Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Masyarakat Pesisir Pulau Lombok yang Rentan Dampak Perubahan Iklim Agar Dipindahkan

Ani Purwati – 11 Aug 2010

Hasil studi status adaptasi perubahan iklim di Pulau Lombok  Nusa Tenggara Barat (NTB) di antaranya merekomendasikan bahwa sebagian masyarakat sekitar pantai agar dipindahkan. Hal ini terkait dengan hasil studi tim yang menunjukkan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim telah mengakibatkan kenaikan tinggi permukaan air laut (TML) di Pulau Lombok. Demikian menurut Masnellyati Hilman sebagai Deputi Kementerian Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/8).

“Sebagai pulau kecil yang rentan akan dampak perubahan iklim, studi status adaptasi di Pulau Lombok ini sangat penting untuk dilakukan. Terlebih lagi pemerintah daerah setempat telah memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan studi dan kegiatan adaptasi,” jelas Masnellyati.

Hasil studi di sektor kelautan menunjukkan, kenaikan TML mengakibatkan terjadinya erosi, perubahan garis pantai dan mereduksi daerah wetland di sepanjang pantai. Ekosistem di daerah wetland pantai mungkin akan mengalami kerusakan jika level kenaikan tinggi dan suhu muka air laut melebihi batas maksimal dari adaptasi biota pantai. Di samping itu, kenaikan TML juga mempertinggi tingkat laju intrusi air laut terhadap aquifer daerah pantai.

Untuk mengetahui kecenderungan serta tingkat kenaikan tinggi muka air laut di Pulau Lombok, tim studi menggunakan trend analysis berdasarkan data historis yang meliputi data pasang surut (pasut) dan satelit altimeter, maupun data hasil model IPCC. Hasil analisa dengan menggunakan data historis pasang surut (pasut), dan altimeter menunjukkan tingkat kenaikan sebesar 3,5 mm/tahun sampai dengan 8,0 mm/tahun, masing-masing di pantai utara dan selatan Pulau Lombok dan Sumbawa. Estimasi kenaikan TML berdasarkan data pusat, dilakukan dengan menjadikan data pusat Benoa sebagai acuan.

Estimasi TML di pantai utara dan selatan Pulau Lombok berdasarkan skenario IPCC SRESa1b (750nppm) pada tahun 2030 menunjukkan kenaikan yang bervariasi dari 10,5 cm sampai 24 cm relatif terhadap TML pada tahun 2000. Selanjutnya kenaikan TML pada tahun 2000. Kenaikan TML pada tahun 2080 akan mencapai 28 cm sampai 55 cm, sedangkan kenaikan TML pada tahun 2100 mencapai ketinggian 40 cm sampai dengan 80 cm.

Sementara itu peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrim  di pesisir pantai terkait dengan peluang terjadinya ENSO yang terdiri dari La Nina dan El Nino. Berdasarkan proyeksi sampai tahun 2030, akan terjadi peningkatan frekuensi El Nino dan La Nina menjadi 2 sampai 3 sekali dibanding tahun-tahun sebelumnya yang frekuensinya setiap 3 sampai 7 tahun sekali. Secara umum La Nina dan El Nino mengakibatkan terjadinya gelombang pasang dengan variasi antara 2,1 m sampai 5 m di Perairan Indonesia.

Secara konseptual, adaptasi perubahan iklim untuk kawasan pesisir setidaknya terdiri dari tujuh langkah yang bersifat siklus. Yaitu keterlibatan stakeholder, menentukan masalah, kajian kapasitas adaptasi, identifikasi pilihan adaptasi, evaluasi opsi adaptasi dan memilih aksi, implementasi adaptasi dan monitoring dan evaluasi adaptasi. Arahan strategi adaptasi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi adaptasi fisik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi pengelolaan fisik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu serta rekayasa fisik berwawasan lingkungan (misal struktur pantai dengan wawasan lingkungan), pengelolaan sosial kependudukan, pengelolaan infrastuktur dan fasilitas, pengelolaan potensi sumber daya pesisir, kelautan, dan perikanan, pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu, penyusunan regulasi dan kebijakan adaptasi perubahan iklim, serta inventarisasi data dan riset serta pengembangan sumber daya manusia.

Arahan strategi adaptasi dapat diimplementasikan dalam bentuk program-program prioritas seperti pengutan basis data dan sistem informasi dengan melengkapi data MCRMP (Marine and Coastal Resources Mapping and Planning) Provinsi NTB, penguatan kapasitas riset dan pemantauan, kajian kerentanan dan adaptasi yang lebih detail khususnya di Kota Mataram dan daerah penting lainnya, penguatan kapasitas dan penyesuaian penataan ruang dan zonasi pesisir dan perairan terhadap perubahan iklim, penguatan sumber daya manusia untuk mengelola adaptasi perubahan iklim, perencanaan penyesuaian level dan penguatan struktur bangunan dan fasilitas vital di wilayah pesisir, penyesuaian regulasi dan kebijakan yang terkait dengan perubahan iklim (misalnya UU No 26 Tahun 2007 dan UU No 27 Tahun 2007) dan beberapa program lainnya.

Di sektor pertanian, hasil studi status adaptasi di Pulau Lombok merekomendasikan agar disediakan infrastruktur data dan informasi pergeseran musim yang bermanfaat bagi petani dalam menentukan musim tanam. Hasil studi ini menurut Masnllyati telah disosialisakan di setiap daerah di wilayah NTB. Untuk melakukan adaptasi ini, alokasi dana berasal dari APBD daerah. Selanjutnya hasil studi adaptasi di Pulau Lombok akan menjadi replikasi studi adaptasi di Pulau Tarakan, Sulawesi Selatan dan daerah lainnya termasuk Jawa. Namun tidak mudah untuk mereplikasi hasil studi adaptasi perubahan iklim di Pulau Lombok ke daerah lain karena masing-masing daerah dan wilayah mempunyai tantangan yang berbeda.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *