Ani Purwati – 23 Dec 2009
Hasil Konferensi Perubahan Iklim Kopenhagen yang disebut Copenhagen Accord tidak berhasil mencapai kesepakatan mengikat yang diharapkan semula. Bahkan proses tercapainya hasil hanya terwakili oleh beberapa negara saja dan hanya diterima para pihak dengan kata dicatat. Lebih tepatnya menurut Hira Jhamtani dari Third World Network (TWN) yang mengikuti jalannya perundingan, hasil Kopenhagen tidak ada kecuali hanya melanjutkan perundingan.
“Proses dan substansi di Kopenhagen sungguh mengecewakan. Sama sekali tidak sesuai dengan surat masyarakat sipil global ke Obama yang disampaikan beberapa saat sebelum kedatangannya,” jelas peneliti lingkungan hidup dari Indonesia ini dalam emailnya pada beritabumi.or.id (22/12).
Amerika Serikat (AS) telah menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati proses demokrasi di PBB, dan tidak mau menjadi pemimpin dunia dalam menurunkan emisi. Apa yang dilakukan Obama belum mencerminkan harapan dari surat FOEI/TWN beserta 30 organisasi non pemerintah dari Amerika Serikat, Indonesia dan lainnya yang turut menandatangani. “Hal yang terutama tidak terjadi adalah bahwa AS akan memimpin dalam mengurangi emisi gas rumah kaca,” tegas Jhamtani.
Menurut pejabat senior Obama seperti yang dikutip media internasional, kesepakatan di Kopenhagen yang melibatkan Amerika Serikat dan negara-negara berkembang seperti India, Afrika Selatan dan Brazil, mewajibkan setiap negara agar membuat daftar tindakan-tindakan mereka dalam mengambil bagian mengurangi polusi pemanasan global dengan jumlah tertentu. Namun kesepakatan belum menyebutkan rincian spesifik.
Dalam pernyataannya menurut pejabat senior tersebut, Obama menyebutkan bahwa jika negara – negara menunggu untuk mencapai kesepakatan mengikat penuh, maka kita tidak akan membuat kemajuan. Menurutnya, untuk mendapatkan kesepakatan yang mengikat secara hukum dibutuhkan usaha sangat keras, dan itu akan memakan waktu.
Obama juga mengatakan bahwa semua bangsa di dunia harus mengambil langkah-langkah yang lebih agresif untuk memerangi pemanasan global. Langkah pertama adalah membangun kepercayaan antara negara maju dan berkembang.
Pertimbangkan Target Pengurangan Emisi
Sementara itu dalam surat gabungan ornop internasional yang disampaikan pada Obama menjelang kedatangannya di Kopenhagen disebutkan bahwa dunia memiliki harapan besar pada kepemimpinan Barack Obama sebagai Presiden Amerika Serikat dalam mengatasi perubahan iklim internasional. Setiap negara menghadapi keadaan politik yang kompleks sendiri, dan Amerika Serikat tidak boleh dibiarkan menahan seluruh dunia.
Melalui surat tersebut, masyarakat sipil global yang tergabung dalam organisasi non pemerintah penandatangan surat, meminta Obama segera mempertimbangkan kembali target pengurangan emisi. Obama sudah mengajukan ke Kopenhagen dan memberikan target dapat mempertahankan konsentrasi karbon dioksida atmosfir tidak lebih dari 350 ppm dan memungkinkan suhu tidak meningkat lebih dari 1 sampai 1.5 ° C peningkatan suhu global. Pengurangan emisi oleh Amerika Serikat hanya 3 persen di bawah tahun 1990, bergantung pada pemotongan gas rumah kaca oleh China dan negara-negara berkembang lainnya, secara ilmiah tidak sehat dan sangat tidak adil.
Jika negara-negara maju lainnya mempunyai komitmen jangka panjang pengurangan yang tidak lebih ambisius daripada yang telah Obama janjikan bagi AS, dunia kaya akan menghabiskan konsumsi dua-pertiga dari anggaran karbon yang tersedia untuk abad ini.
Dalam surat juga disebutkan bahwa menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), Afrika diperkirakan akan memanas sekitar 1,5 kali rata-rata global. Di Kopenhagen, pemimpin dari Afrika telah menyampaikan dengan jelas bahwa kenaikan suhu 2 ° C adalah bunuh diri bagi rakyat benua itu. Namun target yang ditawarkan oleh negara-negara maju bahkan tidak akan menjaga dunia dari peningkatan suhu global di bawah 2 derajat. Pan African Climate Justice Alliance menyatakan bahwa ini adalah, “hukuman mati bagi jutaan orang Afrika. Kita khawatir pada ibu dan ayah kita, saudara-saudari kita – paman, bibi dan sepupu Anda (red: Obama). Kebijakan Anda pada perubahan iklim tidak hanya mengancam keluarga kita, tetapi juga Anda sendiri. ”
Daripada merusak multilateralisme konstruktif, AS seharusnya bergabung dengan masyarakat internasional dan meratifikasi Protokol Kyoto. Selain itu, AS harus mempropagandakan komitmen pengurangan emisi ke dalam rancangan khusus di bawah Rencana Aksi Bali – paragraf 1 (b) (i) – untuk memenuhi kewajibannya di bawah Konvensi Iklim PBB dengan cara yang sebanding dengan komitmen negara-negara maju lain di bawah Protokol Kyoto. Selama ini, kegagalan AS untuk mengambil komitmen-komitmen pengurangan serius telah menghasut negara-negara maju meninggalkan Protokol Kyoto.
Penyediaan dana iklim publik untuk mitigasi dan adaptasi di negara-negara berkembang juga penting sebagai hasil yang adil dan efektif di Kopenhagen. Sebagai pemimpin bangsa yang paling bertanggung jawab sebagai penyebab krisis iklim, dan sebagai ekonomi terkaya dunia, AS harus membayar bagiannya sebagaimana diserukan Afrika Group pada negara maju, setidaknya 5 persen dari GNP per tahun dalam jangka panjang dan US 400 miliar untuk pendanaan jalur cepat. Selanjutnya, dana iklim harus disalurkan melalui Dana Iklim Global yang baru dibentuk di bawah otoritas UNFCCC. Bank Dunia dan lembaga keuangan internasional yang ada seharusnya tidak memiliki peran dalam dana iklim UNFCCC.
Ornop global meminta Obama untuk bergerak lebih dari retorika bagi tindakan yang berarti dalam menghadapi perubahan iklim seperti kesanggupan pernyataannya saat menerima Nobel. Lebih dari 100 negara telah menyerukan pengurangan oleh negara sedikitnya 45 persen di bawah tingkat 1990 pada tahun 2020, tidak lebih dari 1,5 ° C peningkatan suhu global, dan kembali ke 350 ppm. Amerika Serikat harus mendukung tidak ada yang lain.
Berita Terkait: http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0219&ikey=1