Ani Purwati – 04 Jun 2008
Bagi masyarakat adat, keterkaitan antara keanekaragaman hayati dan perubahan iklim tidak diragukan lagi. Untuk itu Forum Masyarakat Adat PBB menyambut masukan agenda CBD. Untuk menunjukkan keterkaitan itu, forum mengambil tema “Climate change, bio-cultural diversity and livelihoods: The stewardship role of Indigenous Peoples” (Perubahan Iklim, keanekaragaman budaya, bio bio-cultural dalam sesi ketujuh yang berlangsung pada 23 April – 2 Mei 2008. Dalam sesi ini disiapkan laporan khusus yang mempelajari “Dampak Mitigasi Perubahan Iklim pada Masyarakat Adat dan Wilayahnya.”
Laporan ini menyatakan bahwa kontribusi masyarakat adat pada krisis perubahan iklim sangat kecil dibandingkan yang lain karena mata pencaharian tradisional dan gaya hidup berkelanjutan mereka. Namun mereka justru yang paling menderita akibat dampak perubahan iklim. Mereka juga telah mengingatkan akan adanya perubahan iklim ketika mereka merasakan dampak pada lahan dan perairan. Masyarakat adat di kutub utara menyaksikan pencairan lapisan es yang belum pernah terjadi dan pelelehan salju pada 30 tahun lalu, bahkan sebelum dunia membicarakan perubahan ikim.
Masyarakat adat menunjukkan kearifan dan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam komunitasnya dan mengumpulkan pengalaman dan pengetahuan substansial pada proses ini. Mereka juga telah berkontribusi secara signifikan menjaga karbon dalam tanah karena perjuangannya menghentikan eksploitasi minyak, gas dan mineral. Mereka menyimpan karbon dalam tumbuhan karena perlawanannya pada penggundulan hutan dan deforestasi.
Dengan demikian masyarakat adat telah berkontribusi menurunkan gas rumah kaca (greenhouse gasses) yang dapat mencapai ratusan gigatons lebih tinggi dari apa yang ditentukan Protokol Kyoto. Namun kontribusi itu tidak diperhitungkan dan masyarakat adat bukanlah sebagai penerima penghargaan. Sebaliknya mereka ditangkap dan disiksa bahkan dibunuh karena penolakannya terhadap kecerobohan eksploitasi sumber daya terakhir bumi.
Dampak Perubahan Iklim pada Masyarakat Adat
Yang menyedihkan lagi, masyarakat adat tidak hanya mengalami dampak dari perubahan iklim tetapi juga dari upaya mitigasi perubahan iklim yang sebagian besar berdasarkan mekanisme pasar. Penetapan penyerapan karbon (carbon sinks), perdagangan karbon, perluasan penanaman biofuel, pembangunan mega-hydroelectric dams dan geothermal dams yang dipertimbangkan sebagai sumber energi terbarukan, sekarang berdampak buruk pada masyarakat adat. Dalam hal ini termasuk pengambilalihan lahan masyarakat adat secara besar-besaran, pengalihan wilayah adat, erosi keanekaragaman hayati dan pengetahuan tradisional, pengabaian keragaman budaya dan perusakan mata pencaharaian tradisional mereka.
“Kami telah mendokumentasikan beberapa kasus pelanggaran hak asasi masyarakat adat termasuk kesewenang-wenangan, penangkapan dan pembunuhan aktivis masyarakat adat yang menolak meninggalkan wilayahnya karena terpilih sebagai kawasan penyerapan karbon,” ungkap Victoria Tauli-Corpuz sebagai Ketua UNPFII dalam pernyataannya di depan forum Konferensi Keanekaragaman Hayati (COP 9 CBD) di Bonn, Jerman (23/5).
Forum juga menerima laporan bahwa daratan masyarakat adat hilang karena peningkatan permukaan air laut dan erosi besar-besaran dan tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah ataupun Dana Adaptasi Konvensi Perubahan Iklim (Adaptation Fund of the Climate Change Convention). Sekarang forum juga melihat adanya fenomena pengungsi lingkungan yang sebagaian besar adalah masyarakat adat, meninggalkan pulau yang karam seperti masyarakat Cateret, Bougainville. Negara-negara seperti Australia masih mendiskusikan apakah akan menerima Cateret di negaranya atau tidak.
Partisipasi Kecil di UNFCCC
Masyarakat adat menyesalkan bahwa partisipasi masyarakat adat dalam proses UNFCCC tidak seberapa dibandingkan dalam proses CBD. Mereka meminta UNFCCC menetapkan working group tentang upaya adaptasi lokal dan pengetahuan tradisional masyarakat adat sehingga masyarakat adat dapat berkontribusi dan diperkuat. Forum percaya bahwa kontribusi tersebut dalam mitigasi perubahan iklim, pengetahuan dan kearifan lokal serta adaptasi perubahan iklim seharusnya dimasukkan dalam pembahasan di CBD dan juga di UNFCCC.
Forum menghimbau masyarakat adat mendokumentasikan pengalamannya tentang kearifan, adaptasi dan mitigasi yang mereka lakukan berkaitan dengan pengetahuan tradisional. Laporan ini akan disusun oleh forum untuk disampaikan ke UNFCCC
Bersama masyarakat adat, forum akan membantu pengembangan roadmap masyarakat adat dari Bali ke Kopenhagen. Mereka akan mengintegrasikan pendekatan berdasarkan hak asasi manusia dan ekosistem dalam pembahasan krisis perubahan iklim.
Forum juga meminta badan PBB seperti UNU-Institute of Advanced Studies (pusat penelitian) dan CBD untuk melakukan studi lebih lanjut tentang dampak perubahan iklim dan responnya terhadap masyarakat adat.
Seperti Reduced Emissions from Deforestation and Degradation (REDD), forum mencatat bahwa kerangka kerja REDD sekarang tidak mendapat dukungan dari masyarakat adat. Ini karena, design usulan REDD sekarang tidak melibatkan masyarakat adat, menguatkan sentralisasi manajemen hutan, mengabaikan hak masyarakat adat, manfaatnya hanya pada perusak dan penebang hutan daripada masyarakat adat, mendorong keluarnya masyarakat adat dari hutan, dan kriminalisasi terhadap mata pencaharian tradisional masyarakat adat.
Kami percaya bahwa REDD bermanfaat bagi masyarakat adapt, namun harus melalui redesign, mengubah kebijakan nasional dan global yag dipandu Deklarasai Hak Asasi Masyarakat Adat PBB (UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples), yang akan mengakui hak masyarakat adat atas lahan, wilayah, dan sumber daya alam.
Forum mendukung kerja CBD dalam penetapan keterkaitan antara keanekaragaman hayati dan perubahan iklim dan mempertimbangkan CBD pada laporan final Sesi Ketujuh Forum Permanen Masyarakat Adat PBB dan menghubungkan laporan khusus tentang perubahan iklim dan masyarakat adat sebagai pertimbangan.
Forum menerima inisiatif masyarakat adat untuk mengatur perihal perubahan iklim dan masyarakat adat yang akan terpusat dalam Pertemuan Global Masyarakat Adat dan Perubahan Iklim yang akan diselenggarakan di Alaska, April 2009. Hasil konferensi ini akan disampaikan pada COP 2010 dan Sesi Kedelapan Forum Permanen Masyarakat Adat PBB.
Sumber: www.un.org/esa/socdev/unpfii