Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Ornop: Para Capres Tak Sebut Pengawasan Rakyat Pada Pengelolaan Lingkungan Hidup dan SDA

Ani Purwati – 03 Jul 2009

Para Capres tidak menyebut pengawasan rakyat terhadap pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam debat Capres putaran terakhir tentang Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah kemarin.

Demikian menurut Berry Nahdian Furqon sebagai Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi Nasional) pada wartawan di Jakarta, Jumat (3/7).

“Tidak ada satu pun Capres yang secara baik memaparkan bagaimana persoalan ketimpangan pengawasan lingkungan hidup dan sumber daya alam, dimana rakyat tidak dilibatkan secara langsung,” kata Berry.

Dalam kontek otonomi daerah selama ini menunjukkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam semakin kacau. Lingkungan hidup semakin hancur. Indikasi masalah lingkungan hidup yang menyebabkan kehancurannya dapat dilihat dari meningkatnya jumlah bencana ekologis, dari 215 pada 2007 meningkat menjadi 359 pada 2008.

Dalam hal demokrasi, hak-hak rakyat dalam menentukan nasib sendiri tidak diakomodir. Dengan otonomi daerah diharapkan bisa lebih mendekatkan pada pengawan rakyat, tapi ternyata ketiga Capres tidak melihat akar masalah. Ketiganya hanya melihat otonomi daerah dalam kontek administrasi semata.

Berry sebagai salah satu perwakilan dari 43 Komunitas Organisasi Non Pemerintah (Ornop) yang menanggapi debat Capres selama ini berpendapat bahwa ketika berbicara tentang Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah seharusnya bagaimana meningkatkan hak-hak masyarakat. Dalam kebinekaan ada pandangan yang disebut bioregional. Yaitu meningkatkan satu kesatuan politik, sosial, ekologi. Jadi bagaimana dapat memenuhi hubungan itu.

Misalnya bagaimana satu wilayah bisa mencukupi kebutuhannya dengan sumber daya alam di wilayahnya. Baru setelah ada kelebihan bisa untuk memenuhi kebutuhan wilayah lain. Menurut Berry, ketiga Capres tidak menggambarkan hal itu.

Ketiga Capres tetap tidak mampu menjawab, membongkar apalagi menjabarkan persoalan mendasar terkait pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam dalam debat Capres putaran terakhir. Bahkan isu lingkungan hidup yang seharusnya menjadi isu utama tidak muncul dalam perdebatan Capres putaran terakhir tersebut.

Saat debat semalam, ketiga Capres tidak menjabarkan kaitan modal, negara dan rakyat meski mereka menyebutkan adanya ketidakefektifan birokrasi dan tumpang tindihnya peraturan. Dimana selama ini negara lebih mendukung modal daripada rakyat, sementara

Khalisah Khalid dari Sarekat Hijau Indonesia (SHI) juga mengungkapkan hal yang sama bahwa dengan otonomi daerah kerusakan lingkungan hidup semakin meningkat. Dalam implementasinya sering terjadi tumpang tindih.

Sebenarnya otonomi daerah tidak keliru sebagai upaya bagaimana membangun demokrasi. Masalah otonomi daerah dapat dilihat dari kelanggenan ekonomi politik. Pemerintah Pusat menjalankan otonomi daerah dengan setengah hati. Seperti semua ijin tentang kehutanan masih diatur oleh pemerintah pusat.

Menurut Riza Damanik sebagai Sekretaris Jenderal Koalisi Indonesia untuk Keadilan Perikanan (Kiara), otonomi daerah hanya sebatas administrasi saja. Sehingga terkait dengan otonomi daerah hanya bagaimana membagi-bagi sumber daya alam, hutan, tambang dan laut. Bukan akselerasi untuk mensejahterakan rakyat.

Politik Pencitraan

Komunitas yang terdiri dari 43 Ornop di Indonesia itu menyatakan prihatin dengan kualitas ketiga Capres dalam memandang Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah saat debat semalam. Politik pencitraan menjadi suguhan ketimbang gagasan politik yang mencerdaskan para Capres terhadap ketiga isu penting itu.

Komunitas Ornop melihat debat Capres yang ketiga kemarin mensiratkan pandangan sempit ketiga Capres dalam memandang Demokrasi, NKRI dan Otonomi Daerah, baik dalam mengenali masalah dan menanggapinya. Ketiga Capres memaknai NKRI pada batasan ruang juang, bukan ruang hidup bangsa. Sementara otonomi daerah hanya dipahami sebatas administrasi, bukan sebuah realita sosio-ekologis Indonesia sebagai negara kepulauan, sekaligus negara kelautan terbesar di dunia.

Oslan Purba dari Kontras mengatakan bahwa ketiga debat Capres yang diselenggarakan KPU tidak ada kemajuan dari sisi teknis dan tidak menggambarkan visis misi konkrit. Menurutnya ini bisa terjadi karena kegagalan KPU dalam melihat format debat ataupun karena ketidakmampuan Capres dalam mengeksplor dan menyampaikan perubahan dari Indonesia.

Sementara itu dari substansi yang disampaikan para Capres tidak menyebutkan persoalan internal bahwa ada praktik ekonomi yang tidak jelas dan bagaimana menyambungkan otonomi daerah dan NKRI.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *