Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Dana Iklim Hijau: Tak ada janji nyata dalam mobilisasi sumberdaya

Oleh Meena Raman

Pertemuan pertama untuk mengerahkan sumberdaya Dana Iklim Hijau (Green Climate Fund -GCF) tidak menunjukan janji nyata dana dari kontributor yang tertarik. Pertemuan ini bahkan tidak menetapkan target atau skala ambisi untuk jumlah sumberdaya yang dikerahkan, meskipun ada permintaan yang kuat dari pemerintah negara berkembang dan masyarakat sipil selama pertemuan.

Satu setengah hari pertemuan “kontributor tertarik” untuk mengerahkan sumberdaya awal GCF diadakan di Oslo, Norwegia, pada 30 Juni-1 Juli 2014 dan diselenggarakan oleh pemerintah Norwegia. Sambutan pembukaan disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Norwegia, Borge Brende, dan Menteri Iklim dan Lingkungan, Tine Sundtoft.

Para pejabat senior dari 24 negara maju dan berkembang tertarik untuk berkontribusi dalam pendanaan menghadiri pertemuan. Ketua bersama Dewan GCF (dari Filipina dan Jerman) yang membuka pertemuan tersebut, hadir pula empat wakil dari Dewan (dua dari negara maju/dua negara berkembang), Direktur Eksekutif IMF dan dua pengamat aktif Dewan (satu masyarakat sipil/ satu anggota sektor swasta).

Pertemuan memilih Henrik Harboe dari Norwegia, Direktur Kebijakan Pembangunan, Departemen Luar Negeri, menjadi ketua sesi ini. Harboe juga merupakan anggota Dewan GCF. Pertemuan berlangsung hanya beberapa minggu setelah Dewan GCF memutuskan untuk memulai proses mengerahkan sumber daya dalam pertemuan di Songdo, Republik Korea, pada tanggal 21 Mei tahun ini. Proses mobilisai sumber daya awal (The initial resource mobilization – IRM) adalah untuk memastikan kapitalisasi dana awal.

Pengamat pertemuan Oslo memiliki harapan bahwa kontributor tertarik dari negara-negara maju akan menunjukkan beberapa komitmen perusahaan untuk Dana, tetapi ini pupus. Banyak yang menyatakan kekecewaannya dalam perbincangan di koridor setelah pertemuan berakhir.

Dalam menanggapi permintaan yang kuat dari negara-negara berkembang untuk menunjukan beberapa ambisi pada skala sumberdaya untuk dikerahkan dan untuk mengatur beberapa sasaran, beberapa delegasi negara maju menyatakan bahwa mereka tidak memiliki mandat politik pada pertemuan untuk memberikan indikasi pada angka dan bahwa setiap janji dana hanya akan mungkin dilakukan di KTT Iklim mendatang di New York pada bulan September (diadakan oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon) atau pada pertemuan terakhir Kontributor sebagai bagian dari proses IRM pada bulan November, di sebuah tempat yang belum diputuskan.

Kontributor negara maju melihat Pertemuan Oslo sebagai sesi “teknis” untuk memilah masalah yang berkaitan dengan ruang lingkup dan waktu dari proses keterlibatan kolektif; kebijakan untuk kontribusi, cetakan perjanjian hukum kontribusi; pertimbangan dokumen tentang Dana disebut ‘dokumen pemrograman’; menjangkau kontributor potensial lainnya; dan langkah-langkah berikutnya, termasuk pada pengaturan fasilitasi untuk proses IRM.

Hasil utama dari pertemuan ini adalah kesepakatan tentang pemilihan fasilitator dan orang terkemuka (eminent person) untuk membantu proses IRM. Nama-nama tidak disebutkan sampai yang bersangkutan menerima tugas-tugas mereka.

Ketua pertemuan, Harboe, dalam meringkas diskusi tentang skala sumber daya, mengatakan bahwa semua peserta ingin memaksimalkan sumberdaya untuk GCF dan ada kesepakatan bahwa skala sumberdaya sangat penting. Dia menambahkan bahwa semua komitmen sebelumnya ada, mengacu pada US$.100 miliar per tahun pada tahun 2020 yang disetujui oleh Pihak UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) pada tahun 2010 di Cancun, Meksiko, termasuk keputusan yang diadopsi pada 2013 di Warsawa, Polandia.

(Keputusan Warsawa mendesak negara-negara maju untuk mempertahankan kelangsungan pengerahan pendanaan iklim publik untuk meningkatkan level dari periode keuangan awal US$.30 miliar 2010-2012, sejalan dengan komitmen bersama untuk tujuan pengerahan US$.100 miliar per tahun pada 2020.)

Dimana ada ketidaksepakatan, kata Harboe, adalah strategi untuk sampai ke sana (untuk tujuan US$.100 miliar). Tentang cara mencapai target, satu kelompok peserta (dari negara-negara berkembang) menyatakan bahwa memiliki skenario yang sangat ambisius dan angka akan memfokuskan negara melakukan lebih daripada pihak lain. Sementara peserta lain (dari negara-negara maju) berpikir bahwa proses harus dimulai dengan “hal-hal teknis dan parameter” kemudian kembali ke politik utama mereka (tentang mencapai target). Dia menambahkan bahwa beberapa delegasi pada pertemuan ini memiliki “mandat teknis” dan mereka tidak bisa didorong pada “angka”. Dia mengatakan bahwa pertemuan pada bulan November adalah waktu untuk “menjanjikan yang maksimal” dan bahwa pertemuan Oslo dan satu lagi direncanakan pada bulan September adalah untuk mempersiapkan untuk itu.

Harboe menambahkan bahwa peran pihak terkemuka adalah untuk mencari tahu dari setiap Pihak tentang “tawaran pertama” dan “besaran” kontribusi, karena setiap negara tidak akan bersedia untuk mengatakan bersedia melakukan tanpa mengetahui apakah lainnya memberikan kontribusi. Oleh karena itu, bagi pihak terkemuka untuk membantu Para Pihak dan menciptakan dinamika untuk mendapatkan semua pihak menuju skala untuk sumber daya dana yang signifikan.

Menteri Luar Negeri Norwegia, Brende dalam sambutannya, menekankan pentingnya GCF untuk pendanaan iklim multilateral di tahun-tahun mendatang. Ada harapan yang tinggi, berharap untuk “Menjanjikan komitmen yang monumental” dalam pertemuan Majelis Umum mendatang di New York (mengacu pada KTT Iklim). Ia menekankan bahwa “tindakan lebih keras suaranya daripada kata-kata”, Menteri mengatakan bahwa Norwegia akan menyediakan GCF dengan pendanaan, dan pengumuman akan dilakukan di New York oleh Perdana Menterinya. Dia menambahkan bahwa tujuannya adalah untuk menyelesaikan komitmen untuk proses IRM oleh pertemuan UNFCCC di Lima, Peru pada akhir tahun. Brende lebih lanjut menekankan bahwa tidak akan ada kesepakatan yang mengikat secara hukum pada mitigasi tanpa komitmen pada keuangan dan bahwa ini adalah prasyarat untuk komitmen global, mengacu pada kesepakatan 2015 untuk disimpulkan di Paris di bawah Durban Platform.

Menteri perubahan iklim Norwegia, Tine Sundtoft mengatakan bahwa tujuan dari GCF adalah untuk memberikan kontribusi yang ambisius dalam memerangi perubahan iklim dan untuk melakukan itu, perlu berbeda dari dana lain dan harus mencapai skala yang lebih besar. Dia menyuarakan kata-kata Christiana Figueres, Sekretaris Eksekutif UNFCCC, yang mengerakkan sumber daya untuk GCF adalah” isu yang ikonis tentang membangun kepercayaan” dalam perundingan dan menambahkan bahwa kesepakatan Paris hanya mungkin dengan sumber daya dalam GCF.

Dalam pembukaan pertemuan itu, Dewan Ketua bersama Manfred Konukiewitz (Jerman) menyampaikan beberapa pesan kunci: bahwa GCF adalah landasan dari kesepakatan global 2015 di Paris; timeline untuk IRM adalah penting dan keberhasilan yang nyata perlu dilihat dalam proses sebelum Konferensi Lima (Peru); kontribusi juga akan diterima setelah (konferensi) Lima namun peserta harus memperhatikan timeline; perlu juga ambisi pada skala kontribusi sehingga GCF dapat fokus pada hasil dan dampak. Dia menekankan bahwa tidak mungkin ada output tanpa input.

Salah satu ketua Dewan, Jose “Joey” Salceda dari Filipina dalam pembukaan sessi pertemuan menekankan pentingnya GCF bagi negara-negara berkembang, yang telah membayar biaya dari dampak perubahan iklim dan menghadapi tantangan iklim dalam bertahan hidup. Dalam intervensinya dalam pertemuan ketika merespon pandangan AS yang meminta pengertian para peserta mengenai sulitnya mendapatkan target angka dalam GCF, Salceda mengatakan bahwa negara berkembang seperti Filipina merupakan ketidaknyaman yang harus menikmati permohonan pengertian dari negara maju yang menghindari besarnya skala isu iklim. Dia merujuk bagaimana topan Haiyan (2013) berdampak hilangnya 12 milyar dolar bagi Filipina, dan bahwa propinsinya menghabiskan 11 persen dari budgetnya untuk melakukan pembangunan dan memastikan tidak ada korban selama bencana. “Apapun cara untuk menghindari diskusi tentang besaran, kita tidak bisa menghindari suara orang miksin yang meninggal dari bencana iklim yang menghampiri negara kami setiap tahun,” demikian kata Salceda. Dia menambahkan bahwa GCF dibuat untuk mengatasi kekurangan dari upaya pendanaan iklim saat ini.

Pada skala sumber daya dan skenario

Selama diskusi tentang dokumen pada program IMF, Rodrigo Rojo, anggota Dewan dari Chili mengatakan bahwa informasi yang paling penting yang dibutuhkan adalah ukuran dana yang tidak ada dalam dokumen. Menanggapi beberapa delegasi negara maju yang mengatakan bahwa tidak ada kebutuhan untuk menghasilkan skenario pemrograman berdasarkan skenario IRM yang berbeda, ia menekankan perlunya ukuran dana yang jelas.

Delegasi dari Indonesia juga mengulangi beberapa kali bahwa ada kebutuhan untuk skenario pemrograman berbasis pada jangka pendek, jangka menengah dan kebutuhan jangka panjang. Menurutnya, mengetahui skala sumber daya penting untuk menentukan kontribusi negaranya untuk proses IRM.

Dipak Dasgupta, anggota Dewan GCF dari India juga menekankan perlunya kejelasan pada skala sumber daya dan menambahkan bahwa kontributor harus memberikan kejelasan tentang apa batas minimum mereka. Dasgupta mengatakan bahwa masalah skala akan muncul lagi pada pertemuan berikutnya pada bulan September. Jika ini tidak diselesaikan pada saat Dewan bertemu pada bulan Oktober, tidak akan tahu apa kemungkinan hasil dari proses IRM. Dia berpandangan bahwa pendekatan ini dibuat untuk gagal. Pada beberapa titik waktu, ada kebutuhan untuk mempersempit kisaran tingkat sumber daya dan membicarakannya secara terbuka di awal proses. Ia mengatakan delegasi berutang masalah ini untuk memfungsikan GCF tanpa perlu menunggu hasilnya pada bulan November.

Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Meksiko dan Afrika Selatan.

Delegasi dari Perancis dalam menanggapi mengatakan bahwa ini adalah pertemuan teknis dan momentum politik adalah pada pertemuan tingkat tinggi PBB (bulan September). Mandat disini adalah untuk membahas masalah teknis dalam kaitannya dengan sesi janji. Perwakilan dari Jerman juga mengatakan bahwa isu skala sumber daya adalah kompleks dan bahwa pertemuan ini adalah masalah teknis yang berbeda dari proses politik.

Perwakilan Amerika Serikat mengatakan bahwa keengganan untuk memiliki indikasi skala sumber daya atau untuk perencanaan skenario bukan tentang kurangnya komitmen untuk berkontribusi pada dana. Diperlukan pengertian situasi fiskal Negara yang mengalami kesulitan. Komitmen yang dibuat pemerintah (AS) adalah merupakan sesuatu yang sensitif, dan merupakan proses politik yang sangat rumit. “Adanya angka dari luar” tidak akan membantu proses.

Tentang kerangka acuan untuk fasilitator dan terkemuka

Pada kerangka acuan untuk fasilitator dan orang terkemuka, Ketua Pertemuan Oslo, Harboe mencerminkan beberapa ide sebagai berikut: untuk fasilitator, orang perlu memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pengerahan sumber daya; memiliki keterampilan diplomatik dan perundingan; dan memiliki pengalaman dalam memimpin proses internasional. Fasilitator adalah ketua proses IRM dan melakukan komunikasi dengan kontributor Dana untuk hasil yang tepat waktu dan akan bekerja sama dengan Direktur Eksekutif GCF. Adapun orang terkemuka, antara lain kriteria orang tersebut harus terhubung dengan baik kepada pemerintah dan pemimpin politik, dan harus mampu untuk terlibat dengan negara-negara yang berkontribusi.

Kebijakan kontribusi

Pada kebijakan untuk kontributor, diantara isu-isu yang diangkat adalah pilihan untuk memperbolehkan secara terbatas jumlah dana yang dicadangkan/dialokasikan dibandingkan pelarangan total; lebih banyak kejelasan mengenai kontribusi modal yang disetor; risiko nilai tukar; isu-isu seputar ketidakpastian ketika wali permanen akan dipilih dengan beberapa kontributor dari negara maju menunjukan kemungkinan perpanjangan pengaturan pihak interim yang saat ini, yaitu Bank Dunia.

Sementara beberapa delegasi dari negara-negara maju menginginkan adanya fleksibilitas dalam pembatasan jumlah yang dicadangkan. Delegasi dari Swedia juga tidak mendukung gagasan pengalokasian dan mengatakan bahwa ini adalah bukan ide yang baik.

Delegasi dari Inggris juga mengangkat isu pengambilan keputusan dalam dewan GCF yang akan sekarang bekerja berdasarkan konsensus. Dia mengatakan bahwa ada keunggulan dan kelemahan dari sistem yang ada, karena itu, dikatakan pengaturan dengan pengambilan suara atau voting mungkin perlu dilihat oleh Dewan untuk diputuskan, Dia menginginkan adanya catatan mengenai hubungan antara kontribusi dan pengambilan suara, dan menyerukan perlunya adanya catatan mengenai hal ini. Pernyataan ini didukung oleh AS.

Dalam ringkasan isu-isu yang diangkat, Harboe mengatakan bahwa beberapa negara telah mengemukakan posisinya yang menentang pengalokasian dan menyerukan adanya fleksibilitas. Dia mengatakan bahwa beberapa menyarankan jika ada jaminan bahwa bagian terbesar dana yang tidak dialokasikan (un-earmarked), ini akan membatasi fleksbilitas. Beberapa delegasi juga meminta kejelasan mengenai bagaimana untuk menangani sumber daya yang berasal dari perusahaan dan peranannya dalam fasilitas Sektor Swasta (Private Sector Facility).

Diterjemahkan dan diringkas dari tulisan “Green Climate Fund: No concrete pledges in resource mobilisation meeting” oleh Meena Raman pada TWN Info Service on Climate Change (July14/01), 4 Juli 2014 oleh Third World Network. www.twn.my

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *