Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Konvensi Basel, Indonesia Rentan Perpindahan Limbah B3 Ilegal

Setyo Rahardjo – 24 Jun 2008

Sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia rentan terhadap perpindahan limbah B3 secara ilegal. Di Indonesia terdapat banyak kasus mengenai impor limbah ilegal dari negara-negara maju. Oleh karenanya, Konvensi Basel menjadi instrumen yang sangat penting bagi Indonesia dan juga negara-negara lainnya untuk melindungi kesehatan dan lingkungan hidup dari kontaminasi limbah B3.

Demikian disampaikan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH), Rachmat Witoelar, dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI, pada Senin (23/6).

Siaran pers ini berkaitan dengan Pertemuan Para Pihak untuk Konvensi Basel ke-9 (Conference of the Parties to the Basel Convention) yang dibuka Senin kemarin ini di Bali. Pertemuan lima hari ini, dimana Pemerintah Indonesia sebagai tuan rumah, diadakan di Bali International Convention Centre, Nusa Dua, Bali, Indonesia.
Seputar Konvensi Basel

Konvensi Basel yang diadakan pertama kali pada tahun 1989 itu mengatur Pengawasan Perpindahan Limbah Berbahaya dan Pembuangannya, mengatur perpindahan limbah berbahaya internasional dan mensyaratkan kepada para negara-negara anggota untuk mampu mengelola dan membuang limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan lainnya secara berwawasan lingkungan.

Konvensi Basel, yang terdiri dari 170 negara anggota, bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia serta lingkungan hidup dari efek buruk yang disebabkan oleh kurang baiknya pengelolaan limbah B3 dan lainnya. Program ini dikelola oleh United Nations Environment Programme (UNEP).

Pertemuan Para Pihak untuk Konvensi Basel (Conference of the Parties to the Basel Convention) merupakan badan tertinggi pembuat keputusuan dari konvensi dan bertemu setiap dua tahun sekali untuk memutuskan program-program beserta anggaran yang akan ditetapkan selama dua tahun ke depan. Tema spesifik dibahas pada setiap pertemuan. Tahun ini, temanya adalah “Waste Management for Human Health and Livelihood” atau “Pengelolaan Limbah untuk Kesehatan Manusia dan Kesejahteraan Hidup.”
Pertemuan di Bali

Forum diskusi khusus tingkat tinggi akan diadakan pada hari Kamis, 26 Juni 2008, dimana akan ada pembicara utama yang berasal dari pemerintah, industri, dan masyarakat madani (civil society). Yang akan dibicarakan adalah cara-cara konkrit untuk melakukan pengelolaan limbah yang dapat membantu melindungi kesehatan manusia serta mengurangi kemiskinan yang sejalan dengan Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium.

Pertemuan Bali ini juga berencana untuk mengadopsi serangkaian pedoman teknis baru, untuk pengelolaan yang ramah lingkungan dari ponsel-ponsel bekas dan yang telah habis masa pakainya. Penggunaan ponsel telah berkembang dengan pesat sejak 1970, hingga mencapai 1.76 milyar di tahun 2004, dan lebih dari tiga milyar pada bulan April 2008.

Cepat atau lambat, ponsel-ponsel tersebut akan dimusnahkan, secara utuh ataupun terpisah. Inisiatif Kemitraan Telepon Genggam Konvensi Basel yang di resmikan pada tahun 2002, dan beranggotakan manufaktur ponsel genggam serta penyedia layanan yang bekerjasama dengan konvensi Basel, telah menetapkan lima petunjuk teknis serta dokumen petunjuk umum yang akan di pertimbangkan pengesahannya.

Pada pertemuan Bali, Kemitraan untuk Aksi Peralatan Komputer (The Partnership for Action on Computing Equipment-PACE) akan diresmikan. Hal ini mengikuti tercapainya Inisiatif Kemitraan Telepon Genggam (Mobile Phone Partnership Initiative). PACE menyelenggarakan forum bagi pemerintah, para pemimpin industri, lembaga swadaya masyarakat dan para akademisi untuk meningkatkan pengelolaan peralatan komputer bekas dan telah habis masa pakainya melalui pengembangan daur ulang global dan memperbaharui serangkaian pedoman bagi pengelolaan peralatan komputer yang ramah lingkungan, selain itu untuk perlengkapan dan kegiatan lainnya.

Pertemuan Bali juga berjalan seiring dengan peresmian sebuah proyek baru setelah adanya kejadian pembuangan limbah B3 di Pantai Gading yang dilakukan United Nations Environment Programme (UNEP), Pemerintah Pantai Gading, Sekretariat Konvensi Basel, serta beberapa kawasan di Afrika Barat. Inisiatif yang dibiayai oleh Pemerintah Belanda, Swedia dan Denmark, bertujuan untuk membahas kelemahan sistem dalam mengawasi perpindahan limbah B3 antar negara dan pengelolaan limbah B3 dan limbah dari kapal.

Proyek ini juga membahas beberapa masalah penting yang menjadi sorotan saat terjadi pembuangan limbah B3 yang dilakukan dari kapal ‘Probo Koala’ di kawasan pemukiman Abidjan pada bulan Agustus 2006, kelemahan di perangkat hukum internasional yang mengawasi pergerakan limbah B3 dan limbah dari kapal, serta diperlukannya upaya memperkuat penegak hukum dan kemampuan pengelolaan limbah B3 di berbagai negara berkembang, termasuk Pantai Gading.

Agenda lainnya juga menyangkut pembongkaran kapal yang tak terpakai. Sekretariat Konvensi Basel turut serta dalam negosiasi atas perjanjian yang baru, menghimbau Konvensi Internasional untuk Daur Ulang Kapal yang aman dan ramah lingkungan, di bawah pengawasan Organisasi Maritim Internasional (IMO). Kesepakatan baru yang secara hukum mengikat bertujuan untuk menjelaskan persyaratan hukum untuk membongkar kapal yang sudah tidak terpakai.

Pertemuan ini akan mengembangkan kriteria untuk meninjau kembali traktat yang baru, sebagaimana ditujukan untuk meninjau apakah traktat tersebut memiliki tingkat pengawasan sesuai dengan Konvensi Basel, yang merupakan prioritas bagi negara–negara anggota. Secara khusus, konvensi baru harus dimaksudkan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup seiring mempromosikan praktik daur ulang kapal yang berkelanjutan.

Pertemuan Bali juga akan meninjau kembali peranan dari 14 Kantor Regional Konvensi Basel di seluruh dunia, yang mendukung negara berkembang serta negara transisi ekonomi dengan menerapkan konvensi tersebut. Di samping itu, pertemuan Bali juga akan mempertimbangkan kelanjutan pedoman teknis atas permasalahan pengelolaan limbah yang mengandung merkuri, pengelolaan ban bekas, serta berbagai masalah mengenai Polutan Organik Persisten (Persistent Organis Pollutants – POPs).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *