Ani Purwati – 19 May 2011
Sampah seringkali menjadi momok yang menjijikkan bagi masyarakat. Bau busuk yang menyengat dari tumpukan sampah yang dikelilingi lalat, membuat warga menjauhinya. Padahal mereka juga yang membuang dan menumpuk sampah itu.
Kondisi seperti itu tidak seharusnya terjadi bila masyarakat bisa mengelola sampah dengan baik. “Sebenarnya dari kami sebagai warga sudah punya keinginan untuk mengelola sampah. Namun kami tidak tahu bagaimana caranya,” kata seorang ibu warga Kelurahan Nanggewer Mekar, di Cibinong, Jawa Barat saat bertemu dengan tim roadshow South to South Film Festival (StOS Festival) di Cibinong, Jawa Barat (15/5).
Bagi Maun Nakula yang sudah berpengalaman dalam mendampingi warga mengelola sampah, pernyataan ibu tersebut wajar. Itulah yang sering dirasakan warga dalam menghadapi dan mengelola sampah. Warga selalu berpikir bahwa mengelola sampah membutuhkan biaya yang mahal. Padahal tidak demikian.
“Justru dengan mengelola sampah, warga bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Bahkan bisa mendapatkan intensif dari pemerintah atau perusahaan penghasil produk yang menghasilkan sampah plastik,” kata Maun.
Warga bisa mengolah sampah dari rumah tangga menjadi kompos dan aneka kerajinan tangan tanpa membutuhkan biaya. Pertama, warga memisahkan sampah rumah tangga yang basah (organik) dan yang kering (anorganik). Sampah basah seperti sisa makanan, sayur-sayuran, daun-daunan diolah menjadi kompos. Sampah basah itu dipisahkan dari segala macam daging agar proses pengomposan tidak berulat atau berbelatung. Lalu sampah itu dimasukkan dalam karung atau ember dan dicampur dengan serbuk gergaji.
Karung berisi sampah dan campuran serbuk gergaji diikat atau dimasukkan dalam ember tertutup begitu saja dan disimpan jauh dari matahari. Setelah dua minggu sampah itu diaduk biar proses pengomposan sempurna. Selama empat minggu, pengomposan berlangsung dan menghasilkan kompos.
Sementara itu, warga juga bisa mengolah sampah kering seperti plastik bungkus makanan, sabun, pewangi pakaian dan sebagainya menjadi aneka kerajinan tangan yang unik. Di antaranya tas, tempat tisu, bunga dan sebagainya. Dengan bekal ketrampilan menjahit sehari-hari, warga bisa menghasilkan aneka kerajinan unik itu.
Dari hasil pengolahan sampah itu, warga bisa mendapatkan keuntungan dalam bentuk uang dengan menjual aneka produk olahan sampah itu, baik kompos maupun kerajinan tangan. Kompos juga bisa digunakan sebagai pupuk tanaman di pekarangan rumah sehingga subur dan menambah kerindangan lingkungan sekitar rumah. Bila tanaman itu berbentuk sayuran atau tanaman obat, warga bisa memanfaatkan untuk kebutuhan makan sehari-hari.
Selain bisa menjual aneka produk olahan sampah, warga juga bisa mendapatkan intensif berupa uang dari pemerintah atau perusahaan yang menghasilkan produk yang berbungkus plastik. “Undang-Undang No. 18 tahun 2008 tentang sampah telah mengatur adanya intensif bagi warga yang mengelola sampah dari rumah tangganya. Jadi warga tidak perlu khawatir memerlukan biaya lagi untuk mengelola sampah,” tegas Maun.