Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Kesepakatan Iklim di Cancun Aneh

Ani Purwati – 17 Dec 2010

Konferensi Perubahan Iklim di Cancun, Mexico menghasilkan kesepakatan yang lemah pada 11 Desember. Menurut banyak pihak, kesepakatan itu hanya untuk menghidupkan kembali semangat multilateralisme dalam sistem perubahan iklim, setelah kegagalan perundingan Copenhagen setahun yang lalu dan menjaga reputasi Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Demikian menurut Martin Khor, sebagai Direktur Eksekutif South Centre dalam The Star, Malaysia (13 Desember 2010).

Menurut Khor, sebagian besar delegasi mengucapkan selamat satu sama lain, untuk menyetujui dokumen di Cancun. Tapi teks hasil Cancun juga dinilai jauh lebih singkat, atau bahkan mundur dalam mengontrol emisi gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim.
 
Konferensi Perubahan Iklim di Cancun mengalami pukulan pada awal perundingan karena pengumuman Jepang tidak akan pernah setuju untuk membuat komitmen lain di bawah Protokol Kyoto (periode komitmen pertama untuk pengurangan emisi berakhir pada tahun 2012 dan batas waktu untuk periode komitmen kedua yang disetujui adalah 2009 di Copenhagen).
 
“Konferensi ini tidak pernah lepas dari pukulan itu. Teks terakhir hasil perundingan gagal menjamin kelangsungan hidup protokol, meskipun beberapa set kerangka acuan untuk melanjutkan pembicaraan pada periode komitmen kedua tahun depan,” kata Khor.

Khor melihat bahwa pertemuan di Cancun ini sebenarnya lebih memungkinkan negara-negara maju untuk beralih dari Protokol Kyoto dan rezim mengikat atas komitmen pengurangan emisi, menuju sistem sukarela di mana masing-masing negara hanya membuat janji pada berapa banyak akan mengurangi emisi.
 
Teks Cancun juga mengakui target pengurangan emisi negara maju yang terdaftar di bawah Copenhagen Accord. Tapi secara keseluruhan target ini sangat kurang sehingga banyak laporan ilmiah memperingatkan bahwa negara-negara maju pada tahun 2020 hanya dapat menurunkan emisi mereka sedikit atau bahkan bisa meningkatkan tingkat emisi mereka. Dunia akan mengalami kenaikan suhu 3 sampai 5 derajat, yang akan mengakibatkan bencana.

Ketika negara-negara maju berupaya melepaskan diri dari komitmennya, teks Cancun justru menyampaikan tentang upaya baru negara-negara berkembang. Mereka sekarang wajib mengajukan rencana dan target mereka untuk mitigasi iklim, yang harus dikompilasi dalam dokumen dan kemudian didaftar.
 
Ini adalah langkah pertama dari rencana negara maju (mereka telah cukup terbuka tentang hal itu) agar negara-negara berkembang memiliki target mitigasi mereka sebagai komitmen pada jadwal nasional, mirip dengan jadwal tarif di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation – WTO).

Teks Cancun juga mewajibkan negara-negara berkembang untuk melaporkan emisi nasional mereka setiap dua tahun serta tindakan iklim mereka dan hasil dalam hal menghindari emisi.
 
Laporan-laporan ini harus melalui pengawasan rinci oleh negara-negara lain dan pakar internasional. Teks Cancun sebenarnya memberikan banyak ruang untuk rincian prosedur “pelaporan, pengukuran dan verifikasi” (measuring, reporting and verification – MRV) serta “konsultasi internasional dan analisis” (ICA).
 
Ini semua adalah kewajiban baru, dan negara-negara maju (terutama Amerika Serikat) banyak menghabiskan waktu di Cancun untuk mendapatkan negara-negara berkembang menyetujui rincian MRV dan ICA. 

Banyak pejabat negara berkembang semakin khawatir di Cancun tentang bagaimana mereka akan menerapkan kewajiban baru. Mereka akan banyak membutuhkan orang, keterampilan dan uang. Bahkan negara-negara berkembang membuat banyak konsesi dan pengorbanan di Cancun, sementara negara-negara maju berhasil mengurangi atau menurunkan kewajiban mereka.

Agus Purnomo dari Dewan Nasional Perubahan Iklim Indonesia saat Sarasehan Iklim yang diselenggarakan Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) di Jakarta (16/12), juga mengatakan bahwa Konferensi Perubahan Iklim di Cancun, Mexico menghasilkan keputusan yang tidak penuh untuk memenuhi komitmen penurunan emisi pasca Protokol Kyoto periode pertama. Namun pada perundingan iklim di Durban, Afrika Selatan pada Desember 2011, keputusan penuh untuk memenuhi komitmen penurunan emisi Protokol Kyoto Periode Kedua diharapkan bisa terwujud sebagai kesempatan terakhir.

“Target Durban adalah tercapainya kesepakatan kelanjutan Protokol Kyoto yang legally binding (red: mengikat secara hukum). Di sini nanti juga akan dibuat target baru untuk Annex I dan Amerika Serikat,” kata Purnomo.

Menurut Purnomo, Kesepakatan Cancun bisa menjadi dasar untuk mencapai kesepakatan di Durban, Afrika Selatan tahun depan. Semua negara Para Pihak yang hadir menyetujui kesepakatan Cancun ini kecuali Bolivia. Semua pledges Annex I dicatat saat perundingan di Cancun akan diproses menuju target kuantitatif untuk dimasukkan pada komitmen Protokol Kyoto periode kedua.

Tonggak Sejarah
 
Menurut Khor, di masa depan, Cancun bisa diingat sebagai tempat dimana rezim iklim UNFCCC telah berubah secara signifikan, dengan negara-negara maju yang diturunkan kewajibannya, sementara, negara berkembang diminta untuk meningkatkan kewajiban mereka agar menjadi lebih seperti negara maju.

“Dunia ini sedang dipersiapkan untuk suatu sistem baru, yang kemudian bisa menggantikan Protokol Kyoto. Cancun adalah sebuah tonggak sejarah dalam memfasilitasi ini,” ungkap Khor.

Konferensi Perubahan Iklim di Cancun juga menyetujui pembentukan dana iklim global yang baru di bawah UNFCCC untuk membantu membiayai mitigasi dan adaptasi. Sebuah komite akan dibentuk untuk merancang berbagai aspek dari dana tersebut. Namun tidak ada putusan tentang berapa banyak dana tersebut akan didapatkan.
 
Mekanisme teknologi juga dibentuk di bawah UNFCCC, dengan sebuah komite pembuatan kebijakan dan terpusat. Namun, Teks Cancun menghindari menyebutkan hak kekayaan intelektual (HKI), yang memiliki pengaruh terhadap akses dan biaya teknologi negara berkembang.

Amerika Serikat bersikeras bahwa tidak akan menyebutkan apapun terkait masalah HKI, dan itu terjadi di Cancun.
 
Konferensi Perubahan Iklim di Cancun juga ditandai dengan pertanyaan metode kerja, cukup mirip dengan WTO namun tidak digunakan di PBB, dimana negara tuan rumah, Mexico, menyelenggarakan pertemuan dalam kelompok-kelompok kecil yang dipimpin oleh dirinya sendiri dan beberapa menteri yang dipilih, yang membahas teks pada berbagai isu.
 
Dokumen terakhir bahkan dihasilkan tidak melalui proses perundingan biasa di antara delegasi, tetapi disusun oleh orang-orang Mexico sebagai ketua rapat, dan diberikan kepada para delegasi hanya beberapa jam untuk mempertimbangkan, tentang menerima atau tidak (tidak diperbolehkan ada amandemen).

Pada pleno akhir, Bolivia menolak Teks Cancun, dan Duta Besar Pablo Solon, membuat pernyataan alasannya. Meskipun tidak ada konsensus pada teks, menteri luar negeri Mexico menyatakan teks diadopsi, dengan Bolivia mengajukan keberatan.
 
Cara Mexico mengorganisasi penulisan dan kemudian menerapkan Teks Cancun menimbulkan banyak pertanyaan tentang keterbukaan dan masa depan prosedur dan praktik PBB.

Sumber: http://www.twnside.org.sg/title2/climate/cancun.news.01.htm

Berita Terkait: http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0354&ikey=1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *