Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Pembangunan Berkelanjutan, Implementasinya?

Lutfiyah Hanim – 25 Jul 2011

Anda mungkin masih mengingat istilah pembangunan berkelanjutan. Baru-baru ini, bagaimana mengatasi implementasi yang buruk dari pembangunan berkelanjutan menjadi salah satu pembicaraan utama dalam Dialog Tingkat Tinggi atas Kerangka Institusi untuk Pembangunan Berkelanjutan (The high-level dialogue on the institutional framework for sustainable development atau HLD IFSD) yang diadakan atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Departemen untuk Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Department of Economic and Social Affairs/UN-DESA) di kota Solo Jawa Tengah.

 

Pertemuan yang berlangsung tanggal 19 – 21 Juli lalu, diadakan sebagai salah satu bagian persiapan dalam Konferensi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan (Rio + 20) di Brazil pada Juni 2012 mendatang.

 

Seperti diketahui, komitmen negara-negara untuk melakukan pembangunan berkelanjutan lahir dari Konferensi Tingkat Tinggi PBB (United Nations Conference on Environment and Development (UNCED)) di Kota Rio De Janeiro, Brazil pada tahun 1992. Konferensi bersejarah telah menempatkan perhatian pada krisis lingkungan dan pembangunan di level teratas agenda internasional. Kaitan antara lingkungan dengan pembangunan yang kemudian menjadi paradigma baru pembangunan berkelanjutan. Tahun 2012 mendatang, adalah 20 tahun setelah KTT tersebut diadakan di kota yang sama.

 

HLD IFSD Solo ini, diikuti oleh sekitar 300 peserta (terbanyak dari kalangan pemerintah dan diplomat), termasuk beberapa dari Kelompok-Kelompok Utama atau Majors Group, berasal dari berbagai negara anggota PBB, berlangsung selama tiga hari.

 

Konferensi dibuka oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Prof. Dr. Gusti Muhammad Hatta. Dutabesar Sha Zukang, Sekretaris Jenderal untuk Rio+20 dan juga UN Under-Secretary General for Economic and Social Affairs, memberikan kata sambutan dalam pembukaan konferensi pada 19 Juli di salah satu hotel di Solo. Bupati Karang Anyar, Rina Iriani Sri Ratnaningsih, juga menyampaikan pidato di acara pembukaan.

 

Dalam pembukaannya, Duta Besar Sha Zukang mengatakan bahwa masyarakat komunitas internasional harus memulai dengan pengertian bersama bagaimana memperkuat kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan (IFSD).

 

“Kita menghadapi tantangan berlipat dan berkait satu sama lain, pangan, energi, iklim, keuangan, pekerjaan, pembangunan dan institusi yang kita bangun haruslah disiapkan untuk mengatasi masalah-masalah itu semua dengan cara yang terintegrasi dan koherens.”

 

Sha mengidentifikasi tiga tujuan dalam IFSD. “Pertama adalah untuk membangunan sinergi yang diperlukan untuk implementasi pembangunan yang berkelanjutan dan terkoordinasi di tingkat nasional dan lokal. Kedua, adalah untuk mengurangi fragmentasi dan duplikasi fungsi diantara institusi sub-region, regional dan internasional, dengan didukung koordinasi dan koherensi pada tingkat nasioanl. Sementara yang ketiga, membangun pengaturan baru yang mampu menyediakan kepemimpinan yang kuat dalam mengatasi tantangan global pembangunan berkelanjutan.”

 

Dalam pidatonya, Gusti Muhammad Hatta menyampakan bahwa walaupun kata pembangunan berkelanjutan telah diterima sebagai konsep dalam beberapa dekade ini, kerangka institusi yang ada belum cukup untuk mengintegrasikan tiga pilar yang terdapat dalam pembangunan berkelanjutan, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Koordinasi, koherensi dan pengembangan kapasitas masih dianggap kurang, selain tidak cukupnya implementasi di tingkat nasional dan lokal, demikian kata Menteri Lingkungan Hidup RI tersebut.

 

Situasi ini menurut Gusti Muhammad Hatta, akan membawa pada beberapa pertanyaan seperti misalnya: bagaimana meningkatkan koordinasi dan koherensi pada kerangka institusi untuk pembangunan berkelanjutan; bagaimana struktur dan peran UNEP (Program Lingkungan PBB) dan ECOSOC  (Dewan Ekonomi dan Sosial PBB / The Economic and Social Council) dalam kerangka institusi pembangunan berkelanjutan; bagaimana membangun sinergi diantara lembaga internasional yang sudah ada dalam mendukung pendekatan yang lebih terintegrasi dalam pembangunan berkelanjutan; bagaimana mempromosikan implementasi pada tingkat nasional dan lokal.

 

Di negara berkembang dimana pembangunan masih tidak setara, sekaligus menegasikan kebutuhan sosial dan dimensi lingkungan, maka orang miskin menjadi kelompok yang paling menderita. Karena itu, kata Gusti Muhammad Hatta, perlu ada strategi bersama untuk mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan yang mendorong keseimbangan antara negara berkembang dan negera maju.  Prinsip fairness (keadilan) dalam meningkatkan kualitas kehidupan seharusnya menjadi referensi dalam upaya global untuk mengatasi kebutuhan saat ini dan masa depan.

 

Dialog tingkat tinggi tersebut, dibagi dalam lima sesi diskusi yang memiliki tema-tema sebagai berikut:  “Enhancing UN system coherence and coordination of the insitutional framework for sustainable development”; “Strengthening, transforming and reforming the intergovernmental institutions“; “Promoting sustainable development governance at the national and local levels“; “Strengthening international support to national level sustainable development governance“; and “Emerging issues: can the existing institutional framework adequately address them?” +

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *