Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Organisasi Masyarakat Sipil Desak DPR Tinjau UU yang Timbulkan Kerusakan Lingkungan

Ani Purwati – 13 Oct 2009

Sejumlah organisasi masyarakat sipil mendesak anggota Dewan Perwailan Rakyat (DPR) yang baru periode 2009-2014 melakukan peninjauan ulang (review) terhadap peraturan perundang-undangan yang telah mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Demikian salah satu agenda penting dalam pernyataan bersama organisasi masyarakat sipil Greenpeace Indonesia, ICEL, Jatam, Kiara, Walhi, SHI, SawitWatch kepada anggota DPR yang baru periode 2009-2014 di Jakarta (10/10).

Di depan anggota DPR Budiman Sujatmiko dari PDIP, Teguh Juwarno dan Riski Sadig dari PAN bersama wartawan, Chalid Muhammad dari Sarekat Indonesia Hijau (SHI) menyatakan bahwa bangsa Indonesia mempunyai masalah kompleks. Lingkungan hidup dan sumberdaya alam sebagai kekayaan yang selalu menjadi kebanggaan telah mengalami pemburukan secara sistematis baik darat, laut, hutan, tata ruang, tambang, perkebunan dan demokrasi.

“Kerusakan telah terjadi tanpa bisa mengerem apalagi menghentikan. Eksploitasi sumberdaya alam tanpa mempertimbangkan kemampuan alam dan keadilan,” ungkap Berry Rahardian dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).

Penyebabnya adalah sumber daya alam hanya dipandang sebagai komoditi untuk kepentingan ekonomi tanpa ada distribusi yang baik. Ke depan kondisi ini harus diperbaiki. UU pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang baru disahkan sedikit mempunyai kemajuan dari sebelumnya dilihat dari namanya yang menyertakan pengelolaan dan perlindungan.

“Yang penting adalah mengawal peraturan perundang-undangan ini agar restorasi ekologi terjadi secara adil terkait sosial dan ekonomi masyarakat,” tegas Berry.

Para pembuat kebijakan seperti pemerintah dan DPR, menurut Siti Maemunah dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) harus mengutamakan biaya pemulihan lingkungan setelah eksploitasi seperti di sektor tambang dan energi yang biasa ditanggung masyarakat. Para wakil rakyat yang telah duduk di DPR harus mendukung masyarakat yang menyuarakan hak-haknya yang telah terganggu akibat eksploitasi sumber daya alam.

“Mereka juga harus mengurus kembali pola konsumsi dan produksi sumber daya alam  yang memerlukan korelasi. Selama ini sering terjadi kebocoran dalam distribusi yang hanya berorientasi ekspor,” jelas Mae.

Hal yang sering terjadi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di semua sektor seperti laut dan pesisir, perkebunan, energi, tambang dan hutan.

 

Kriminalisasi Undang-Undang

Menanggapi desakan dari masyarakat sipil ini, Teguh Juwarno anggota DPR dari PAN mengakui kalau memang ada kelemahan dari peraturan perundang-undangan yang dihasilkan DPR. Salah satu penyebabya adalah kriminalisasi terhadap UU yang dikeluarkan DPR.

Teguh mengungkapkan, upaya kriminalisasi terhadap UU itu adalah penghilangan kata – kata dalam pasal yang telah disepakati di paripurna oleh oknum yang mempunyai kepentingan terhadap UU tersebut. Selain itu tantangan dari UU yang telah disepakati adalah tidak adanya peraturan pemerintah (PP) yang menyertainya. Ini mengakibatkan pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik.

Mantan jurnalis televisi ini juga mengakui tidak adanya visi negeri ini dalam memperbaiki kondisi bangsa yang mengalami kemunduran seperti yang disampaikan organisasi masyarakat sipil. Yang ada hanya paradigma pembangunan dengan pertumbuhan sekian persen dengan mengambil tambang, energi, hutan dan sumber daya alam lainnya.

Ray Rangkuti dari Lima juga mengatakan bahwa anggota DPR dari masa lalu hingga saat ini sulit dalam menyatukan visi. Untuk bisa melakukan perbaikan dari pembangunan yang selama ini hanya bersifat eksploitatif ini, DPR harus kembali menjadi lembaga yang bersih, mandiri dalam politik dan ekonomi dan penyeimbang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *