Ani Purwati – 13 Jul 2007
Semua mimpi akan berubah menakutkan. Namun jika publik dan pengambil kebijakan diberitahu tentang masalah dan bahaya yang sebenarnya, semua akan menjadi lebih baik. Tetapi dalam pertemuan ilmiah rekayasa genetik (transgenik), sungguh tidak dapat dipahami, apa yang sebenarnya terjadi di balik ilmu rekayasa genetik. Tidak hanya buruk, tetapi juga memodifikasi masalah untuk menyesatkan publik dan pengambil kebijakan sehingga berpihak pada kepentingan perusahaan bioteknologi.
Rekayasa genetik tanaman dan hewan mulai berkembang pertengahan 1970-an di bawah bayang-bayang kepercayaan bahwa genom (keseluruhan materi genetik spesies) teratur dan tetap serta merupakan karakteristik organisme sebagai komponen yang lengkap di dalam gennya. Tetapi ilmuwan genetik mendapat temuan mengejutkan, ternyata genom bersifat dinamis dan berubah-ubah, bahwa ekspresi dan struktur gen berubah terus-menerus menurut pengaruh lingkungan.
Pada tahun 1999, Dr. Mae Wan Ho mendirikan Institute of Science in Society (ISIS) yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan, masyarakat, dan keberlanjutan serta berusaha menyampaikan ilmu pengetahuan untuk kebaikan publik. Pada tahun 2003, sejumlah ilmuwan di seluruh dunia bergabung dengan membentuk Independent Science Panel dan menghasilkan laporan The Case for A GM-Free Sustainable World, tentang tantangan, masalah dan bahaya tanaman rekayasa genetik setara dengan kesuksesan dan manfaat pertanian berkelanjutan non-rekayasa genetik.
“Sekarang kami telah mengup-dated laporan ISP dengan dokumen berisi lebih dari 160 artikel lengkap dari Science in Society, tentang bahaya pengabaian, kecurangan ilmiah, penggelapan pengaturan, dan pelanggaran hak petani,” ungkap Dr Mae Wan Ho dalam siaran pers ISIS, 28 Juni lalu.
Kajian ilmiah ISIS (GM Food Nightmare Unfolding in the Regulatory Sham) juga menyampaikan tentang bagaimana pengambil kebijakan dan lembaga penasihat seperti European Food Safety Authority telah mengabaikan prinsip kehati-hatian (precautionary principle), menyalahgunakan ilmu, tidak mematuhi hukum, dan membantu mempromosikan teknologi rekayasa genetik dengan fakta yang berlawanan dengan keamanan pangan dan pakan rekayasa genetik.
Setelah 30 tahun Organisme Hasil Rekayasa Genetik (OHRG) atau Genetically Modified Organism (GMO), lebih dari cukup kerusakan yang ditimbulkannya terdokumentasikan dalam laporan ISP. Di antaranya:
– Tidak ada perluasan lahan, sebaliknya lahan kedelai rekayasa genetik menurun sampai 20 persen dibandingkan dengan kedelai non-rekayasa genetik. Bahkan kapas Bt di India gagal sampai 100 persen.
– Tidak ada pengurangan pengunaan pestisida, sebaliknya penggunaan pestisida tanaman rekayasa genetik meningkat 50 juta pound dari 1996 sampai 2003 di Amerika Serikat.
– Tanaman rekayasa genetik merusak hidupan liar, sebagaimana hasil evaluasi pertanian Kerajaan Inggris.
– Bt tahan pestisida dan roundup tahan herbisida yang merupakan dua tanaman rekayasa genetik terbesar praktis tidak bermanfaat.
– Area hutan yang luas hilang menjadi kedelai rekayasa genetik di Amerika Latin, sekitar 15 hektar di Argentina sendiri, mungkin memperburuk kondisi karena adanya permintaan untuk biofuel. Meluasnya kasus bunuh diri di daerah India, meliputi 100.000 petani antara 1993-2003 dan selanjutnya 16.000 petani telah meninggal dalam waktu setahun.
– Pangan dan pakan rekayasa genetik berkaitan dengan adanya kematian dan penyakit di lapangan dan di dalam tes laboratorium.
– Herbisida roundup mematikan katak, meracuni plasenta manusia dan sel embrio. Roundup digunakan lebih dari 80 persen semua tanaman rekayasa genetik yang ditanam di seluruh dunia.
– Kontaminasi transgen tidak dapat dihindarkan. Ilmuwan menemukan penyerbukan tanaman rekayasa genetik pada non-rekayasa genetik sejauh 21 kilometer.
Pangan dan pakan rekayasa genetik berisiko pada kesehatan
Dr. Irina Ermakova menunjukkan bagaimana kedelai rekayasa genetik menyebabkan tikus betina melahirkan bayi kerdil dan tidak normal dengan lebih dari setengahnya meninggal dalam tiga minggu. Ratusan penduduk dan pemetik kapas di India mengalami alergi. Ribuan domba mati setelah merumput di lahan yang mengandung residu kapas Bt, begitu pun kambing dan sapi dilaporkan tahun ini. Protein buncis berbahaya pindah ke kacang polong, ketika diuji coba pada tikus menyebabkan radang paru-paru hebat dan secara umum menimbulkan sensitif makanan.
Sejumlah penduduk di selatan Philipina jatuh sakit ketika lahan jagung sekitarnya berbunga pada tahun 2003, lima meninggal dan sebagian masih sakit hingga sekarang. Sejumlah sapi mati setelah makan jagung rekayasa genetik di Hesse, Jerman dan beberapa lainnya dibunuh karena penyakit misterius. Arpad Pusztai dan rekannya menemukan tomat rekayasa genetik dengan snowdrop lectin merusak setiap sistem organ tikus muda. Jagung rekayasa genetik Mon 863 yang dinyatakan aman seperti jagung non-rekayasa genetik oleh perusahaan dan diterima oleh EFSA, tetapi ketika dianalisa oleh ilmuwan indipenden CriiGen, mereka menemukan tanda keracunan pada liver dan ginjal.
Fakta mendorong kita untuk mempertimbangkan bahwa risiko GMO mungkin melekat pada teknologinya, ilmuwan ISIS mengingatkan untuk sepuluh tahun ke depan.
Risiko potensial rekayasa genetik
– Gen sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogenik untuk manusia dan hewan.
– Rekayasa genetik tidak terkontrol dan tidak pasti, genom bermutasi dan bergabung, adanya kelainan bentuk generasi karena racun atau imunogenik, yang disebabkan tidak stabilnya DNA rekayasa genetik.
– Virus di dalam sekumpulan genom yang menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetik.
– Penyebaran gen tahan antibiotik pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi.
– Meningkatkan transfer gen horizontal dan rekombinasi, jalur utama penyebab penyakit.
– DNA rekayasa genetik dibentuk untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat mengakibatkan kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker).
– Tanaman rekayasa genetik tahan herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga meracuni manusia dan binatang seperti pada tanaman.
Bioteknologi pada biofuel hijau
Hati-hati dengan tanaman bioenergi rekayasa genetik untuk menghasilkan biofuel. Biofuel bukan karbon netral. Mereka langsung berlomba dengan pakan ternak seperti jagung, kedelai dan lain-lain, membuat harga makanan melambung. Mereka juga berlomba mendapat lahan, menyebabkan petakan luas hutan hujan tropis rata secara perlahan melepas karbondioksida ke atmosfir, mempercepat pemanasan global.
George Bush telah menargetkan substitusi 20 persen biofuel untuk petrolium pada 2017. Uni Eropa (UE) mengatakan 10 persen energi transportasi harus berasal dari biofuel pada 2020.
Berkembang pula tekanan untuk komersialisasi sejumlah spesies pohon rekayasa genetik yang telah dimodifikasi dengan sejenis transgen, sehingga pohon rekayasa genetik diusulkan untuk ditanam dengan asumsi yang salah bahwa tanaman rekayasa genetik itu dapat mengimbangi emisi karbon, salah satu syarat dari Clean Development Mechanism (CDM) dari Protokol Kyoto.
Industri Bioteknologi secara tidak langsung telah bersiap atas nama biofuel, berharap publik menerima tanaman transgenik. Dalam hal ini, bioteknologi ini juga mengharapkan tindakan pemerintah untuk menyampaikan bahwa keamanan bukan masalah karena tanaman bioenergi rekayasa genetik tidak digunakan sebagai makanan. Tetapi penanaman rekayasa genetik dan tanaman biofuel akan memperburuk masalah dengan meningkatkan kontaminasi rekayasa genetik.
Fakta bahwa tanaman rekayasa genetik tidak aman nampak pula dari sistem peradilan. Di antaranya putusan pengadilan terhadap Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) atas kegagalan pelaksanaan kajian dampak lingkungan dan pengeluaran ijin ilegal. Putusan tentang GMO terhadap sebuah badan di negara pengembang rekayasa genetik terbesar di dunia yang telah mempromosikan rekayasa genetik secara agresif.