S.T. Jahrin – 26 Jun 2007
Kontroversi penyebarluasan penggunaan Organisme Hasil Modifikasi Genetika atau OHMG, yang lebih dikenal dengan Genetically Modified Organism (GMO) atau rekayasa genetik (transgenik) telah menimbulkan arus pertentangan antara setuju dan yang kurang setuju. Antara lain Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan berbagai Organisasi Non-Pemerintah (Ornop) yang meminta peninjauan kembali penggunaan kapas transgenik di Sulawesi Selatan, karena pertimbangan akan dampak negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan OHMG.
Demikian menurut dr. drh. Mangku Sitepoe, Dosen Universitas Nasional, saat menjadi pembicara pada Workshop Jurnalistik Non-Mainstream Media, yang diselenggarakan oleh Konphalindo di Jakarta (21/06).
Namun perkembangan bioteknologi ini tidak bisa terbendung. Hingga tahun 1999, tanaman transgenik telah ditanam pada lahan seluas 39,9 juta ha di seluruh dunia, meliputi kedelai 21,6 juta ha, jagung 11,1 juta ha, kapas 3,7 juta ha, kanola 3,4 juta ha, kentang 0,3 juta ha, tembakau 0,3 juta ha, pepaya 0,3 juta ha, dan jeruk 0,3 juta ha. Sedangkan tanaman transgenik yang masih dalam penelitian, yaitu kelapa sawit, jati, karet, dan bunga-bungaan.
Tahun 1999, Indonesia sendiri telah mengimpor 1,09 juta ton kedelai, 780 ribu ton bungkil kedelai, 687 ribu ton jagung, 670 ribu ton susu sapi dalam bentuk susu bubuk dan susu yang diproses, 10.551 ton daging sapi, 7.746 ton hati sapi, 1.560 ton daging sapi tetelan yang berasal dari beberapa negara yang mengizinkan penggunaan teknologi rekayasa genetik dalam proses produksinya.
“Selain itu, masih ada beberapa jenis obat-obatan, vaksin, dan bibit tanaman, hasil industri maupun tanaman yang diduga dari produk OHMG yang juga diimpor,” kata Sitepoe.
Di bidang kedokteran dan kedokteran hewan, telah diproduksi obat-obatan khusus antibiotik dan beberapa hormon, vaksin, bahan diagnostik berupa antigen yang menggunakan OHMG. Selain itu, saat ini sedang diperkenalkan tranplantasi organ dari hewan ke manusia dengan menggunakan teknologi OHMG.
Dalam bidang food-additive seperti enzim, penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya juga telah menggunakan teknologi OHMG. Pada ikan juga sudah diperkenalkan penggunaan OHMG, sehingga penyimpanan lebih tahan lama.
Sedangkan di bidang teknologi lingkungan, OHMG telah dikembangkan untuk memecah limbah plastik dan membersihkan pencemaran logam berbahaya.
Dampak negatif penggunaan OHMG
Menurut Sitepoe, sampai saat ini dampak negatif penggunaan OHMG pada manusia, telah ditemukan dalam bentuk alergi. Dalam uji coba dengan menggunakan skin patch test terhadap kacang kedelai transgenik dari Brazil, hasilnya menunjukkan adanya reaksi alergi.
Hingga saat ini belum ditemukan lagi kasus yang berkaitan dengan dampak negatif dari penggunaan OHMG. Meskipun demikian, hasil beberapa penelitian pada hewan percobaan, dan gangguan terhadap lingkungan menunjukkan dampak negatif ini.
Secara ekologis penggunaan OHMG dikhawatirkan akan mengganggu tekstur dan struktur tanah. Seperti gen tanaman yang ditransfer menggunakan beberapa jenis mikroorganisme, sehingga tanaman transgenik akan menghasilkan bahan kimia maupun endotoksin yang dapat mencegah serangan hama dalam tanah.
Maka sisa tanaman transgenik itu masih mengandung toksin yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme di dalam tanah, sehingga terjadi degradasi bakteri (mikroorganisme) maupun organisme di dalam tanah, yang akan mengubah struktur dan tekstur tanah dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, endotoksin yang dihasilkan dapat membunuh beberapa jenis insect (serangga) tertentu, sehingga dapat mengganggu ekosistem jenis insect di atas tanah.
“Kematian larva kupu-kupu yang memakan daun yang tertular toksin tanaman transgenik di Sulawesi Selatan, dikhawatirkan akan memusnakan jenis kupu-kupu tersebut, dan akan mengganggu keseimbangan hayati,” jelas Sitepoe.
Menurutnya, terjadinya persilangan antara tanaman transgenik dengan tumbuhan lainnya menghasilkan tumbuhan liar, atau gulma baru yang resisten terhadap herbisida tertentu, mengakibatkan gangguan terhadap tanaman, dan juga akan mempengaruhi ekosistem tumbuh-tumbuhan.
Dengan berbagai ragam kehadiran OHMG dikhawatirkan juga akan mengakibatkan adanya polusi gen di muka bumi. Lalu muncul biodiversity atau keanekaragaman hayati yang akan mendominasi bumi, sehingga plasma nuftah baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan akan mengalami degradasi, seperti yang dialami oleh bakteri. Maka punahlah plasma nuftah yang kita miliki.
Berita Terkait:
http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0041&ikey=1