Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Tokoh Agama: Tuntaskan Masalah Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Ani Purwati – 20 Jan 2011

Banyak masalah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang belum juga  terselesaikan dengan tuntas hingga saat ini. Para tokoh agama dan masyarakat ingin agar kebohongan pada masalah itu di antaranya semburan lumpur Lapindo, Freeport, Newmont, penurunan emisi, agraria dan sebagainya bisa segera dihentikan dan diselesaikan sehingga masyarakat mendapatkan hak-haknya dan sejahtera.

Sudah lebih empat tahun bencana semburan lumpur Lapindo yang disebabkan oleh kesalahan pekerjaan pengeboran yang dilakukan oleh PT Lapindo Brantas telah menelan banyak korban, baik jiwa, harta benda, harga diri bangsa, korban pendidikan, korban kebudayaan, korban kesehatan, korban tenaga kerja, dan korban-korban lainnya.

Menurut Berry Nahdian Furqan sebagai Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang turut sebagai Badan Pekerja Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan, Pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan mengkaji ulang kebijakannya terkait Lapindo dan penyelesaiannya, tapi sampai saat ini belum tuntas.

“Kepres yang dikeluarkan terkait ganti rugi, belum juga dikaji ulang. Ada lebih dari 5600 KK yang belum mendapat ganti rugi. Inilah yang kami nyatakan sebagai kebohongan terhadap kasus Lapindo,” kata Berry di Jakarta (19/1).

Penyelesaian ganti rugi terhadap korban lumpur Lapindo yang sesuai dengan Keputusan Presiden RI tidak pernah diselesaikan dengan baik oleh perusahaan yang telah ditunjuk untuk melaksanakannya. Dalam penanganan semburan lumpur Lapindo ini, Pemerintah justru menyetujui  biaya penanganan semburan lumpur Lapindo sepenuhnya menjadi beban Bangsa Indonesia, dengan menyetujui biaya penanganannya sepenuhnya menjadi beban Bangsa Indonesia karena telah dimasukkan dalam APBN.

Pemerintah sama sekali tidak pernah berusaha secara objektif mendapatkan informasi dan saran dari ahli-ahli yang berhubungan dengan persoalan semburan lumpur. Keputusan sepihak dari pemerintah telah mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik materiil ataupun imateriil bagi bangsa dan negara.

Dalam hal pengelolaan sumber daya kehutanan, menurut Berry, Pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga belum menunjukkan kesungguhannya. Komitmen pemerintah menurunkan emisi penyebab perubahan iklim sebesar 26% yang salah satunya berasal dari mengurangi laju deforestasi, tapi kenyataannya pemerintah masih memberikan ijin-ijin konsesi untuk pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan tambang.

“Artinya komitmen menurunkan emisi 26% yang sebagian besar dari penurunan deforestasi hanya politik pencitraan dan kebohongan,” ungkap Berry.

Menurut data Koalisi Anti Utang, Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono berkali-kali berjanji untuk mengurangi utang. Tetapi faktanya, jumlah utang terus meningkat. Pemerintah juga pernah berjanji untuk menolak utang untuk perubahan iklim, tetapi faktanya isu perubahan iklim menjadi modus baru untuk mengakumulasi utang.

Pemerintah juga mengatakan bahwa alokasi subsidi menjadi beban berat APBN, faktanya pembayaran utang adalah komponen terbesar alokasi APBN. Selama 2008-2010 Pemerintah telah menerima utang luar negeri untuk membiayai program dan proyek perubahan iklim sebesar US2.3 miliar dari berbagai kreditor.

Masalah lain yang tak kunjung selesai juga adalah isu agraria. Menurut Chalid Muhammad sebagai Direktur Eksekutif Institute Hijau Indonesia sebagai salah satu Badan Pekerja Badan Pekerja Gerakan Tokoh Lintas Agama Melawan Kebohongan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi kenyataannya kontradiksi dengan kebijakan perijinan yang diberikan. Pemerintah terus memberikan ijin konversi pada perusahaan skala besar.

“Itu artinya rakyat tidak banyak mendapat akses tanah karena sekitar 300 perusahaan telah menguasai 46 juta hektar industri hutan. Luas ini setara dengan luas lahan yang dimiliki 92 juta KK rakyat yang rata-rata hanya memiliki 0,5 hektar lahan,” jelas Chalid.

Menurut Chalid, tokoh-tokoh agama harus menyuarakan masalah ini. Sebagai Badan Pekerja, Chalid bersama aktivis lingkungan hidup akan mendukung para tokoh agama dalam menyuarakan melawan kebohongan dengan menyediakan data, analisa dan informasi terkait masalah-masalah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Kantor-kantor organisasi masyarakat sipil di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup juga membuka pos  “Rumah Pengaduan Kebohohan Publik.” Di antaranya Institute Hijau Indonesia (IHI), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) bersama organisasi masyarakat, kepemudaan, keagamaan, seperti Maarif Institute for Culture and  Humanity, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) dan lainnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *