan aksi jangka panjang. Maka menurutnya, tanggapan para pihak sangat mendesak.

“Kita telah membuat beberapa kemajuan di sini tetapi kita harus  mempertimbangkan resolusi konferensi para pihak untuk meningkatkan pelaksanaan konvensi agar tercapai target akhir secara penuh menurut prinsip dan komitmen,” katanya.

Kelompok G77 dan China mengatakan, ada periode dua tahun untuk menghasilkan  program yang diperlukan dan enam bulan telah berlalu. Terhadap mandat yang jelas kerja AWG-LCA ke depan seharusnya secara penuh, efektif dan pelaksanaan berkelanjutan konvensi melalui kerjasama jangka panjang, sekarang, sebelum dan sampai 2012.

“Bagaimanapun kita juga terlihat tidak konsisten dalam proposal berkaitan dengan mekanisme seperti komunikasi nasional, Program Kerja Nairobi, mekanisme pembiayaan, pengembangan dan transfer teknologi serta pengembangan kapasitas. Kemajuan pada isu ini merupakan bagian integral proses pengembangan kepercayaan dan menggambarkan persiapan ke depan.”

Rencana Aksi Bali merupakan langkah peningkatan yang disesuaikan untuk dapat melengkapi secara efektif dan berkelanjutan pelaksanaan konvensi. Rencana ini  meminta visi bersama para pihak dalam langkah jangka panjang dan sesuai dengan ketentuan konvensi. Sesuai prinsip umum namun dengan tanggungjwab dan kapasitas berbeda, masing-masing pihak melakukan:

  • Membuat upaya besar untuk mengurangi perubahan iklim dalam waktu yang singkat.
  • Meningkatkan adaptasi terhadap kerusakan yang terjadi.
  • Menyediakan pengembangan dan transfer teknologi untuk mendukung mitigasi dan adaptasi.
  • Menyediakan sumber dana dan investasi untuk mendukung mitigasi, adaptasi dan kerjasama teknologi.

“Kebutuhan besar ini menuntut pemikiran baru dan pendekatan kita semua,” kata Blake. Kelompok ini memperhatikan bahwa para pihak nampak sedikit kepeduliannya dari pendekatan yang diperlukan untuk mendapatkan rekomendasi berkualitas pada konferensi di Poznan (Polandia), Desember 2008 dan Kopenhagen (Denmark), Desember 2009.

Kelompok ini juga menggarisbawahi pandangannya bahwa kerja sesi selanjutnya harus dipandu oleh prinsip konvensi dan kewajiban para pihak untuk melindungi sistem iklim agar bermanfaat bagi generasi kemanusiaan sekarang dan ke depan atas dasar hak kekayaan, menurut tanggungjawab dan kapasitas yang berbeda. Dalam hal ini konvensi memerintahkan negara maju untuk mengawali mengambil langkah pencegahan perubahan iklim dan dampak kurang baik.

 

Selengkapnya: http://www.twnside.org.sg/bonn.news.htm dan http://www.twnside.org.sg/climate.htm

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *