Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Konferensi Kelautan Dunia: Peran Kelautan Bagi Adaptasi Perubahan Iklim

Ani Purwati – 11 May 2009

Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference-WOC) mulai diselenggarakan di Manado, Sulawesi Utara, pada Senin ini, 11 Mei hingga 15 Mei 2009 ke depan. Indonesia berharap konferensi yang pertama kali diselenggarakan di Indonesia ini mampu menghasilkan suatu deklarasi penting tentang peran kelautan dalam program adaptasi perubahan iklim global. Deklarasi Kelautan Manado tersebut bisa menjadi bagian pembahasan perundingan Konferensi Perubahan Iklim ke-15 di Kopenhagen, Desember 2009 nanti.

Pemerintah Indonesia juga menyatakan untuk mengambil bagian dari negara-negara agar menyetujui berbagi teknologi seperti informasi yang membantu satu sama lain dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

“Sejak tahun 1982, saat negara-negara pengambil keputusan politik berkumpul menghasilkan United Nations Convention of Law at Sea (UNCLOS), tidak pernah terjadi lagi pertemuan politik lainnya yang membahas tentang kelautan dunia,” ungkap Freddy Numberi Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia dalam rilis media WOC-CTI Summit National Committee (9/5).

Sebagai Ketua Penanggung Jawab Panitia Gabungan WOC-CTI Summit 2009, Freddy Numberi mengharapkan dukungan semua pihak untuk mensukseskan konferensi.

Sementara itu dalam pernyataannya beberapa waktu lalu (22/4), Riza Damanik dari Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan agar Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah WOC saja, tetapi mempunyai posisi tawar untuk menyelamatkan laut dan pesisir (yang meliputi mangrove dan nelayan) dari kelompok tertentu atau skema tidak sensitive yang tidak memberi akses pada nelayan.

Menurutnya, WOC merupakan media pertanggungjawaban untuk mendapatkan perlindungan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Namun dia melihat WOC tidak membicarakan masalah dan krisis penting dari laut seperti pencemaran berikut tindakan terhadap pelaku pencemar.

Dia mengkhawatirkan jika Indonesia gagal berdiplomasi menyelamatkan laut dan nelayan tradisionalnya dalam konferensi itu, maka krisis ekologi yang bermuara pada perubahan iklim akan terus terjadi berulang kali.

Menurutnya pemerintah harus menempuh agenda diplomasi seperti mengungkap akar persoalan kelautan nasional dan global dengan berlandaskan pada azas keberlanjutan lingkungan dan perlindungan hak-hak nelayan tradisional, mengajak pada tindakan kolektif masyarakat dunia untuk memberikan sanksi kolektif kepada aktor penyebab krisis laut dan iklim dengan mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan di depan hukum dan membangun kesadaran kolektif guna memberikan perlindungan lebih terhadap hak-hak masyarakat nelayan.

Dalam konferensi kelautan ini, lebih dari 120 negara di dunia yang hadir. Hampir 5000 delegasi meliputi kepala negara, pejabat senior pemerintah, ilmuwan, observer dan aktivis lingkungan hidup akan mengikuti konferensi ini yang akan diikuti pertemuan lingkungan regional Coral Triangle Initiative (CTI) Summit.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *