Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Cegah Risiko PMK, Ratusan Massa Tolak UU Peternakan dan Kesehatan Hewan

Ani Purwati – 20 Oct 2009

Ratusan massa melakukan aksi damai menolak UU No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di depan Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Jum’at (16/10).  Menurut mereka UU ini hanya membuka pasar produk-produk daging impor dan akan menggeser keberadaan daging lokal.

“Peternak tidak dapat bersaing tanpa adanya insentif. Mereka juga akan kehilangan plasma nutfah yang penting bagi pengembangan peternakannya,” kata Teguh Boediarna dari Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI).

Bila hal ini terus berlanjut, harga daging dan susu bisa semakin melonjak tinggi. Tak ayal akan makin mengganggu pola konsumsi masyarakat.

Dengan UU yang disyahkan pada April lalu ini, Tim Advokasi Masyarakat untuk Keadilan Peternakan dan Kesehatan Hewan Indonesia yang mengajukan judicial review UU yang berisi pasal-pasal penuh kontroversi ini saat itu juga, mengkhawatirkan masuknya daging impor dari Brasil yang mengandung penyakit mulut dan kuku (PMK).

Pasal 59 dari UU ini mengindikasikan adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan impor daging dari berbagai negara dengan tidak membedakan lagi apakah negara tersebut telah bebas dari penyakit berbahaya atau belum.

Tim menyebutkan, minat yang besar pemerintah untuk melakukan impor daging sapi murah dari negara yang belum bebas penyakit mulut dan kuku (PMK) terbaca dengan jelas. Dalam tempo yang cepat setelah pemerintah mengesahkan UU ini, Departemen Pertanian mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 3026/kpts/PD 620/8/2009 tentang Persetujuan Pemasukan Daging Tanpa Tulang (debond meat) dari Negara Brasil ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia pernah mengalami kerugian ekonomi sangat besar di masa silam sebagai akibat serangan penyakit PMK dan untuk mengatasinya membutuhkan waktu hingga 100 tahun untuk bebas dari penyakit ini. Mangku Sitepoe sebagai salah satu dokter hewan yang menangani PMK saat itu turut merasakan penyakit dari ternak sapi itu. Bila kesempatan impor daging sapi ini dibuka, dia mengkhawatirkan akan merebaknya kembali PMK di Indonesia yang sudah dinyatakan bebas PMK oleh WHO ini.

“Ini bisa membahayakan bagi kesehatan dan kecerdasan anak-anak kami,” kata Sofiana sebagai konsumen daging dan susu saat orasi dalam aksi yang juga untuk memperingati Hari Pangan Sedunia itu.

Untuk itu dia bersama peserta aksi lain yang terdiri dari masyarakat kota, mahasiswa peternakan IPB, petani (SPI), peternak (Wanti dan PPSKI), pedagang ritel daging, ikatan dokter (PDHI), koperasi susu (GKSI), KPA, dan dukungan Institute Global Justice, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan UU yang berisi pasal-pasal yang kontroversi.

Selain pasal 59, pasal lain yang perlu ditinjau ulang menurut tim advokasi adalah pasal 44 dan 68 dari 50 pasal lain yang dinilai kontroversi ini.

Selain orasi, pembentangan spanduk dan poster berisi risiko PMK dan penolakan terhadap UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, aksi juga diisi dengan treatikal. Atraksi yang dibawakan empat orang ini menceritakan tentang harapan peternak untuk memajukan usaha peternakannya. Namun juga diliputi kekhawatiran akan masuknya daging ternak impor yang bisa menggeser produk ternak mereka dan bahkan membahayakan kesehatan ternak mereka akibat tertular penyakit PMK yang dibawa produk ternak impor.

Berita Terkait:

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0196&ikey=1

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *