Setyo Rahardjo – 13 Nov 2007
Kasus flu burung kembali menggegerkan Indonesia. Kali ini, virus flu burung (AI) yang belum ada obatnya itu menyerang propinsi Bali, dan telah mengakibatkan dua orang meninggal dunia.
Menanggapi masalah flu burung yang kembali memakan korban ini, Direktur Eksekutif ProFauna Indonesia, Asep R Purnama, kepada beritabumi pada Kamis, (30/8) mengatakan bahwa pemerintah harus segera mengeluarkan peraturan tentang pemeliharaan unggas yang berlaku secara nasional.
“Berkaitan dengan kasus flu burung yang mulai marak lagi di Indonesia (Bali) hendaknya pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pemeliharaan unggas yang berlaku secara nasional sehingga akan menekan penyebaran yang lebih luas,” ujarnya.
Peraturan tentang pemeliharaan unggas ini harus segera dibuat sebelum jatuh korban lebih banyak lagi. Apalagi selama virus tersebut menyerang Indonesia, puluhan orang sudah meninggal akibat flu burung.
Selain peraturan dari pemerintah pusat untuk skala nasional, ia juga mengingatkan bahwa pemerintah daerah juga harus membuat peraturan daerah berkaitan dengan pemeliharaan unggas di rumah. Hal ini perlu dilakukan sebelum flu burung menimpa seluruh daerah di Indonesia.
“Untuk daerah yang saat ini mengalami kasus flu burung, hendaknya pemerintah daerah segera mengeluarkan perda tentang pemeliharaan unggas di rumah. Hal ini seperti yang sudah dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta,” tegas Purnama.
Menurutnya, semakin cepat perdanya keluar, diharapkan dapat menekan penyebaran dan menjadi acuan untuk penanganan teknis di lapangan.
Peraturan pemerintah (pusat dan daerah) tentang pemeliharaan unggas ini perlu segera dikeluarkan agar penyakit mematikan yang hingga kini belum ada obatnya itu tidak merajalela dan memakan korban lebih banyak lagi. Ini juga dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada manusia khususnya dari virus mengerikan tersebut.
Beberapa waktu lalu berbagai media massa memberitakan mengenai meninggalnya dua orang warga Bali akibat terkena virus flu burung. Menurut Gubernur Bali, Drs Made Beratha, serangan AI di Bali sebenarnya sudah terjadi sejak 2003. Namun saat itu hanya menyerang ternak ayam dan setelah itu flu burung tidak terjadi lagi di Bali, padahal di daerah lain tidak ada yang luput dari serangan virus yang mematikan itu.
Di mengakui bahwa setelah flu burung sempat terjadi pada tahun 2003, selama empat tahun terakhir daerahnya berhasil terhindar dari serangan flu burung (AI). Namun sejak awal Agustus lalu, daerahnya kembali terserang virus mematikan tersebut, bahkan mengakibatkan dua orang meninggal dunia.
Menurutnya, dengan terjadinya serangan AI terhadap manusia di Bali sejak awal Agustus lalu, maka sedikitnya penduduk di 44 kecamatan dari 56 kecamatan di Bali, keselamatannya ikut terancam.
Pengaruh iklim
Sebelumnya, pada salah satu media massa, Ketua Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (FBPI), Bayu Krisnamurthi, mengatakan bahwa perubahan iklim turut mempercepat penyebaran virus flu burung.
“Cuaca yang sering berubah-ubah merupakan sarana terbaik berkembangnya virus flu burung dalam tubuh unggas, sehingga penyebarannya bisa lebih cepat. Jika iklim terus berubah secara drastis, kemungkinan unggas akan mudah terkena penyakit seperti flu burung dan akan berpengaruh buruk bagi manusia, karena manusia dapat terjangkit virus yang mematikan ini,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa strategi terbaik mengatasi flu burung adalah dengan jalan pencegahan. Salah satunya yakni dengan mencuci tangan, karena disamping virus flu burung yang memiliki sifat rentan, virus tersebut sangat mudah dibunuh dengan menggunakan sabun, desinfektan, alkohol, dan air panas di atas 70 derajat.
Data dari Pusat Komunikasi Publik, Posko Kejadian Luar Biasa (KLB) Flu Burung Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes per 22 Agustus 2007 sudah terdapat 189 kasus flu burung, dan 84 di antaranya meninggal dunia.