Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Negara Maju dan Berkembang Debatkan Amandemen Protokol Kyoto

Disarikan Ani Purwati – 13 Apr 2009

Negara maju dan berkembang berdebat keras tentang Protokol Kyoto dalam perundingan perubahan iklim di bawah kelompok kerja ad hoc Protokol Kyoto ( Ad-hoc Working Group on the Kyoto Protocol- AWG-KP) di Bonn. Demikian menurut Hira Jhamtani dari Third World Network (TWN) yang mengikuti jalannya perundingan perubahan iklim di Bonn (3/4).

Negara anggota membicarakan Protokol Kyoto periode kedua, periode komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca oleh Negara Annex I. Dalam hal ini akan mengamandemen Protokol Kyoto Annex B menurut artikel 3.9.

Negara berkembang meminta dengan tegas amandemen secara jelas dan singkat bagi Annex B, termasuk target baru pengurangan emisi Negara Annex I yang telah disetujui. Beberapa negara maju telah mengusulkan bermacam pilihan tunggal, protokol baru yang mempersatukan tindakan di bawah konvensi dan membangun Protokol Kyoto atau memerlukan dua protokol dalam bentuk Protokol Kyoto amandemen dan protokol baru di bawah konvensi. 

Usulan ini seperti pendapat atas keinginan beberapa negara maju untuk menggabungkan proses AWG-KP (proses Protokol Kyoto) dengan kerja AWG-LCA di bawah Konvensi Perubahan Iklim. Beberapa negara maju juga menunjuk proses keduanya sebagai satu kesatuan, menyiratkan semuanya bisa disetujui.

AWG-KP memandatkan pembahasan komitmen Negara Annex I selanjutnya setelah periode komitmen pertama berakhir pada 2012, dan menyepakati skala pengurangan emisi yang dicapai Negara Annex I selanjutnya pada akhir 2009.

Selama paripurna AWG-KP dan kelompok kerja isu legal lainnya, sejumlah negara berkembang mengatakan bahwa permintaan amandemen sederhana dan jelas hanya meminta amandemen Annex B.

Afrika Selatan atas nama Kelompok G77 dan China mengatakan seharusnya ada sedikit perubahan pada protokol. Hal pertama adalah menetapkan skala pengurangan emisi bagi Negara Annex I dan periode komitmen kedua. Ini seharusnya diikuti refleksi komitmen individu Annex B. Tidak ada dalam Protokol Kyoto mencegah putusan bermacam periode komitmen. Langkah selanjutnya bagi para pihak untuk meratifikasi amandemen yang akan dimasukkan.

China mengatakan bahwa masalah tidak begitu sulit. Dokumen legal dapat disiapkan dengan memasukkan kumpulan target pengurangan emisi dan negara secara individu. Tak ada yang lebih sulit daripada ini.

Tuvalu mengatakan bahwa bentuk Protokol Kyoto seharusnya masih dan para pihak (negara anggota) seharusnya tidak menulis ulang protokol dan seharusnya tidak meminta isu lain dari AWG-LCA.

Australia mengatakan bahwa bentuk legal periode komitmen kedua untuk pengurangan emisi oleh Negara Annex I adalah serius. Juga meliputi kerja AWG-LCA dan keterkaitan dan konsistensi perlu dipastikan. Terkait hal ini, Australia mengusulkan pilihan berikut, pilihan legal pertama terdiri tunggal, protokol baru yang menyatukan tindakan di bawah konvensi dan membangun Protokol Kyoto. Pilihan kedua memerlukan dua protokol dalam bentuk amandemen Protokol Kyoto dan protokol baru di bawah konvensi.

Jepang mengatakan  bahwa tidak dapat menjadi suatu kerangka yang efektif hanya dengan amandemen Annex B. Harus ada integrasi dengan AWG-LCA. Jepang menyatakan pandangannya bahwa regim iklim baru harus memasukkan komitmen baik negara maju maupun berkembang. Dia mengusulkan bahwa protokol baru adalah satu pilihan yang bisa dilakukan, walaupun tidak mengatur amandemen Protokol Kyoto.

Belarus juga mengusulkan formulasi protokol baru, menggabungkan hasil AWG-KP dan AWG-LCA serta menghasilkan teks koprihensif untuk protokol baru yang dibahas dan diadopsi di Kopenhagen.

Selandia Baru mengatakan bahwa proses Kopenhagen adalah tunggal, maka keterkaitan di antara working group tidak bisa dipisahkan. Dikatakan bahwa beberapa usulan di bawah AWG-LCA akan meminta amandemen Protokol Kyoto agar menjadi efektif. Tentang Protokol Kyoto sendiri, dikatakan bahwa sejumlah amandemen akan diperlukan.

 Diusulkan pula bahwa terlepas dari pemeliharaan komitmen pengurangan emisi terukur Negara Annex I dalam periode komitmen kedua, Annex B juga berisi kolom atau tabel baru yang merefleksikan komitmen periode kedua. Diusulkan Annex C baru yang berisi komitmen para pihak selanjutnya yang tidak saat ini dalam Annex I.

Republik Cekoslovakia atau EU mengatakan bahwa para pihak seharusnya mencari sinergi sebanyak mungkin. Tentang bentuk amandemen, EU mengatakan kami perlu menjaga teks sekarang sedapat mungkin, dan teks tambahan bagi ketentuan baru. Dia lebih menyukai penambahan kolom ketiga Annex B, tetapi tertarik untuk mempertimbangkan usulan Selandia Baru yang mempunyai Annex C, sepanjang tidak merubah komitmen alami.

Amandemen di bawah artikel 3.9 Protokol Kyoto dapat memasukkan teks yang terkait dengan hasil AWG-LCA sehingga komitmen selanjutnya bisa dibahas. Usulan perdagangan emisi dan mekanisme proyek (untuk mencapai pengurangan emisi Negara Annex I) dalam kelompok kerja lain di bawah AWG KP juga memerlukan amandemen Protokol Kyoto. Misalnya dalam bentuk usulan pendekatan sektor untuk mencapai pengurangan emisi.

EU mengatakan bahwa sejak banyak isu penting AWG-KP terkait kerja AWG-LCA, dia mengusulkan bahwa kerjasama group akan dibentuk dengan baik sebelum Kopenhagen. Hal ini didukung Jepang dan Uganda.

Kemudian ketua sidang mengusulkan bahwa dia bersama sekretariat akan menyusun non paper tentang teks amandemen di bawah artikel 3.9 untuk memfasilitasi diskusi selanjutnya. Teks ini akan menyediakan kepastian dan masukan bagi pembahasan bentuk legal. Para pihak menyetujui hal ini.

Sumber:

http://www.twnside.org.sg/

Berita Terkait:

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0140&ikey=1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *