Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Penelitian PANAP: Pestisida Ganggu Kesehatan Petani

Ani Purwati – 09 Mar 2010

Hasil penelitian Pesticide Action Network Asia and the Pasific (PANAP) tentang bahaya pestisida di Wonosobo, Jawa Tengah sebagai bagian pemantauannya di kawasan Asia, pada Agustus-Oktober 2008 menunjukkan bahwa 6 orang terdiri dari 2 orang perempuan dan 4 orang laki-laki dari 100 responden mengalami gangguan kesehatan. Hasil yang tercantum dalam buku berjudul “Communities in Peril: Asian regional report on community monitoring of highly hazardous pesticide use” 2010 (http://www.panap.net) tersebut menyebutkan, dua orang laki-laki terpapar pestisida Matador (lambda cyhalothrin).

Satu orang petani mukanya tersembur gramoxone (paraquat) setelah dia membuka tank penyemprot.  Mukanya terbakar, memar dan mengelupas. Luka-lukanya telah berlangsung sebulan dan dia hanya mengobatinya secara tradisional. Petani lainnya mengalami sakit kepala, mual-mual, pandangan kabur setelah dia mencampur pestisida Matador di rumahnya saat cuaca berawan. Dia mengobatinya dengan obat yang dibelinya di toko biasa.

Dua laki-laki dan dua perempuan keracunan karena 1 fungisida dan 3 insektisida dicampur bersama. Mereka merasakan dampaknya setelah menyemprotkannya dalam waktu dua jam setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Laki-laki mengalami sakit kepala, mual, jalan sempoyongan, dan menggigil. Dia pergi ke petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta istirahat 3 hari. Yang perempuan mengalami gangguan menstruasi, dan gejala lainnya. Salah satunya mengalami keguguran. Wanita yang mengalami keguguran ini tidak pergi ke dokter dan hanya minum air kelapa muda, susu dan istirahat. Sebagian besar korban tidak mengetahui dampak kimia jangka panjang.

Dalam pemantauan ini ada 100 responden, terdiri dari 39 perempuan dan 61 laki-laki di 4 desa. Hasil pemantauan menemukan tipe pestisida yang digunakan petani terdiri dari lebih dari 3 bahan kimia fungisida, insektisida, pestisida dan adhesive. Label tidak menyebutkan dosis, karena jika mereka menggunakan sesuai yang disebutkan label, hama dan penyakit tidak akan mati. Label juga kecil dan sering tida bisa terbaca, hanya menurut intuisi pemakai saja. Penyemprotan lebih intensif selama musim hujan.

Saat penyemprotan, petani menggunakan mesin untuk menghemat waktu dan energi ketika tanaman mulai tumbuh tinggi, tetapi mereka menggunakan penyemprot punggung ketika tanaman masih muda. Sementara itu pelindung tubuh sangat terbatas, mereka sering hanya menggunakan baju kaos lengan pangan, celana panjang dan topi. Mereka jarang menggunakan sarung tangan, masker, dan penutup mata. Penyemprotan dilakukan pada pagi hari dan sore. Kaum laki-laki juga menyemprot sambil merokok, dimana bisa bereaksi dengan pestisida.

Kebiasaan saat pemakaian pestisida

Mereka melemparkan bungkus kimia pada lahan pertanian atau dekat sumber air, kadang-kadang mereka mengumpulkan, mengubur atau membakarnya. Botolnya mereka bawa pulang untuk mainan anak-anaknya atau menjualnya pada pengumpul. Tidak ada tempat khusus untuk menyimpan bahan kimia, di antaranya menaruhnya di lahan atau membawanya pulang dan menaruhnya di dapur atau ruang lain.

Untuk penyemprotan,  kaum laki-laki membawa bahan kimia dari rumah atau toko ke lahan. Sementara perempuan menyiapkan benih, mencampur kentang dengan bahan kimia, membersihkan rumput-rumputan dan baju.

Petani membeli bahan kimia langsung atau melalui kredit dari pedagang dan membayarnya setelah panen. Saat ini petani merasakan dampak pestisida seperti sakit kepala, iritasi kulit, kulit kemerah-merahan dan pandangan kabur. Mereka minum obat biasa yang dijual di toko kecil saat mereka merasakan dampak keracunan yang semakin besar.

Pemantauan ini  dilakukan bersama tim yang melibatkan organisasi petani setempat (Serikat Petani Wonosobo) dan Gita Pertiwi. Tim meliputi 13 orang (5 laki-laki dan 8 perempuan). Metode yang digunakan adalah diskusi kelompok, interview dengan petani, penjaga toko, pedagang pestisida dan observasi.

Pemantauan juga dilakukan di Prey Veng (Kamboja), Yunnan (China), Andhra Pradesh (India), Orissa (India), Thrissur (Kerala), Perak (Malaysia), Sarawak (Malaysia), An Giang (Vietnam), Badulla, Nuwara Elliya dan Monaragala (Sri Lanka), Barangay Ruparan (Digos City), dan Nam Dinh (Vietnam).

Fakta pestisida

Meski data statistik tentang dampak pestisida pada kesehatan tidak ada, namun data PAN Internasional, 2007 memperkirakan secara global, setiap tahun antara 1 hingga 41 juta orang mengalami dampak kesehatan dari pestisida. WHO pada 2009 memperkirakan bahwa minimal 300.000 orang meninggal setiap tahun karena keracunan pestisida.

Di Indonesia, hasil studi tujuh rumah sakit di Jawa pada 1999-2000, ada 126 kasus. Organophosphates adalah yang paling meracuni (WHO, 2002). Pada 2003, ada 317 kasus karacunan pestisida, meski tidak terlaporkan. WHO (2009) memperkirakan bahwa 600.000 kasus dan 60.000 kematian terjadi di India dan yang paling rentan adalah anak-anak, perempuan, pekerja di sektor informal dan petani miskin. Andhra Pradesh, India, yang paling tinggi kejadian melaporkan, ada 1000 kasus keracunan pestsida setiap tahun dan ada ratusan yang meninggal. Pestisida monocrotophos dan endosulfan merupaka penyebab utama kematian karena pestisida pada 2002. Saat ini WHO memperkirakan pada 2009 kematian akibat keracunan pestisida ada 5000 kasus.  Di Bangladesh, pada 2008, keracunan pestisida paling tinggi menyebabkan kematian. Di Kamboja, setidaknya 88% petani mengalami dampak akut  keracunan pestisida. Di China, antara 53.000 dan 123.000 orang keracunan pestisida setiap tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *