Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Negara Berkembang: Penting Perhatikan Rencana Aksi Bali

Disarikan Ani Purwati – 17 Nov 2009

Negara berkembang menekankan pentingnya memperhatikan mandat Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan) di bawah Kerangka Konvensi Perubahan Iklim PBB, jika ingin perundingan iklim di Barcelona sukses. Demikian disampaikan Meena Raman dari Third World Network (TWN) di Barcelona (3/11).

Menurut Meena, Kelompok G77 dan China tidak setuju dengan pendekatan yang disampaikan Ketua Kelompok Kerja Ad Hoc tentang Aksi Kerjasama Jangka Panjang (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action / AWG-LCA) pada 2 November dalam grup kontak mitigasi tentang bagaimana melanjutkan perundingan isu mitigasi menurut Bali Action Plan (BAP) pada sesi ketujuh di Barcelona yang berlangsung pada 2-6 November 2009.

Kelompok ini mengaku mengalami kesulitan dengan pendekatan Ketua yang menunjukkan adanya seleksi dan tidak memperhatikan keseimbangan kewajiban antara negara maju dan berkembang. Dia mengatakan bahwa pendekatan yang disampaikan juga tidak memperhatikan perbedaan antara dua sub-paragraf BAP terkait komitmen mitigasi negara maju dan aksi negara berkembang yang diaktifkan dan didukung negara maju.

Ada ketidaksepahaman utama dalam pertimbangan usulan kerangka yang masuk dalam non-paper #28 tentang aspek umum mitigasi.

 Ketua AWG-LCA, Michael Zammit Cutajar dari Malta mengusulkan kelanjutan sub-group elemen mitigasi sesuai tersusun dalam paragraph 1(b) BAP: (i) komitmen mitigasi negara maju; (ii) aksi mitigasi negara berkembang; (iii) pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan di negara berkembang; (iv) pendekatan kerjasama sektoral; (v) peluang pemanfaatan pasar; dan (vi) tindakan konsekuensi ekonomi dan sosial.

Tujuan pertemuan pertama grup kontak adalah membahas bagaimana kerja terkait elemen mitigasi akan berlanjut di Barcelona.

Berikut ini dari pembicaraan di Bangkok bulan lalu (28 September-9 Oktober), non paper yang dihasilkan dari semua sub-group yang termasuk dalam non-paper #28, yang disyahkan Ketua AWG-LCA dengan nama “aspek umum mitigasi”. Non-paper berbicara tentang tiga hal utama: (a) meningkatkan mitigasi – apa yang umum dan apa yang berbeda; 9b) tujuan mitigasi (termasuk terkait dengan emisi, konsentrasi gas rumah kaca dan peningkatan suhu; dan (c) kerangka kerja mitigasi.

Menurut Meena, ini adalah masalah dari “kerangka kerja untuk mitigasi” yang paling kontroversial karena mencakup usulan terutama dari Amerika Serikat, Australia dan Jepang yang ditujukan untuk mengarah pada kesepakatan-kesepakatan baru atau protokol dengan kewajiban-kewajiban baru bagi negara-negara berkembang.

 Dalam grup kontak, Ketua meminta para pihak agar melihat pertanyaan kerangka. Cutajar mengatakan bahwa itu untuk mencari transparansi kredibel informasi terkait komitmen mitigasi, rencana, program, aksi dan hasil. Dikatakan bahwa konvensi menyediakan kerangka informasi, sebagai komitmen semua pihak.

Pada pasal 12, yang terkait dengan komunikasi informasi tentang implementasi, dikatakan bahwa ide komunikasi tentang langkah yang diusulkan, keduanya adalah ex ante dan ex post serta manfaat. Dikatakan ada upaya legitimasi tentang peningkatan pelaksanaan dan diperlukan motivasi untuk ide ini. Dia meminta para pihak mengambil langkah mundur dan melihat basis Konvensi. Konvensi adalah kerangka dan terbangun melalui serangkaian putusan.

Menanggapi Ketua, Brazil yang diwakili Andre Odenbreit atas nama G77 dan China mengatakan bahwa material dalam non-paper #28 mungkin masalah yang paling sulit dihadapi di Bangkok. Ini ditunjukkan oleh dua perhatian grup, pertama adalah ide tentang penyelarasan materi dengan dua instrumen regim perubahan iklim, Konvensi dan Protokol Kyoto. Grup mencatat komentar para pihak yang mengatakan bahwa materi dalam non-paper #28 sesuai dengan UNFCCC, Protokol Kyoto dan BAP, tetapi bukan sebagai pandangan grup.

Brazil mengatakan, jelas bahwa usulan mitigasi semua pihak dan peletakan ke depan dengan cara yang tidak memperhatikan keseimbangan kewajiban antara negara berkembang dan maju serta perbedaan antara paragraph 1(b)(i) dan 1(b)(ii) dari BAP. (Yang pertama berkaitan dengan komitmen negara-negara maju sementara yang kedua dengan tindakan negara-negara berkembang yang diaktifkan dan didukung oleh negara-negara maju).

Kedua adalah pemisahan dari beberapa unsur Konvensi dan unsur-unsur lain yang merupakan bagian dari keseimbangan. Brasil mengalami kesulitan dengan pemilihan isu mitigasi atau komunikasi informasi atau kajian, yang berusaha untuk mengidentifikasi dan menentukan kesamaan. Sementara kewajiban umum di bawah Pasal 4 (1) memandang, tidak ada pertimbangan komitmen spesifik dari pihak negara maju dalam Pasal 4 (2) Konvensi ini. Komitmen pihak negara maju dalam Konvensi dan Protokol Kyoto telah memberi pertimbangan yang lebih rendah, sementara negara-negara berkembang sedang dikenakan kewajiban yang lebih tinggi.

Grup mengalami kesulitan dalam seleksi paragraf dan sub-artikel yang melihat salah satu bagian dari definisi tanpa melihat bagian-bagian lain yang secara khusus menetapkan komitmen pihak negara maju. Grup juga kesulitan dalam pendekatan yang disarankan oleh Ketua yang melihat secara selektif.

Grup menekankan pemisahan dan perbedaan penting antara ayat 1 (b) (i) dan 1 (b) (ii) dari BAP. Dikatakan bahwa pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV) komitmen negara-negara maju berbeda dari MRV negara-negara berkembang.

 Dalam menanggapi Amerika Serikat yang mengatakan akan berusaha meningkatkan pelaksanaan Konvensi, Brazil mengatakan bahwa elaborasi AS adalah salah satu seleksi dan isolasi sedemikian rupa sehingga bukan pelaksanaan berkelanjutan dan efektif dari Konvensi ini.

Dalam menyoroti perbedaan antara G77 dan Cina dengan negara maju, Brazil mengatakan bahwa isu itu tidak bagaimana atau di mana masalah-masalah yang dibahas (di sektor non-paper) tapi tentang mandat Bali Action Plan. Grup berpandangan bahwa materi yang sedang disajikan dalam non-paper itu di luar mandat dan berisi kemajuan yang dilakukan di beberapa daerah.

Cina yang diwakili oleh Su Wei juga menyatakan keprihatinan dengan pendekatan dari Ketua dalam kaitannya dengan isu-isu umum mitigasi. Dikatakan bahwa sebelumnya di Bangkok harus memperhatikan kata-kata dari BAP dan bukan pada isu-isu asing. Pasal-pasal yang dimaksud Ketua tidak boleh didiskusikan secara terpisah, tetapi dalam ayat 1 (b) (i) dan 1 (b) (ii). Ketika berfokus pada spesifik paragraf ini, aspek-aspek umum dapat didiskusikan. China tidak menyetujui pendekatan yang disarankan oleh Ketua.

AS yang diwakili oleh Jonathan Pershing berkomentar bahwa para pihak sedang membaca Konvensi dan BAP dengan cara yang berbeda. Itu adalah penguatann Konvensi bahwa AS sedang mencari. Juga  mengusulkan bahwa salah satu cara untuk melanjutkan adalah mencari area di mana para pihak dapat menyetujui dan mengartikulasikan para Menteri di Kopenhagen pada area yang tidak ada kesepakatan. AS mengatakan bahwa ada tumpang tindih antara ayat 1 (b) (i) dan 1 (b) (ii). Inti masalahnya adalah isu penempatan. Walaupun ada perbedaan antara tindakan-tindakan negara maju dan berkembang, perlu juga mempertimbangkan di mana kesamaannya.

Sebagai tanggapan terhadap AS, Brazil mengatakan bahwa yang merupakan masalah adalah substansi dan bukan penempatan. 

Sebagai tanggapan terhadap Brasil, Amerika Serikat mengatakan bahwa jika penempatan bisa membantu, maka para pihak harus mengambil kesempatan untuk mendiskusikan. Dikatakan bahwa tidak ada waktu untuk merubah posisi dan memang ingin membahas tentang hal ini yang selama ini tidak didengarnya.

India yang diwakili oleh Rashmi Ranjan Rajni mengatakan bahwa kerangka tindakan mitigasi tidak jauh berbeda antara negara maju dan berkembang. Kerangka yang disajikan pada non paper memberlakukan komitmen baru di negara-negara berkembang. India mengatakan bahwa masalah ini bukan tentang perbedaan tetapi lebih mengenai apakah usulan ini sesuai dengan Konvensi. Dikatakan bahwa usulan tidak konsisten dengan Konvensi dan oleh karena itu harus dihilangkan. 

Canada mengatakan bahwa para pihak yang menyebutkan bahwa usulan yang sesuai dengan BAP dan Konvensi harus mampu membahas masalah tersebut.

Mesir menyampaikan keprihatinannya atas suasana yang membawa isu-isu dari Protokol Kyoto dalam pembahasan elemen mitigasi AWG-LCA dan tampaknya ada upaya untuk menyingkirkan Protokol. Apa yang berkaitan dengan Protokol seharusnya diserahkang kembali ke AWG-KP (Kelompok Kerja Ad Hoc untuk Komitmen Berikutnya dri Annex I menurut Protokol Kyoto) dan tidak berkaitan dengan mitigasi.

Sumber: http://www.twnside.org.sg/title2/climate/barcelona.news.021109.htm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *