Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Selamatkan Protokol Kyoto Pasca 2012

Ani Purwati – 25 Nov 2010

Indonesia ingin menyelamatkan Protokol Kyoto pasca 2012. Bersama negara berkembang lainnya, Indonesia tidak ingin ada kesenjangan antara periode pertama Protokol Kyoto (2008-2012) dengan periode berikutnya.

Demikian menurut Rachmat Witoelar sebagai Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) saat konferensi pers di kantor DNPI, Jakarta (24/11).

“Masalahnya target penurunan emisi negara yang tidak meratifikasi Protokol Kyoto masih sebatas plages. Sementara kalau dihitung target penurunan emisi dari negara peratifikasi tidak mencapai suhu di bawah 20 C,” jelas Witoelar.

Hal ini yang membuat Uni Eropa belum bisa menerima, baru bersedia menurunkan 30% emisi dari 1990. Sementara itu beberapa negara maju juga berupaya untuk mengakhiri Protokol Kyoto. Amerika Serikat sendiri sebagai emitter terbesar di dunia tidak termasuk dalam negara peratifikasi Protokol Kyoto.

Di tengah-tengah perbedaan pendapat para pihak ini, Indonesia akan mendorong negara maju peratifikasi Protokol Kyoto berkomitmen memperbarui target penurunan emisi gas rumah kaca mereka dalam Pertemuan Para Pihak Ke-16 Kerangka Kerja PBB Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) di Cancun, Meksiko, 29 November-10 Desember 2010.  Komitmen negara maju yang dinyatakan dalam UNFCCC di Cancun ini akan menjadi langkah maju upaya menyusun perjanjian internasional yang mengikat para pihak UNFCCC.

Pada 1997, sebanyak 37 negara maju menyepakati Protokol Kyoto yang berisi tentang upaya bersama menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) global sebesar 5,2 persen pada periode 1998-2012. Emisi GRK selama 1998-2012 harus dikurangi untuk menurunkan laju pemanasan global yang memicu perubahan iklim.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah menyatakan emisi GRK global pada 2020 harus diturunkan 25-40 persen dibandingkan kondisi 1990 sehingga peningkatan suhu di bawah 20C. Masa upaya penurunan emisi Protokol Kyoto itu berakhir 2012 sehingga komitmen penurunan emisi GRK global harus diperbarui.

Menurut pengamatan Third World Network (TWN) dalam http://www.twnside.org.sg/title2/climate/bonn3.assessments.htm, menjelang perundingan iklim di Copenhagen pada 2009, beberapa negara maju nampak ingin mengakhiri Protokol Kyoto. Telah beredar informasi di media dan publik bahwa Protokol Kyoto akan berakhir pada tahun 2012.

Tidak Kadaluwarsa

Yang benar adalah Protokol Kyoto tidak memiliki tanggal kadaluwarsa. Hanya periode komitmen pertama Annex I (negara maju) untuk pengurangan emisi gas rumah kaca, yang dimulai pada tahun 2008, berakhir pada tahun 2012. Semua ketentuan dan elemen lain dari Protokol Kyoto tetap berlaku. Ini adalah cara terstruktur Protokol Kyoto. Periode komitmen kedua dan selanjutnya untuk Annex I harus dinegosiasikan secara berkelanjutan.

Selama tiga tahun sudah (sejak 2006), masyarakat internasional telah melakukan perundingan periode komitmen berikutnya untuk Annex I di bawah Protokol Kyoto dalam suatu kelompok kerja yang dikenal sebagai Kelompok Kerja Ad Hoc Komitmen Berikutnya untuk Pihak Annex I di bawah Protokol Kyoto (AWG-KP). Perundingan ini dijadwalkan selesai pada tahun 2009, sehingga periode komitmen kedua dapat mulai berlaku tahun 2013 dan dipastikan tidak ada kesenjangan antara dua periode komitmen. Perundingan ini bukan tentang mengakhiri Protokol Kyoto, tetapi mengimplementasikannya.

Namun ternyata di Copenhagen tahun lalu komitmen ini belum tercapai, maka diharapkan di Cancun akhir tahun ini dan Afrika Selatan tahun depan komitmen penurunan emisi ini bisa tercapai.

Di Bali (Desember 2007), masyarakat internasional meluncurkan langkah kedua perundingan secara paralel di bawah Rencana Aksi Bali (‘Bali Action Plan’) – Kelompok Kerja Ad hoc Aksi Kerjasama jangka panjang (AWG-LCA). Kelompok kerja ini bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (perjanjian kerangka kerja, di mana Protokol Kyoto mengatur secara khusus berapa banyak negara-negara Annex harus mengurangi emisi mereka, dengan, dan bagaimana). Kerja AWG-LCA untuk disimpulkan pada tahun 2009, dan tindakan yang disepakati adalah untuk “sekarang, sampai dengan dan setelah 2012”.

Dua Jalur, Dua Hasil

AWG-KP adalah jalur perundingan di bawah Protokol Kyoto. AWG-LCA adalah jalur perundingan di bawah Konvensi. Ada ada dua hasil di Copenhagen yang secara hukum dan substansial berbeda.

Untuk AWG-KP, hasil hukumnya jelas – perubahan atau amandemen atas Protokol Kyoto sesuai dengan mandat yang diatur dalam Pasal 3.9 untuk jumlah pengurangan emisi oleh Pihak Annex I dalam periode komitmen berikutnya. Dua belas usulan untuk amandemen Protokol Kyoto telah disampaikan oleh Para Pihak. Pembahasan ini berlangsung di Copenhagen, di mana perubahan yang disepakati harus diadopsi pada pertemuan Para Pihak Protokol Kyoto.

Untuk AWG-LCA, hasil hukum kurang jelas. Hal ini masih suatu hal yang sedang dibahas. Rencana Aksi Bali hanya menentukan bahwa “hasil kesepakatan” harus dicapai dan keputusan harus diadopsi di Copenhagen tahun lalu.

Ada beberapa pilihan mulai dari keputusan Konferensi Para Pihak (COP) kepada Konvensi atau satu set keputusan COP, sampai perjanjian internasional atau Protokol di bawah Konvensi.

Berita Terkait:

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0345&ikey=1

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0346&ikey=1

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *