Meskipun negara-negara berkembang menyampaikan kekhawatiran atas kurangnya keseimbangan dalam laporan hasil kerja dari Kelompok Kerja Ad Hoc Aksi Kerjasama Jangka Panjang di bawah UNFCCC (Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action – AWGLCA), ketua kelompok kerja ini mengirimkan laporan kepada Konferensi Para Pihak (COP) di bawah otoritasnya sendiri. Demikian menurut Laporan Meena Raman dari Third World Network (TWN), 14 Desember 2011.
Sabtu pagi, 10 Desember (saat perundingan iklim Durban diperpanjang), Ketua AWGLCA, Mr Daniel Reifsnyder dari Amerika Serikat, membuat rancangan kesimpulan hasil kerja kelompok yang terdiri 56 halaman termasuk lampiran.
Ketika AWGLCA bertemu untuk sesi akhir pleno larut malam, Reifsnyder resmi menyampaikan dokumen ke Para Pihak (disebut sebagai dokumen L4). Dia juga menyajikan dokumen lain yang mencerminkan kerja kelompok informal sebagai catatannya, (disebut sebagai Conference Room Paper – CRP 39), yang katanya adalah untuk membawa ide-ide dan usulan maju dimana diskusi kelanjutannya dipertimbangkan tahun selanjutnya.
sebagian besar negara berkembang mengungkapkan kekhawatiran selama sesi akhir dari AWGLCA yang mengabaikan prosedur penyampaian dokumen hasil kepada COP di bawah wewenang ketua meski tidak mendapat kesepakatan dari Para Pihak UNFCCC.
Beberapa negara berkembang menyampaikan keprihatinan atas isu-isu spesifik dan kurangnya keseimbangan dalam teks, terutama terkait dengan tindakan-tindakan mitigasi negara maju dan berkembang, dengan mogok di antara mereka, dan tidak adanya pengakuan tanggung jawab historis dan prinsip umum tapi dengan tanggung jawab berbeda (common but differentiated responsibilities – CBDR).
Banyak negara tidak senang karena tidak adanya ekspresi tingkat ambisi mitigasi oleh negara-negara maju dan tidak adanya ketentuan yang membedakan upaya antara Pihak Protokol Kyoto (KP) dan non-Pihak KP (AS khususnya). Beberapa keprihatinan mendalam menyatakan bahwa rezim mitigasi fleksibel untuk negara-negara maju sedang disiapkan di tempat KP, dan bahwa hal itu tidak memiliki rezim kepatuhan atau kerangka perhitungan umum.
AS menentang setiap upaya di Durban untuk proses apapun yang meninjau janji atau tentang bagaimana meningkatkan tingkat ambisi pengurangan emisi gas rumah kaca. Negara ini juga tidak menginginkan kerangka perhitungan umum atau suatu rezim kepatuhan, yang disebut oleh banyak negara berkembang dan Uni Eropa.
Ada kekhawatiran juga atas pembiayaan jangka panjang dimana tidak ada kejelasan tentang bagaimana US 100 miliar per tahun pada 2020 seperti yang disepakati di Cancun akan dimobilisasi atau roadmap yang harus diletakkan untuk memastikan sumberdaya keuangan berkelanjutan dan terprediksi untuk negara berkembang.
Beberapa negara berkembang ingin dokumen AWGLCA yang akan dikerjakan lebih lanjut agar “mengembalikan keseimbangan” dan mengusulkan agar ini dapat dilakukan tahun depan dan tidak siap untuk mendukung adopsi dari dokumen hasil di Durban.
Keberlanjutan AWGLCA diperpanjang selama satu tahun melalui keputusan Para Pihak dalam dokumen “Durban Platform” yang berbunyi sebagai berikut:
“Memutuskan untuk memperpanjang Kelompok Kerja Ad Hoc Aksi Kerjasama Jangka Panjang di bawah Konvensi selama satu tahun sehingga perlu melanjutkan kerja dan mencapai hasil yang disepakati berdasarkan keputusan 1/CP.13 (Bali Action Plan) melalui keputusan yang diadopsi oleh sesi keenam belas, ketujuh belas dan kedelapan belas Konferensi Para Pihak, dimana saat itu Kelompok Kerja Ad Hoc Aksi Kerjasama Jangka Panjang di bawah Konvensi harus diakhiri.”
Permintaan untuk melaksanakan pekerjaan lebih lanjut tentang dokumen L4 tahun depan diabaikan oleh Ketua yang melanjutkan mengirimkan dokumen ke COP di bawah otoritasnya sendiri.
Ada frustrasi yang mendalam di antara banyak delegasi. Utusan iklim Venezuela, Ms. Claudia Salerno harus berdiri di kursi dengan plat nama negaranya untuk menarik perhatian Ketua AWGLCA setelah ia mengetuk palu adopsi laporan pertemuan.
Salerno mengatakan bahwa dokumen AWGLCA memiliki kekurangan serius, namun, sedang dikirim ke COP. Dia mengungkapkan bahwa ada ancaman jika Venezuela tidak setuju dengan adopsi dari teks, tidak akan ada periode komitmen kedua di bawah Protokol Kyoto dan bahwa sistem multilateral tidak akan dipertahankan.
Ketua hanya mengabaikan protes Venezuela dan pertemuan ditunda.
Pada sesi formal pleno COP, Reifsnyder memberitahu COP bahwa Para Pihak tidak dapat mencapai kesepakatan. Menurutnya, teks penuh dengan kemajuan penting dan komprehensif. Dia berharap teks itu bisa diadopsi oleh COP sebagai bagian dari paket komprehensif Durban. Dokumen ini diadopsi sebagai bagian dari paket Durban.
(Paket ini terdiri dari 4 keputusan tentang: (i) periode komitmen kedua untuk pengurangan emisi oleh Pihak Annex 1 di bawah KP, (ii) keputusan tentang pekerjaan AWGLCA; (iii) keputusan tentang Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund), dan (iv) suatu perjanjian yang menetapkan kelompok kerja ad hoc baru tentang Durban Platform untuk meningkatkan tindakan.)
Ketika dokumen AWGLCA pertama kali disampaikan kepada Para Pihak, banyak kekhawatiran ditunjukkan.
Arab Saudi menyatakan keprihatinan di sejumlah bagian. Teks lebih menekankan pada unsur-unsur mitigasi bagi negara-negara berkembang dan melemahkan orang-orang di negara berkembang. Sebagai contoh, pada modalitas kajian dan penilaian internasional (international assessment and review -IAR) dari negara-negara maju, kebutuhan untuk aturan perhitungan terpadu tidak lagi dalam teks. (Beberapa negara, baik negara maju dan berkembang telah menyerukan aturan perhitungan umum untuk mitigasi negara maju tetapi AS menentang ini).
Dalam kasus laporan pembaruan dua tahunan (BUR) untuk negara-negara berkembang, mandat dari keputusan Cancun (2010) adalah bahwa laporan tersebut agar diserahkan sesuai dengan kemampuan mereka dan tingkat dukungan yang diberikan untuk pelaporan [ayat 60 (c) dari Keputusan Cancun] tetapi bahasa dalam ayat 41 (f) dari dokumen AWGLCA (L4) tidak mencerminkan hal itu.
[Ayat 41(f) menyatakan:” Bahwa Pihak Non Annex I (negara berkembang) akan menyampaikan laporan pembaruan dua tahunan setiap dia tahun, salah satu sebagai bagian komunikasi nasionalnya….”]
Malaysia mengatakan bahwa pendekatan canggih ketua untuk menunda semua masalah dalam dokumen 39 CRP tahun depan sebagai isu-isu kontroversial dengan pandangan berbeda, yang negara maju dan beberapa negara berkembang mempertentangkannya. Ini terkait dengan isu-isu seperti hak kekayaan intelektual, langkah-langkah perdagangan unilateral, dan ekuitas dalam dokumen visi bersama. Namun, dalam dokumen L4 AWGLCA, dalam kasus dimana negara-negara berkembang memiliki pandangan yang kuat, usulan mereka telah diabaikan terutama yang terkait dengan mitigasi negara maju, tentang pendekatan kerjasama sektoral, berbagai pendekatan termasuk kesempatan untuk menggunakan pasar, dan konsekuensi ekonomi dan sosial tindakan penanggulangan.
Teks-teks yang terkait dengan aspek-aspek ini mencerminkan usulan negara-negara maju dan tidak mencerminkan posisi beberapa negara berkembang. Dalam hal mitigasi oleh negara-negara maju, tidak ada nomor tentang kebutuhan target pengurangan emisi agregat untuk Pihak Annex 1 (negara maju) seperti yang disebut oleh beberapa negara berkembang. Ini adalah masalah karena tingkat ambisi dari Pihak Annex 1 benar-benar hilang. Hanya ada referensi di bagian pembukaan “mengakui bahwa kesenjangan antara tingkat agregat pengurangan akan dicapai melalui upaya-upaya mitigasi global.” Usaha di sini adalah untuk menghindari angka agregat Annex 1 dan membuatnya sebagai tanggung jawab dari semua Pihak (termasuk negara berkembang) untuk memenuhi kesenjangan mitigasi.
Sumber Selengkapnya: http://www.twnside.org.sg/title2/climate/news/durban01/durban_update26.pdf
Disarikan Ani Purwati – 17 Dec 2011