Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

G77 dan China: Usulan Negara Maju Tidak Konsisten dengan Konvensi

Disarikan Ani Purwati – 14 Dec 2009

Setelah dua tahun perundingan iklim, negara berkembang menghadapi usulan dari negara maju yang tidak sesuai dan tidak konsisten dengan prinsip-prinsip dan ketentuan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.

Demikian pernyataan Kelompok G77 dan China saat pembukaan pleno sesi ke-8 Kelompok Kerja Ad Hoc Aksi Kerjasama Jangka Panjang (Ad-hoc Working Group on Long-term Cooperative Action – AWG-LCA) yang diselenggarakan pada 7 Desember dan dipimpin Michael Zammit dari Cutajar Malta.

Dalam laporan Meena Raman dari Third World Network yang mengikuti perundingan iklim di Kopenhagen, (8/13), Sudan atas nama G77 dan China mengatakan bahwa negara berkembang juga menghadapi penolakan negara maju untuk terlibat langsung dengan kelompok ini yang telah menyiapkan untuk perundingan dan meminta kemajuan tanggung jawab pengurangan emisi, pendanaan dan adaptasi negara berkembang.

G77 dan China mengatakan bahwa telah terjadi kampanye media terus menerus untuk menunjukkan bahwa negara-negara berkembang adalah orang-orang yang menghalangi proses perundingan ini.

Cutajar dalam sambutan pembukaannya, mengatakan bahwa kerja AWG-LCA (yang adalah untuk memenuhi mandat dari Bali Action Plan) berakhir tahun ini. Oleh karena itu, ini adalah sesi yang menentukan Kelompok Kerja. Dia mengatakan bahwa Konferensi Kopenhagen “terlalu besar untuk gagal” dan Para Pihak harus dan bisa berhasil dalam mencapai kesuksesan konten. Para Pihak harus menyampaikan janji-janji dalam dua jalur yaitu Konvensi dan Protokol Kyoto. Dia mengatakan bahwa penutupan pleno dari AWG-LCA akan berlangsung pada 15 Desember, untuk mengadopsi laporan dari Kelompok Kerja pada Konferensi Para Pihak ini.

Pada organisasi kerja, pertemuan pertama dari contact group dilaksanakan pada Selasa (8/12) dan akan  meluncurkan susunan kerja pada semua elemen dalam BAP, dengan tujuan menghasilkan teks yang telah disepakati Konferensi Para Pihak pada kesimpulan kerja dari AWG-LCA. Fokus kerja pada substansi dan susunan kerja harus bertujuan untuk merancang teks dalam bentuk keputusan, tanpa mengurangi hasil yang diadopsi oleh COP dan hak Para Pihak untuk teks dalam bentuk lain.

Sudan, atas nama G77 dan China, mengatakan bahwa Para Pihak harus memenuhi mandat BAP. Kelompok ini mengatakan bahwa dia telah terlibat penuh dalam proses ini secara terbuka dengan cara yang konstruktif, dan mengajukan usulan atas semua elemen yang memenuhi mandat BAP. Dia tidak mengharapkan ada yang kurang dari negara maju, Pihak dari Konvensi, selain itikad baik yang sama dalam perundingan dan proses yang dilakukan secara terbuka, transparan dan inklusif.

Dalam proses menuju Kopenhagen, Kelompok G77 dan China telah melihat jelas tujuan melalaikan tanggung jawab pengurangan emisi oleh negara maju, ketika ingin memotong unsur-unsur penting Protokol Kyoto untuk meninggalkannya dan mengalihkannya pada proses Konvensi (AWG-LCA), dengan tujuan mengalihkan tanggung jawab pengurangan emisi ke negara-negara berkembang.

Ditambahkan bahwa negara maju perlahan-lahan muncul dengan usulan mengikuti sistem yang gagal digunakan untuk komitmen pelaksanaan penyediaan sumber daya pendanaan dan transfer teknologi di luar Konvensi dan ini justru dibagikan pada negara berkembang. Nampak juga bahwa sangat kecil kemungkinan negara maju bersedia memenuhi mandat BAP.

Waktu yang tersisa harus digunakan untuk memenuhi mandat BAP. Kelompok ini menolak pernyataan negara maju yang ingin instrumen mengikat secara hukum lain yang memberi kewajiban negara maju di bawah Protokol Kyoto dan tindakan negara-negara berkembang. Hal ini akan mencabut prinsip umum tetapi tanggung jawab berbeda dan tanggung jawab historis di bawah Konvensi dengan memaksakan kewajiban ini di negara-negara berkembang.

Kelompok ini menolak rencana proyeksi perjanjian baru yang menjadi pembahasan di Kopenhagen yang secara agresif dipromosikan dari Barcelona ke Kopenhagen dalam berbagai fora dan melalui berbagai pernyataan yang dibuat di luar proses ini.

Menurut kelompok ini, sebagai imbalannya, negara-negara berkembang akan mendapatkan bantuan adaptasi, dalam bentuk “jalur cepat” pendanaan setidaknya paling lambat lima belas tahun. (Beberapa negara maju telah merujuk ke sebuah konsensus bahwa USD10 miliar per tahun pada tahun 2012 akan dibutuhkan untuk adaptasi dan mitigasi).

Arsitektur pendanaan yang ada telah gagal memberikan sumber daya yang cukup untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan meminta negara-negara maju untuk menjamin operasionalisasi mekanisme pendanaan yang efektif di bawah Konvensi.

Kelompok G77 dan China mengatakan bahwa negara berkembang telah dijanjikan bantuan jika mereka melakukan tindakan-tindakan mitigasi, asalkan mereka tunduk pada pengukuran, pelaporan dan verifikasi. “Bagaimana jika tindakan ini ditemukan dengan beberapa standar yang tidak teridentifikasi dan tidak memadai? Bagaimana dengan pembiayaan yang dijanjikan itu?” tanya G77. Bagaimana dengan sebagian besar negara berkembang yang masih tidak memiliki kemampuan bahkan untuk melakukan tindakan ini? Apakah kewajiban di bawah Konvensi untuk menyediakan biaya penuh pendanaan?

Kelompok ini juga bertanya kapan semua ini akan dilaksanakan, bahkan jika diasumsikan jika semua pihak akan menandatangani dan meratifikasi perjanjian baru, apa saja yang diproyeksikan akan dirundingkan pasca-Kopenhagen.

G77 dan China juga mengatakan bahwa mereka datang ke Kopenhagen untuk terlibat secara penuh dan berunding dengan itikad baik. Mereka bertujuan untuk mencapai suatu hasil kesepakatan bersama yang substantif dan menunjukkan jalan ke depan bagi pelaksanaan Konvensi secara penuh, efektif dan berkelanjutan.

Kuba, berbicara untuk ALBA Group (Bolivarian Alliance for the Peoples of Our America-Peoples’ Trade Treaty) merujuk pada Deklarasi Khusus Perubahan Iklim dalam KTT VII Kepala Negara dan Pemerintah pada bulan Oktober 2009. Dikatakan bahwa UNFCCC dan Protokol Kyoto mewakili rezim hukum untuk mengatasi pemanasan global saat ini. Instrumen yang mengikat secara hukum ini harus dipelihara dan tidak dapat digantikan dengan kesepakatan baru yang dapat mengikis kewajiban. Dalam hal ini, Kuba menuntut ketaatan yang ketat dari mandat oleh AWG-KP dan AWG-LCA. Dia menolak semua upaya yang mentransfer tanggung jawab kepada negara-negara berkembang. Negara maju mempunyai utang iklim karena mereka mempunyai tanggung jawab historis dan utang emisi ini harus diakui dan dihormati melalui (a) pengurangan substansial emisi domestik mereka yang ditentukan berdasarkan porsi emisi global yang diperlukan negara berkembang untuk mencapai pembangunan sosial dan ekonomi mereka, memberantas kemiskinan dan untuk memenuhi hak mereka untuk pembangunan; (b) menghormati komitmen mereka untuk transfer teknologi yang efektif dan (c) menjamin dalam penyediaan tambahan sumber daya keuangan yang diperlukan dengan  tepat, dapat diprediksi dan berkesinambungan.

Kuba mengatakan bahwa usulan dari negara maju untuk mengatasi perubahan iklim adalah murni urusan ekonomi, menyimpang dari prinsip “pencemar membayar” untuk “orang yang membayar memiliki hak untuk mencemari”. Dia juga mengatakan bahwa kepercayaan pasar di mana negara berkembang diminta untuk mengandalkan sumber pendanaan telah mengakibatkan kehancuran jutaan kehidupan dan telah menunjukkan kegagalan. Kebutuhan untuk menyediakan sumber-sumber dana yang memadai untuk menghadapi tantangan perubahan iklim bukanlah masalah pasar, tapi kewajiban internasional yang mengikat secara hukum.

India mengatakan bahwa pada proses, kerja AWG-LCA harus menyelesaikan pekerjaan di Kopenhagen pada hasil yang mengikat secara sah. Untuk berbicara tentang “kesepakatan politik” adalah kontra produktif. Para Pihak harus menggunakan waktu untuk memenuhi mandat dari BAP. Negara berkembang telah melakukan jauh lebih banyak dari negara-negara maju dalam menanggapi perubahan iklim meskipun mereka tidak berada di bawah kewajiban hukum untuk melakukannya. Dalam karya pasca-Kopenhagen, Para Pihak harus memastikan bahwa UNFCCC adalah dasar dari upaya. Para Pihak harus melawan upaya yang menggerogoti prinsip-prinsip Konvensi yang disebut penyimpangan dari istilah bisnis-seperti-biasa. Mandat kerja harus tidak berubah meski jika kerja terus berlanjut di luar Kopenhagen.

Bolivia mengatakan bahwa perubahan iklim merupakan hasil dari sistem kapitalistik yang tertanam dalam konsumerisme dan over-eksploitasi sumber daya. Dia meminta pengakuan terhadap hak-hak Ibu Pertiwi (Mother Earth). Jika para Pihak benar-benar ingin melestarikan planet bumi, kemudian mengurangi konsentrasi gas rumah kaca hingga kurang dari 350 ppm adalah kunci. Tidak bisa menerima target 2 derajat C karena hal ini tidak akan mencegah mencairnya gletser atau hilangnya pulau-pulau. Dikatakan bahwa tidak ada seorang pun akan mengirim anaknya naik pesawat kalau tahu 50% kemungkinan pesawat tidak mendarat!

China mengatakan bahwa negara berkembang telah menunjukkan sikap tanggung jawab mereka dengan menyatakan rencana nasional mereka. Target dari beberapa negara maju jauh dari memadai dan ini adalah inti dari masalah. Mereka harus mengajukan target yang kompatibel dengan skala usaha diperlukan, mengingat tanggung jawab historis mereka. China mengatakan bahwa angka USD10 miliar untuk pendanaan sedang disajikan seolah-olah telah diterima oleh pihak-pihak di Kopenhagen. Angka ini jauh dari apa yang memadai dan dibutuhkan. Negara maju harus lebih konstruktif dan menghindari mentransfer beban ke negara-negara berkembang dan mengalihkan perundingan pada isu-isu di luar

Rusia mengatakan bahwa ketidaknyamanan kebenaran adalah bahwa rezim iklim di masa mendatang tidak boleh dikaitkan dengan klise dari masa lalu. Dalam pengembangan rezim iklim, ada hubungan langsung antara AWG-LCA dan AWG-KP. Dikatakan bahwa mendiskusikan hal ini secara terpisah adalah kurangnya kepentingan politik dan akan menjadi kegagalan untuk seluruh proses. Ada kebutuhan untuk pengembangan satu dari kesepakatan pasca-Kyoto yang mengikat secara hukum baik negara maju atau berkembang, dengan mempertimbangkan prinsip umum tapi tanggung jawab berbeda.

Norwegia mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk tidak berani dan ambisius. Tujuan global harus membatasi kenaikan suhu hingga kurang dari 2 derajat C, dengan tujuan pengurangan emisi untuk semua pada 2050 dan 2020 kecuali LDCs. Semua emitter utama harus disertakan. Itu fleksibel untuk memiliki satu atau lebih Protokol.

Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa akan ada pengumuman baru minggu depan dimana Presiden Obama menciptakan sebuah kesepakatan. Namun harus ada kontribusi yang kuat oleh semua negara ekonomi utama. Target AS untuk pengurangan emisi adalah 17% di bawah tingkat 2005 pada 2020, 83% di tahun 2050; 30% pengurangan pada 2025 dan 42% pengurangan di tahun 2030. Target ini, katanya konsisten dengan ilmu pengetahuan dan terbuka untuk peninjauan, transparansi dan akuntabilitas. Ada konsensus Kopenhagen untuk menyediakan USD 10 miliar per tahun pada 2012 untuk adaptasi dan mitigasi. AS akan menyumbangkan dengan adil. AS mengatakan tidak dapat memecahkan masalah iklim sendirian. Partisipasi dari semua negara ekonomi utama juga kunci dan harus ada pelaporan rutin dan meninjau semua tindakan.

Sumber: http://www.twnside.org.sg/title2/climate/copenhagen.up.01.htm

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *