Lutfiyah Hanim – 02 Sep 2011
Petani dan keluarganya adalah kelompok masyarakat yang paling berperan dalam memproduksi pangan. Ironisnya, petani juga adalah konsumen pangan terbesar. Sehingga krisis harga pangan yang banyak dipengaruhi oleh spekulasi harga di tingkat internasional ikut berimbas pada sebagian besar masyarakat Indonesia dan keluarga petani.
Karena itu, sembilan organisasi tani berkumpul dalam ‘Forum Konsultasi Nasional Petani Indonesia’ untuk mendiskusikan upaya mencegah krisis pangan dan membangun kapasitas petani. Forum konsultasi tersebut diadakan selama dua hari pada 10-11 Agustus 2011 lalu. Pada hari kedua, forum yang diorganisir oleh tiga organisasi tani yaitu Aliansi Petani Indonesia (API), Wahana Masyarakat Tani (Wamti), dan SPI (Serikat Petani Indonesia), mengundang Menteri Pertanian, Suswono untuk berdialog dengan mereka.
Forum juga dihadiri oleh perwakilan kelompok tani lain, seperti HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan), STPN HPS (Serikat Tani Peringatan Hari Pangan Sedunia).
Menteri Pertanian, Suswono dalam sambutannya mengatakan bahwa sektor pertanian merupakan tulang punggung dan berkontribusi besar dalam perekonomian nasional. Mengingat perannya yang strategis, seharusnya sektor ini harus diperhatikan. Mengenai krisis pangan, Menpan mengatakan, masalah ini telah didiskusikan di berbagai forum internasional, namun tren kelaparan justru meningkat.
Suswono mengatakan, distribusi atau akses masyarakat atas pangan adalah salah satu masalah untuk menangani kelaparan.
Karena itu, Kementerian Pertanian (Kementan) mencanangkan empat target sukses, tercapainya swasembada dan swasembada yang berkelanjutan; diversifikasi pangan; peningkatan nilai tambah dan daya saing; dan peningkatan kesejahteraan petani.
Suswono menyampaikan bahwa Kementan mendukung kemandirian pangan untuk memenuhi ketersediaan pangan di dalam negeri.
Forum kemudian mendengarkan pernyataan-pernyataan petani, hasil perumusan para peserta Forum Konsultasi, yang dibacakan oleh tiga orang yaitu Agusdin Pulungan dari Wamti, M. Nurrudin dari API, dan Henry Saragih dari SPI secara bergantian.
Dalam pernyataannya, organisasi tani meminta supaya pelibatan berbagai organisasi tani (khususnya) dalam perencanaan program-program pertanian.
Dalam masalah peraturan perundangan, forum menyerukan pentingnya meninjau kembali berbagai undang-undang dan peraturan yang dinilainya tidak ramah dengan petani. Beberapa di antaranya adalah UU No. 18/2004 tentang Perkebunan; UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, berbagai peraturan pemerintah tentang impor dan rendahnya tarif impor berbagai produk pertanian, dan berbagai kebijakan yang cenderung mendorong pengusaha besar dan perlunya reforma agraria yang berpihak pada petani.
Rekomendasi lain yang disampaikan kepada Menteri Pertanian, Suswono, adalah meminta dengan segera implementasi UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, menyelesaikan revisi UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, dan mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Forum organisasi tani juga menyoroti minimnya akses petani pada penyuluh pertanian yang baik, menyusutnya lahan pertanian untuk petani dan generasi muda, keluhan distribusi bantuan yang mengarah pada kelompok tani tertentu.
Diskusi yang dihadiri juga oleh beberapa organisasi kemasyarakatan, Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Rohahurmuzy, perwakilan dari kementerian koordinator perekonomian, Bulog (Badan urusan logistik), perwakilan dari Badan Pangan PBB (FAO – Food and Agriculture Organization) Agus Heriyanto, dan perwakilan dari IFAD (Dana internasional untuk pembangunan pertanian).