Disarikan Ani Purwati – 05 Sep 2008
Dalam pembahasan perubahan iklim di Accra, Ghana (21-27 Agustus 2008) lalu ternyata masih menyisakan perdebatan yang belum selesai. Semua akan berlanjut di pembahasan di Poznan. Seperti dalam laporan Third World Network berikut ini.
Upaya negara maju agar UNFCCC menekankan kewajiban baru pada negara berkembang untuk melakukan komitmen mitigasi dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, kontraproduktif bagi pencapaian hasil positif dalam pembicaraan iklim di Kopenhagen, 2009. Hal ini dinyatakan beberapa negara berkembang untuk merespon pernyataan beberapa negara maju bahwa dalam diskusi sekarang ini dapat mengubah konvensi dimana beberapa negara berkembang harus melakukan kewajiban yang lebih dalam.
Negara maju secara eksplisit menunjukkan akan mengubah konvensi dan menghasilkan protokol baru (diusulkan Uni Eropa), dan mengelompokkan negara berkembang sedemikian rupa sehingga untuk yang berpendapatan tertentu dapat menerima komitmen baru tentang pembatasan emisi gas rumah kaca (greenhouse gases).
Kelompok G77 dan China dengan keras merespon bahwa hal itu berlawanan denngan mandat. Kelompok ini memperingatkan bahwa memproduksi konvensi lain atau mengubah annex, akan mengubah semua prinsip dasar secara umum dengan tanggungjawab berbeda. Ini tidak dapat menjadai dasar perundingan. Pembahasan seharusnya tetap untuk mengimplementasikan konvensi, yaitu mandat Rencana Aksi Bali (Bali Action Plan). Beberapa negara berkembang dan kelompok lainnya mengatakan hal yang sama.
Dalam kelompok kerja mitigasi, negara maju dan berkembang saling bertentangan terutama tentang isu dimana ada pembedaan negara-negara berkembang dalam melakukan aksi mitigasi pada pertemuan pertama kelompok (23 Agustus).
Saat itu negara maju yang diketuai Uni Eropa, mulai mengelompokkan negara berkembang berkaitan dengan aksi mitigasi berdasarkan pada negara berkembang yang maju atau ekonomi utama dan negara berkembang lainnya negara. Beberapa negara meminta pengembangan daftar parameter untuk memungkinkan seperti pembedaan antara negara berkembang.
Negara berkembang membantah bahwa pernyataan untuk mengelompokkan negara-negara berkembang menyiratkan perubahan ketentuan konvensi dan di luar mandat AWG-LCA yang berdasarkan BAP, dimana tidak meminta pembedaan.
Dalam pertemuan 25-26 Agustus, menanggapi pandangan dari negara-negara berkembang, Australia mewakili negara Umbrella Group (termasuk Amerika Serikat, Jepang, dan Canada) mengatakan bahwa harapan kelompok pembahasan aksi mitigasi negara berkembang dapat mengarah pada kewajiban hukum baru di bawah konvensi. Karenanya mereka mengusulkan bahwa untuk program kerja 2009, AWG-LCA mempertimbangkan komponen kesepakatan isu hukum untuk membahas kerja yang diperlukan untuk dilakukan.
EU mengatakan bahwa mandat AWG-LCA melibatkan proses komprehensif yang tidak memasukkan prosedur solusi, maupun perubahan konvensi atau bahkan protokol baru.
Australia menyebutkan daftar negara-negara yang dikatakan mempunyai GDP per kapita lebih tinggi dari Ukraine sebagai salah satu negara Annex I. Yaitu termasuk Korea Selatan, Qatar, Bahrain, Saudi Arabia, Singapura, Bahama dan ditambahkan 45 negara dalam kategori itu, diusulkan bahwa GDP per kapita dapat menjadi indikator dalam kesepakatan dengan isu pembedaan. Ini membawa perubahan intens pada isu itu.
Bernarditas Muller, dari Filipina atas nama Kelompok G77 dan China (sebagai Koordinator Kelompok dalam AWG-LCA) mengatakan bahwa itu bertentangan dengan pembahasan isu pengelompokan. Perbedaan di bawah konvensi dan BAP adalah tanggungjawab yang berbeda antara negara maju dan berkembang di bawah prinsip umumnya.
Dalam menanggapi proposal Umbrella Group’s, tentang usulan kewajiban baru negara-negara berkembang, kelompok G77 dan China menyatakan bahwa ini di luar mandat konvensi dan AWG-LCA, seperti isu pengelompokan. Dikatakan bahwa kerja AWG-LCA untuk menjamin secara penuh, keberlanjutan dan efektifitas pelaksanaan konvensi.
Kelompok ini menekankan bahwa menurut article 4,7 konvensi, tingkat dimana negara berkembang dapat melakukan aksi mitigasi akan tergantung pada tingkat komitmen negara maju terkait sumber pendanaan dan transfer teknologi pada negara berkembang. Prioritas negara berkembang adalah pengembangan sosial ekonomi mereka seperti pemberantasan kemiskinan.
Kelompok G77 dan China menekankan bahwa kerja AWG-LCA adalah untuk meningkatkan pelaksanaan konvensi dan tidak menghasilkan konvensi lain atau bagaimana annex dapat dirubah. Dikatakan bahwa ketika ada satu perubahan annex, ini tidak hanya merubah negara atas dasar pendapatan per kapita mereka tetapi tentang perubahan semua dasar prinsip umum dengan tanggung jawab berbeda dalam semua konvensi, di setiap article.
Brazil mengatakan bahwa negara maju tetap bertanggungjawab atas masalah pemanasan global. Fenomena ini oleh negara maju menimbulkan biaya lingkungan dan sosial ekonomi yang dibayar negara berkembang. Ditekankan bahwa negara berkembang menghadapi tantangan sosial ekonomi luar biasa dan didukung posisi G77 menolak dugaan pengelompokan di antara negara berkembang.
Dikatakan bahwa prinsip umum dengan tanggungjawab berbeda tetap valid dan tidak diperlukan ketentuan lainnya. Brazil tidak setuju dengan negara maju bahwa dasar dari regim perubahan iklim harus diubah. Negara tersebut meminta para pihak perhatian pada mandat perundingan BAP, untuk memastikan kelengkapan, efektivitas dan keberlanjutan pelaksanaan konvensi. Pembahasan amandemen konvensi dapat kontraproduktif dan membuatnya sulit mencapai hasil positif di Kopenhagen.
India mengatakan bahwa UNFCCC mengenal dua kelompok negara, yaitu negara maju dan berkembang. Ditekankan bahwa hanya ada dua tingkatan negara dan tidak ada lapisan tengah dalam konvensi. India mengeluarkan rencana aksi nasional tentang perubahan iklim untuk menghadapi tantangan pembangunan dan pemberantasan kemiskinan. Upaya ini tidak dapat dilakukan tanpa peningkatan penggunaan energi. India menentukan tidak akan melebihi emisi per kapita negara maju bahkan ketika mengejar pertumbuhan. Dikatakan juga bahwa mengartikan kembali konvensi tentang kewajiban negara berkembang adalah kontraproduktif.
China mengatakan bahwa ada faktor yang memecah para pihak dan mencegah proses bergerak maju. Tentang isu pengelompokan, telah jelas dari konvensi hanya mengelompokan antara negara Annex 1 dan non-Annex 1. Secara umum dengan tanggungjawab berbeda adalah panduan prinsip. Pembedaan dalam BAP tentang kewajiban berbeda antara negara maju dan berkembang, dimana negara maju mempunyai ukuran komitmen mitigasi dengan perbandingan upaya di antara mereka, sementara negara berkembang bertanggungjawab dalam melakukan aksi mitigasi yang sesuai dengan dukungan teknologi dan dana dari negara maju.
China menambahkan walaupun negara maju menyetujui atau tidak, negara berkembang seperti China, India, Afrika Selatan dan Brazil melakukan upaya mitigasi tanpa dukungan dari negara maju. Ditekankan perlunya perhatian bagaimana para pihak dapat memenuhi komitmen mereka daripada menghabiskan waktu menggolongkan negara berkembang.
Jepang mengatakan, ketika negara maju bertanggungjawab dalam kontribusi tingkat emisi sekarang, ini penting bagi komunitas internasional untuk mengetahui bahwa pemanasan global adalah isu global yang tidak hanya terbatas pada negara maju annex 1 konvensi. Dikatakan bahwa melihat perbandingan emisi yang berasal dari sumber energi, perbandingan antara annex 1 dan non-annex 1 hampir 1:1. Daftar annex 1 telah disusun pada 1992 dan kemudian dunia mengalami perubahan pada pembangunan ekonomi dan sosial negara berkembang.
Amerika Serikat melihat regim iklim ke depan di semua negara akan melakukan tindakan terkait perubahan iklim dan aksi seharusnya sesuai dengan yang ada dan memperluas sesuai kondisi dan kemampuan nasional masing-masing negara dan mencerminkan keberagaman. Ini penting untuk mengembangkan di negara berkembang, pertumbuhan dan emisi yang tidak dapat dikendalikan di negara berkembang akan mengabaikan upaya negara dalam mengurangi emisi mereka.
Beberapa para pihak mengusulkan bahwa konvensi dan BAP memerlukan komitmen mengikat atau target bagi negara maju dan tidak mengikat bagi negara berkembang. Dikatakan bahwa BAP masih terbuka apakah negara maju akan mempunyai komitmen atau aksi mengikat. Ditekankan bahwa BAP tidak berisi pilihan bentuk kesepakatan hukum yang menghasilkan dan dengan sengaja meninggalkan pertanyaan terbuka seperti para pihak melihat kesepakatan baru atau putusan.
BAP menjelaskan negara maju dan berkembang sebagai lawan negara annex 1 dan non-annex 1. Apakah negara maju atau berkembang dalam hal itu, apa perbedaannya, bagaimana membedakan antara kelompok negara ini untuk semua pertanyaan penting. Terkait isu mandat contact group, AS mengatakan bahwa pertimbangan BAP didahului dengan kata-kata “inter-alia” dan jika para pihak menyetujui bahwa sesuatu harus dipertimbangkan, kemudian seharusnya mempertimbangkan, mengetahui kebutuhan untuk sensitivitas dengan isu yang ada.
Menanggapi diskusi, Duta Besar Brazil, Luiz Machado sebagai Ketua AWG-LCA, kelompok kerja mitigasi, mengingatkan bahwa di Bali, semua orang memutuskan bahwa mereka akan bertindak bersama menurut prinsip umum dengan tanggungjawab berbeda untuk memenuhi pelaksanaan konvensi. Dia memperingatkan bahwa tidak produktif menghabiskan banyak waktu membahas beberapa hal saja tetapi tidak membantu para pihak untuk kemajuan ke depan. Dia menghimbau para pihak bekerja dalam kelompok dan semangat kerjasama. Dia juga mengatakan bahwa melihat masing-masing GDP bukanlah mandat kelompok kerja.
Duta besar Machado mengatakan bahwa isu pengelompokan tidaklah untuk mengarahkan para pihak untuk memajukan kerja yang ada. Kesimpulannya dia akan menyiapkan ringkasan perubahan kerja selanjutnya dalam konferensi para pihak di Poznan.
Sumber: http://www.twnside.org.sg/climate.news.accra.htm
Berita Terkait: Kesepakatan Penguatan Aksi Internasional Jangka Panjang Perubahan Iklim akan Berlanjut di Kopenhagen
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0096&ikey=1