Isu Bumi
  • image01
  • image02
  • image03

Film: Media Penyadaran untuk Peduli Lingkungan Hidup

Ani Purwati – 24 Jan 2010

Terus berkutat di antara hamparan gundukan tanah, lumpur dan air yang gersang dan kering. Bermain dan mencari harapan yang hilang dengan linangan air mata. Putus asa karena kehilangan orang-orang tercinta. Itulah sekelumit kisah anak-anak korban lumpur Lapindo yang terekam dalam film “Anak-Anak Lumpur”.

Tak hanya itu, seakan menunjukkan kisah yang sangat berlawanan, film berdurasi 23 menit ini juga memperlihatkan, di antara puing-puing bangunan di kawasan lumpur Lapindo, nampak orang-orang berwisata dan berfoto dengan bersendau gurau.

Film ini bersama The Age of Stupid mengiringi penuturan kisah dua anak korban Lapindo saat pembukaan StoS Film Festival di GoetheHaus, Menteng, Jakarta (22/1).  Bila korban Lapindo adalah dampak langsung dari bentuk eksploitasi pengeboran minyak dan gas di Indonesia, The Age of Stupid adalah rangkaian kisah yang akan berdampak besar pada suatu keadaan dunia puluhan tahun yang akan datang, 2050.

Dengan durasi 89 menit, film ini menggambarkan bagaimana kondisi tahun 2050. Dimana kepunahan isi dunia telah terjadi. Yang ada hanya kegersangan dan kekosongan kehidupan. Film ini menceritakan bagaimana hal itu terjadi. Di mulai dari gaya hidup manusia dunia di tahun 2005 yang penuh dengan keborosan, konsumtif dan tidak terkendali dalam mengeksploitasi sumber daya alam (tambang dan minyak). Dampak demi dampak mulai nampak, mulai dari pencemaran air, kesulitan air, pencairan es di kutub, kemiskinan, penggusuran dan pembunuhan.

Seakan terpukau, para penonton yang berjumlah sekitar 500 orang ini terdiam menyaksikan film-film ini. Sekali-kali terdengar gelak tawa mereka karena kedua film juga menampilkan kisah-kisah yang menggelitik. Seperti kepolosan anak-anak lumpur Lapindo yang bermain di tengah-tengah luapan lumpur. “Film ini ditampilkan secara sederhana dan mudah dimengerti bagi masyarakat biasa,” kata salah satu pengunjung dari komunitas fotografi ini. “Ya pesannya bisa sampailah,” lanjutnya.

Lain lagi menurutnya, film The Age of Stupid agak sulit dimengerti bagi masyarakat biasa. Tapi secara global juga pesannya bisa sampai ke penonton, bahwa tindakan-tindakan yang penuh dengan pemborosan dapat berdampak fatal bagi kehidupan manusia itu sendiri dan perlu perhatian dari masyarakat dunia untuk peduli dan memperbaiki gaya hidupnya.

Kedua film ini adalah sebagian dari 23 film yang akan diputar di South to South Film Festival dari 22 hingga 23 Januari. Film-film hasil seleksi para juri ini juga akan diputar bersama dengan nominasi film kompetisi yang salah satu pemenangnya akan mendapat award. Di antara pemutaran film dan kompetisinya, juga ada kompetisi blog dan fotonovela yang akan diumumkan di acara puncak StoS Film Festival.

Seperti halnya temanya saat ini yaitu “We Care”, menurut Ferdinand Rachim, sebagai Koordinator Panitia, StoS Film Festival 2010 mencoba menggalang solidaritas dan kepedulian masyarakat untuk lingkungan dan masyarakat korban. Kepedulian ini menurut Solahudin Wahid (Gus Solah) saat membuka StoS Film Festival 2010, sangat penting untuk mengatasai masalah lingkungan hidup yang semakin kompleks saat ini

Tak hanya lewat film, foto, blog dan ekspresi berpendapat, StoS Film Festival 2010 juga menggalang dana untuk korban Lapindo yang juga hadir dan menyatakan harapannya dari festival film ini untuk mendapatkan perhatian dan kepedulian masyarakat luas. warga korban Lapindo ini berharap ada perhatian untuk menyelamatkan generasi muda penerusnya yang saat ini banyak mengalami tekanan akibat lumpur Lapindo

Berita Terkait

http://www.beritabumi.or.id/?g=beritadtl&newsID=B0232&ikey=1

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *