Ani Purwati – 04 Dec 2007
Kondisi yang terjadi pada manusia saat ini terkait dengan perubahan iklim merupakan dampak dari emisi gas bertahun-tahun lalu dari negara-negara maju. Selama 100 tahun terakhir ini peningkatan emisi menjadi makin parah dengan intensitas dan gejala iklim.
Dalam hal ini yang penting bagaimana pemerintah melihat masalah ini dengan serius. Selama ini pemerintah tidak menyadari dan menganggap bencana adalah kejadian yang tidak mungkin terelakan. Pemerintah lebih bersikap tidak proaktif atau bertindak setelah terjadi bencana melalui rehabilitasi.
Demikian menurut DR. ir. Rizaldi Boer sebagai Konsultan Climate Change Adaptation UNDP di sela Konferensi Perubahan Iklim di Nusa Dua, Bali (4/12).
“Padahal seharusnya tidak demikian. Ke depan pemerintah harus bisa lebih proaktif. Bagaimana pemerintah bisa mengintegrasikan perubahan iklim ini ke dalam rencana pembangunan nasional sampai ke tingkat lokal,” tegasnya.
Meski demikian itu merupakan proses. Baru-baru ini Presiden telah menyetujui dalam sidangnya untuk menyusun rencana aksi nasional untuk menghadapi perubahan iklim yang terdiri dari dua komponen, yaitu Indonesia turut berupaya menurunkan emisi global dengan perbaikan sektor-sektor penghasil emisi dan bagaimana meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dengan adaptasi.
Pasar CDM kecil
Semua program tersebut menurutnya harus diakomodasi dalam rencana jangka panjang dan menengah. Namun diakuinya dana dari APBN untuk itu belum ada. Solusinya bisa melalui carbon trading atau CDM yang memiliki manfaat besar meski masih lebih kecil dibanding negara-negara Asia seperti India, Cina atau negara Asean lain.
Hal itu disebabkan karena dari strategi nasional, masalah CDM lebih banyak hambatan internal baik masalah lembaga atau kebijakan regulasi. “Dalam kajian strategi nasional CDM (energi dan kehutanan), kita sudah memberi masukan apa yang harus dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi kendala lembaga,” ungkapnya.
Salah satunya PP 34 2002 tentang Tata Hutan, Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan terkait dengan pelaksanaan kegiatan CDM kehutanan yang menyebutkan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan jasa lingkungan maksimal diberikan untuk dua orang pada lahan 1000 ha telah diamandemen karena termasuk kecil untuk CDM.
Tetapi pasar CDM kecil dan tidak ada pembelinya. Dari sektor energi saja ada hal-hal kecil yang mengemuka akibat perebutan keuntungan. Seperti kasus di Bandar Gebang. Wilayah ini termasuk ke dalam Kabupaten Bekasi namun telah diserahkan ke Jakarta sebagai pembuangan sampah (TPA). Tapi setelah perusahaan Jepang masuk untuk proyek CDM dan sudah disetujui Komnas, Pemerintah Daerah Bekasi berpikir untuk mendapat keuntungan juga. Maka timbulah konflik dan akhirnya tidak masuk Komnas.
Potensi lain yang dimiliki Indonesia adalah menurunkan emisi oil gas. Muncul isu tentang production contract, tapi karena yang di atur hanya revenue oil dan gas saja sementara CO2 tidak diatur oleh siapa, maka timbul masalah. Kepada siapa pembayaran CO2 diberikan, kepada pemerintah atau swasta.